Chapter 18

11.7K 1.1K 16
                                    

Part kali ini gak panjang huhu

Lagi dapet hari pertama, jadi masih  uring-uringan

Ini aja baru beres ngetik langsung up

Semoga suka yah sama part ini

____________________________________





Ketika pintu operasi terbuka, aku langsung bergegas hendak menemui dokter, Abidzar juga langsung berdiri dari duduknya.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?"

"Bagaimana keadaan anak saya dok?"

Aku dan Abidzar secara bersamaan bertanya pada dokter perempuan yang masih cukup muda ketika ia keluar dari ruang operasi.

"Sabar yah, bapak ibu" ia tersenyum menatap kami berdua. "Kita bicara di ruangan saya saja" perintahnya.

"Biar ibu saja yang bicara sama dokter, kalian berdua ikut saja ke ruangan Alwar" lagi-lagi aku dan Abidzar mengangguk secara bersamaan.

Kami mengikuti perawat yang membawa Alwar ke dalam ruangan biasa. Jantungku berdetak kencang melihat kondisi Alwar yang tidak bisa di bilang baik-baik saja diatas brangkar.

Kepala belakangnya diperban, tangannya juga di bebat, siku dan juga kakinya terdapat banyak luka. Aku menutup mulut melihat keadaanya, pasti sakit sekali.

"Maafin mamah nak, mamah yang salah. Harusnya mamah menuruti permintaan kamu untuk tidak usah ikut bersama Oma" aku menciumi tangan kanannya yang tidak terluka. "Maaf nak"

"Alwar....." tangan Abidzar langsung aku tepis ketika ia akan mengelus kepala Alwar.

"Jangan sentuh anak saya" ucapku dengan tatapan tajam.

"Dia juga anak aku Lin"

"Aku tau, tapi aku tidak sudi kamu memegang anakku. Aku tidak mau dia terluka kembali" wajah sayu Abidzar kini berubah mengeras. Ia menatapku tajam, dadanya naik turun menahan amarah, aku sudah siap untuk menjawabnya kalau dia mau berdebat denganku.

Tapi diluar dugaan, dia memilih mundur. Duduk di sofa yang memang sudah disiapkan di dalam ruangan Alwar. Jelas saja sofa ada disini, mereka memasukkan Alwar di dalam ruangan VVIP.

"Aku mau balik ke perusahaan dulu. Mau mencari tahu penyebab Alwar bisa jatuh dari tangga" aku tidak berkutik sama sekali dengan apa yang ia katakan. Aku tidak ada niatan untuk membalas atau hanya untuk sekedar menatapnya saja.

Setelah pintu tertutup sempurna, aku bernafas lega. Malas sekali berada dalam satu ruangan bersamanya, ingin mengusir juga tidak tega, ia tetaplah ayahnya Alwar.

"Alwar bangun dong nak. Katanya kamu udah kangen sama mamah, pengen peluk mamah, tapi kok masih tidur aja? bangun dong..." aku membujuknya seakan Alwar hanya berputar-putar tidur.

Ceklek

Aku menoleh kearah pintu. Ibu Alwar muncul dengan tersenyum padaku, aku memilih membuang muka. Aku sudah terlanjur kecewa dengannya.

"Alwar sudah tidak apa-apa nak, ia tertidur karena pengaruh obat saja. Benturan di kepalanya juga tidak merusak apapun, Alwar hanya perlu di rawat hingga pulih" aku mengucapkan syukur di dalam hati. Bahagia rasanya mengetahui keadaan Alwar, meski tetap saja hatiku sakit melihat banyaknya luka di tubuhnya.

"Ibu minta maaf Zeline"

"Sudah lah bu. Tidak ada gunanya minta maaf, semua sudah terjadi. Alwar juga tidak akan lekas sembuh seperti semula hanya karena permintaan maaf ibu" aku bisa mendengar isakan ibu dari belakang, aku benar-benar tidak melihat dirinya saat berbicara.

"Maafkan ibu nak, ibu yang salah" aku berdesis di dalam hati mendengar permintaan maafnya lagi.

"Cukup sekali aku menitipkan Alwar pada kalian. Untuk kedepannya tidak akan pernah lagi"

"Tapi Zel..."

"CUKUP BU!" aku memutar tubuh lalu menatapnya nyalang. "Aku sudah terlanjur kecewa bu, aku sudah mempercayakan Alwar pada ibu, sudah menitipkannya dengan penuh yakin, ibu juga mengatakan akan menjaganya, lalu apa? apa bu!?" badanku bergetar menahan tangis.

Sebenarnya aku tidak tega membentaknya, ibu tidak salah. Tapi bagaimana lagi, aku terlanjur emosi, marah dam kecewa.

"Mah..."

Suara parau itu akhirnya menyadarkanku. Aku membalik badan, dan betapa kagetnya melihat Alwar yang sudah membuka matanya.

"Mamah disini nak" aku tersenyum, mengelus pipinya. "Ada yang sakit sayang?"

"Iya. Semua sakit mah" cicitnya.

"Nanti juga bakalan sembuh nak, sekarang Alwar harus banyak istirahat" Alwar mengangguk.

Air mataku luruh kembali melihat anakku berdesis kala tangannya bergesekan dengan selimut.

"Sakit banget yah nak?" Alwar mengangguk lagi. "Mama bantu tiup yah?" ia tersenyum lebar.

"Oma...."

"Iya nak?" ibu langsung datang ke samping ranjang Alwar. Menatap cucunya dengan tersenyum lembut, jangan lupakan air matanya yang sudah menggenang.

Aku menghembuskan nafas kasar.

"Habis dari sini, Alwar langsung pulang sama mamah aja yah. Alwar mau sama mamah" cicitnya pelan. Aku mengernyit bingung melihat wajah takut Alwar.

Ada apa ini?

Kenapa Alwar tiba-tiba terlihat gelisah saat melihat neneknya?

"Ta-tapi"

"Alwar mau sama mamah~" rengeknya dengan mata yang sudah berair.

"Iya sayang, kamu bakalan pulang ke rumah sama mamah. Jangan takut" aku memegang tangannya, Alwar tak kalah erat memegang tanganku.

Sebenarnya ada apa ini?

Aku menatap kearah ibu untuk meminta jawaban, namun melihat wajahnya yang syok mendengar penuturan Alwar, aku semakin mengerutkan dahi.

Banyak pertanyaan yang bersarang di otakku saat ini.
















Terima kasih

Nur 💚

BEKASWhere stories live. Discover now