Chapter 40

11.8K 887 6
                                    

Selamat membaca

____________________________________

"Kamu serius Ze?" aku mengangguk. "Demi apa?" mata Nean mengerjap beberapa kali, saking antusiasnya. Ia sangat bersemangat ketika aku mengatakan kalau papa udah setuju akan menikahkan aku kembali.

"Demi kamu yang rela jatuh cinta pada janda anak satu kaya aku" seketika wajahnya berubah muram.

"Memangnya kenapa kalau kamu janda anak satu? Salah?" wajahnya terlihat serius menatapku.

"Yah aku masih heran aja. Kenapa kamu bisa nerima aku yang sudah pernah menikah? sedangkan kamu saja masih lajang"

"Memangnya tidak boleh kalau aku yang masih lajang jatuh cinta sama kamu yang sudah pernah menikah?"

"Enggak salah sih. Cuman kasihan aja sama kamu, aku udah bekas orang lain, sedangkan kamu belum pernah menjadi milik siapapun sebelumnya"

"Cukup Ze!" dia menatapku tak suka. "Kenapa kamu malah bahas itu sekarang sih?"

"Pengen aja " jawabku seadanya. Aku juga gak tau kenapa malah bahas itu sekarang. Padahal posisinya saat ini, Neandro sedang bahagia akan kabar pernikahan kami.

"Jangan pernah bahas itu lagi Ze. Aku gak suka" ia menatapku dengan wajah memohon.

"An..." aku mengambil tangannya. Membawanya ke wajahku, lalu menciumnya dengan lembut.

"Mmm kenapa?"

"Apa yang kamu suka dari aku?" aku menatap matanya dengan dalam, tidak mengijinkan untuk ia menatap yang lain.

"Semuanya" jawabnya tanpa berkedip sedikitpun. Aku mengangkat alis. "Semua tentang kamu tidak ada yang tidak aku sukai" ia menarik tangannya sambil membawa tanganku juga. Kali ini, ia melakukan apa yang aku lakukan padanya barusan.

"Aku sudah menyukaimu sejak beberapa tahun yang lalu, sebelum kamu menikah dengan Abidzar. Entah kamu sudah pernah menikah dan punya anak sekalipun, rasa itu tidak pernah berubah. Rasanya masih tetap sama, bahkan kini semakin bertambah besar, karena aku tidak ingin kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya. Sudah cukup dahulu aku terlambat dan merelakan kamu untuk menjadi milik orang lain. Tapi kali ini, aku tidak mengijinkan siapapun memiliki kamu kecuali aku"

Ya Tuhan... tatapannya kenapa mengintimidasi sekali? Membuat aku tidak bisa mengalihkan pandangan aku sedikitpun darinya. Bahkan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Darimana ia mempelajari kata-kata gombal seperti ini?

"Ze?"

"Mmm" aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, aku seperti sudah takluk dengan tatapannya.

"Janji padaku, jangan pernah bertanya yang tidak-tidak lagi . Jangan pernah meragukan perasaanku padamu. Dari awal aku sudah pernah mengatakan, hatiku pertama kali berlabuh padamu dan akan terus seperti itu, sampai akhirnya berhenti karena tidak bisa bergerak karena maut memisahkan kita"

Jatuh. Air mataku jatuh mendengar dan melihat ketulusannya. Demi Tuhan, aku baru kali ini mendapatkan pengungkapan cinta setulus ini.

Kalau sudah begini, mana berani aku untuk berhianat padanya. Cintanya benar-benar tulus dan besar padaku.

"Makasih" aku meraih badannya. Memeluk ia dengan erat. "Makasih sudah mencintaiku sedalam ini. Aku janji akan tetap bersamamu hingga maut memisahkan"

Usapan lembut dari tangannya di pinggangku, membuat aku semakin sesenggukan. "Aku bahagia memiliki kamu An, bahagia sekali"

"Sudah seharusnya begitu sayang" bisiknya dengan sedikit ejekan. Tapi aku tidak perduli dengan itu, yang aku lakukan malah makin erat memeluknya.

🥀🌹

"Mah!" aku langsung berlarian menuju mama. Meraih badannya yang terlihat semakin kurus. Memeluknya dengan sangat erat, menyalurkan rasa rindu dan khawatir yang aku rasakan beberapa waktu ini.

"Mamah apa kabar? Kenapa kurusan begini? Adeknya pasti nakal banget ini, sampe-sampe mamah jadi tirus begini"

"Zeline..." aku tertawa sambil menghapus air mata. "Kalau kamu bertanya sebanyak itu, mamah mau jawab yang mana dulu?"

"Mamah sehat kan?" aku menatapnya dengan lekat. Meneliti wajah pucat yang semakin tirus di hadapanku saat ini.

"Mamah sehat nak. Alwar mana?"

Eh?

Aku langsung mengedarkan pandangan, dan mataku hampir saja melompat ketika melihat Alwar duduk bersisian dengan Alwar.

"Mah...." ucapku dengan nada khawatir. Aku tau betul sikap papa, dia sangat dingin pada Alwar sejak dulu. Alwar juga biasanya sangat takut pada papa.

"Tenang Lin, jangan terburu-buru" cegah mama padaku yang hendak menghampiri Alwar.

"Tapi mah?" aku tetap belum bisa tenang, hanya dengan berdiam diri saja.

"Kamu lihat gimana cara keduanya interaksi?" mataku mengedar dan memperhatikan keduanya.

Apa yang terjadi? Kenapa keduanya terlihat akrab? Dan apa-apaan tatapan Alwar pada papah? Kenapa ia tidak memasang wajah takut lagi ketika berhadapan sama papah?

"Alwar yang memulai" suara tersebut membuyarkan lamunanku.

"Maksud kamu?" Nean tersenyum lalu merangkulku. "Ketika kita masuk ke ruang tamu, Alwar melihat kakeknya lalu dengan inisiatif sendiri mengambil tangan dan menciumnya" terang Nean.

"Gak mungkin An" ucapku dengan tawa renyah.

"Itu bagi kamu Ze. Tapi aku lihat sendiri tadi. Alwar bahkan lebih dulu mengajak papah kamu berbincang, yah walaupun papah kamu awalnya kaget dan masih canggung. Tapi lama-kelamaan papah kamu udah terbiasa kelihatannya" tunjukknya dengan dagu.

"Maa syaa allah" aku terharu melihatnya. Untuk pertama kalinya aku melihat papa tersenyum pada Alwar semenjak bercerai dengan Abidzar.

Dulu, ketika aku masih bersama Abidzar, papa sesekali masih mau menyapa Alwar. Aku membiarkan saja, toh dari awal aku tahu kalau sifat papa memang begitu. Dingin dan tidak tersentuh.

Kini, di depan sana. Di atas sopa ruang keluarga, Alwar duduk bersisian dengan papa. Mengobrol tanpa ada yang membuang muka seperti biasanya.

"Semoga ini menjadi awal yang baik yah Lin" usap mama pada lenganku.

"Iya mah. Semoga semuanya menjadi lebih baik. Semoga semua luka melebur dan rasa sakit menguap"

"Aamiin" jawab mama dan Nean secara bersamaan.

Hari ini, hari dimana dua keluarga saling bertemu untuk membicarakan kelanjutan hubunganku dengan Nean.

Kemarin, Nenek menghubungi dan mengatakan kalau papa memutuskan untuk mengadakan pertemuan hari ini. Nean menyambut dengan bahagia, begitu juga dengan keluarganya. Bahkan Om Rehan rela membatalkan pekerjaannya di luar kota demi memenuhi undangan papa.

Aku tidak tahu kenapa keluarga ini sangat baik padaku. Tidak pernah memperlakukan aku dengan buruk, tidak pernah mempermasalahkan hubunganku dengan Nean, apalagi mempermasalahkan status ku sebagai seorang janda.

Bahkan sampai saat ini, mereka tidak pernah mengungkit soal statusku tersebut. Tidak pernah menanyakan kenapa dahulu aku bercerai dengan Abidzar dan berakhir pada anaknya.

Aku diperlakukan bak anak kandung. Keluarganya juga menerima Alwar dengan suka cita, menyayangi Alwar seperti cucu sendiri. Kadang aku berpikir, bisa jadi mereka baik karena di ancam oleh Nean. Namun ketika aku mengatakan itu pada Nean, dia malah terpingkal, merasa geli dengan pertanyaan konyolku.

"Assalamualaikum"

Kedatangan Om Syam beserta istrinya, membuat acara pertemuan akan segera di mulai.

Semua orang duduk di ruang keluar, bersiap mendengarkan keputusan akan pernikahan kami nantinya.










Kayaknya bakal mendekati end, deh

Jangan lupa votenya yah 😊

Terima kasih

Nur 💚

BEKASKde žijí příběhy. Začni objevovat