Chapter 22

13.1K 1K 10
                                    

Akhirnya up juga 😁

Part kali ini agak random.

Aku gak tau kalian bakal suka atau tidak.

Silahkan membaca
_____________________________________

Kamu serius Lin?" Sarah membelalakkan matanya lebar-lebar. Tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Padahal wajahku sudah menyiratkan keseriusan.

"Mmm" anggukku. Malas menjawab panjang.

"Gila banget yah bapak kamu. Aku gak pernah nyangka kalau dia sampai segitunya sama kamu" aku hanya menggidikkan bahu. Aku saja tidak paham, apalagi Sarah yang notabenenya bukan siapa-siapa papa.

"Maaf banget yah nih Lin, maaf banget" aku mengernyit heran saat mendengar maafnya.

"Maaf buat apa?"

"Sebenarnya kamu ada masalah apa sih sama Om, sampai dia benci banget sama kamu?" Wajah Sarah terlihat pias saat menanyakan itu, terlihat sekali ia tidak enak.

"Enggak tau" jawabku seadanya.

"Aku serius tau Lin!" Deliknya.

"Aku juga serius Sarah" gemasku. "Aku juga gak tau kenapa papa benci banget sama aku"

"Yaudah gak usah dilanjut Lin" ucap Sarah tak enak. Ia menyentuh lenganku.

"Gapapa" aku tersenyum tipis. Mengingat-ingat kembali kilasan kenangan sedari aku kecil sampai saat ini.

"Sedari kecil, papa selalu saja dingin padaku. Tidak pernah mengajakku bermain dan bicara hanya seadanya saja. Aku yang masih kecil sering mencari perhatian padanya, namun yang aku dapat hanya bentakan dan tatapan tajam nan dingin" aku menghela napas, mencoba tetap tenang saat bercerita pada Sarah.

"Hingga saat SD, aku sadar kalau papa tidak pernah senyum ataupun tertawa padaku. Dari sana juga aku tau kalau papa tidak pernah senang jika bertemu denganku. Mulai saat itu aku menjadi pendiam, padahal sebelum-sebelumnya aku anak yang cukup aktif. Aku membatasi gerakku untuk berinteraksi dengan orang lain, menyibukkan diri untuk belajar dan belajar, siapa tau papa akan melihatku jika aku memiliki banyak prestasi. Namun sayang, harapanku tidak pernah tercapai" aku terkekeh miris mengingat betapa mengenaskannya aku dimasa lalu.

"Berkali-kali aku dapat juara olimpiade dan selalu mendapat peringkat pertama semasa sekolah, namun lagi-lagi papa tidak pernah peduli. Jarak kami semakin menjauh saja. Hingga aku mau lulus SMA, untuk pertama kalinya papa mengajakku bicara, dan hal itu membuat aku senang bukan kepalang" aku tersenyum mengingat momen dimana papa memanggilku dengan raut wajah bahagia yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.

"Namun jantungku hampir saja berhenti ketika mengetahui bahwa aku di jodohkan dengan anak temannya. Aku ingin menolak, namun melihat senyum yang tadinya terpatri diwajahnya hilang begitu saja saat aku mengatakan tidak mau, membuat hatiku mencelos, hingga pada akhirnya aku menyetujui saja. Aku tidak ingin senyum papa hilang kembali"

"Kamu kuat banget Lin, kalau aku diposisi kamu kayaknya gak bakalan bisa hidup sampai sekarang" Sarah menatapku sendu dan aku tidak suka tatapan itu.

Sejak dulu aku tidak suka dikasihani, aku benci tatapan iba padaku. Aku tidak lemah, aku kuat, bahkan sangat kuat. Buktinya aku bisa menjalani hidup sampai saat ini.

"Gak usah masang wajah sedih begitu, aku gak semenyedihkan itu kok"

"Ya Allah Lin...., kamu selalu saja begini. Gapapa kali kalau kamu mau nangis ataupun merasa lemah dihadapan aku, aku ini sahabat kamu lho" Sarah terlihat tidak suka dengan reaksiku.

"Aku gapapa kok" aku mengibaskan tangan. Inilah yang tidak aku sukai, sejak dulu aku tidak terlalu suka menceritakan masalah pribadi pada siapapun.

BEKASWhere stories live. Discover now