27. Sehat Selalu

1.5K 292 23
                                    

Julian sungguh tidak akan memaafkan diri sendiri semisal sesuatu buruk menimpa Yusuf. Ia sudah keterlaluan dalam mencaci maki pemuda itu, mengata-ngatai uminya dengan begitu keji, dan jika Yusuf sampai betulan meninggalkan, Julian mungkin akan bersimpuh di kaki Umi Sinta. Memohon maaf sebesar-besarnya.

"Udah, gak usah nangis mulu, elah. Orang doi enggak kenapa-napa, kok." Dari sisi Julian, Estu kembali mengudarakan kalimat penenang. Pasalnya ia geli sendiri melihat Julian yang sejak datang hingga nyaris satu jam berlalu masih saja sesenggukan menangisi Yusuf. Padahal di ruang UGD, Yusuf sudah ditangani. Tidak ada cedera serius. Yusuf baik-baik saja.

Julian menyeka kasar air mata yang menggenang di pipi. Ia tak peduli meski sedari tadi orang-orang yang lalu lalang di depannya mengarahkan tatap iba, mungkin mereka mengira seseorang yang anak ini sayangi sedang terluka di ruang UGD sana. Well, tak salah juga, sih. Julian kan memang menyayangi Yusuf sedemikian dalam. Hanya saja terasa anomali menyaksikan Julian sampai sesenggukan karena seseorang. Julian lepas tangisnya di depan banyak orang pula. Tersedu-sedu. Estu kerepotan sendiri menenangkan kawannya itu.

Seperti bukan Julian sekali.

Bahkan Karin yang duduk di sisi lain Julian ikut merasa takjub. Sepanjang ia mengenal pemuda itu, selain Tante Riana, baru Yusuf saja yang Julian tangisi hingga napasnya terembus sedemikian payah. Namun, Karin rasa-rasanya dapat memaklumi. Tahu bahwa seorang Yusuf Aulian memang sebegitu berharga di hidup Julian.

"Udah, Al. Yusuf enggak apa-apa." Karin usap lembut lengan Julian.

"Mending lo ke dalam, Lian. Temuin Yusuf." Estu memperhatikan wajah Julian yang terdapat beberapa memar. Belum sempat ia obati karena Julian enggan beranjak dari kursi tunggu di depan ruang UGD ini. "Atau mau gue obatin dulu luka-luka lo? Yuk?"

Julian menggeleng, lantas ia usap wajahnya yang kusut masai. Suara ingus ditarik kuat-kuat terdengar. Estu dan Karin sontak mengernyit jijik.

"Mau lo atau gue dulu yang ke dalam?" tanya Karin. Ia juga sama cemasnya dengan Julian. Namun, gadis itu tak sampai menangis hebat. Malu soalnya.

"Gue," balas Julian, lirih.

Julian menghela napas panjang sebelum bangkit dan mengambil langkah gontai menuju ruangan di mana Yusuf terbaring. Estu langsung berpamitan kepada Karin untuk menemui sang abang, hendak menyampaikan kata terima kasih sebab sudah sudi datang membantu. Sedangkan gadis itu memilih tetap di tempat duduknya sambil menunggu giliran menemui Yusuf. Malam ini benar-benar seperti mimpi. Terasa begitu mengerikan sampai-sampai Karin ngeri sendiri saat mengingat kelakuan Rizal yang ternyata tak punya nurani. Begitu keji. Beruntung ia selamat, tetapi malang bagi Yusuf dan Julian yang harus keluar rumah tersebut dalam keadaan terluka.

Julian memasuki ruang UGD dengan langkah lemas. Ia sedikit menyibak tirai yang menyekat ranjang satu dengan ranjang lainnya. Dada pemuda itu yang semula terasa amat berat seketika lega kala menemukan Yusuf tertidur dalam posisi setengah menyandar pada kepala ranjang. Jarum infus menancap di punggung tangan kirinya. Pelan, Julian mendekat.

Mendengar samar-samar suara derap langkah, Yusuf pun membuka mata. Sunggingan senyumnya langsung tercipta tatkala sosok Julian terbingkai dalam pandangan. Yusuf bergerak lamban menegakkan punggung karena kepalanya terasa agak berat dan berdenyut sesekali. "Lo gapapa?"

Julian memejam sesaat, menahan kedongkolannya. "Gue gapapa."

Yusuf tak percaya. "Terus kenapa mata lo bengkak? Merah banget itu, Lian."

[✓] Y O U T H | Aesdream |Where stories live. Discover now