23. Berpulang

1.4K 269 30
                                    

Estu memacu langkah di koridor rumah sakit demi menyusul Julian yang setengah berlari di depannya. Mereka berdua menuju ruang ICU di mana Tante Riana dirawat. Tadi, Julian dikabari sang bibi jika mamanya mengalami penurunan kondisi. Kontan saja pemuda itu panik dan nyaris meninggalkan motornya di sekolah. Demi keselamatan bersama, Julian pun pergi dibonceng Estu. Sedangkan Juna menjemput Yusuf terlebih dulu sebelum menyusul ke rumah sakit.

Ketika sampai di depan ruang ICU, tubuh Julian langsung direngkuh bibinya. Wanita tersebut menangis tersedu-sedu sambil bergumam tidak jelas, tetapi ada satu kalimat yang Estu tangkap dan berhasil membuatnya terpaku; mamamu pulang, Nak.

Sesaat, waktu seolah melambatkan laju di sisi Estu. Bisa ia lihat ekspresi amat terluka di wajah Julian sebelum digantikan kemarahan. Julian lalu mendorong tubuh bibinya hingga nyaris terjerembap, beruntung Estu sigap menahan bahu beliau dengan tangannya yang sedikit gemetar.

"Ngomong apa, sih, Mbak?!" bentak Julian. Tatapannya menyorot bengis, kentara sekali tengah dikuasai emosi.

Estu bergeming, masih terperangkap rasa kaget. Dia hanya mampu menatap nanar kala bibi Julian menghampiri keponakannya seraya mengucap pelan kalimat penenang. Baru, ketika sang sahabat nyaris mendorong untuk kedua kalinya, Estu segera maju dan menahan dada Julian. "Ini rumah sakit, Lian! Sadar! Jangan bikin keributan!"

Sejatinya, Estu sadar betul bahwa Julian tidak akan sempat melihat sekeliling untuk menyadari kini mereka telah jadi pusat perhatian. Beruntungnya beberapa orang yang ada di sana tampak paham jika Julian tengah berduka. Berpasang-pasang mata itu malah menyorot hampa, seolah ikut tertular kesedihannya.

"Jangan bohong, Mbak! Mama gak ke mana-mana! Enggak!" Julian berteriak macam orang kesetanan, dan Estu mulai kewalahan menahan tubuh yang terus meronta minta dilepas itu. Sampai akhirnya Julian berhenti bergerak, tetapi raungannya mulai meloloskan diri. Ditahan-tahan, terdengar memilukan. "Mama ...."

Estu mengetatkan rahang kala rasa nyeri menghantam dadanya dengan amat kuat. Ditariknya tubuh gemetar Julian ke dalam dekapan, lantas dia berikan bahunya sebagai sandaran untuk sang sahabat menumpahkan tangisan. "Innalillahi," gumamnya.

"Diem, brengsek! Mama gue gak mati!"

Estu mengusap punggung kawannya seraya terus menggumamkan istighfar. Diarahkannya tatap nanar pada pintu berwarna biru langit di mana seseorang yang begitu berarti bagi Julian terbaring di dalamnya.

Ini nyata?

Ada harap tentang yang terjadi di detik ini merupakan mimpi, tetapi tidak peduli seberapa keras Estu berusaha bangun, raganya tak kunjung beralih dimensi. Dia dipaksa mengakui bahwa yang dipijaknya kini adalah realita. Kenyataan pahit yang pasti bakal meluluhlantakkan hidup sahabatnya.

"Tadi Mama nyuruh gue jalan-jalan karena beliau udah ngerasa baikan, jadi gak mungkin Mama tiba-tiba pergi. Mama gak akan setega itu ninggalin gue sendirian, 'kan, Tu?" Suara Julian mengudara amat lirih, menegaskan seberapa koyak perasaannya. Nyeri sekali, sesuatu di balik rongga dada pemuda itu seperti disayat-sayat ratusan bilah sembilu.

"Lian," bisik Estu. "Ke dalam, yuk."

"Janji dulu sama gue, Tu. Mama di dalam baik-baik aja. Iya, 'kan?"

Estu memejam erat-erat, tidak tahu harus merespons bagaimana. Namun, sebagai seseorang yang kini Julian sandari, dirinya tidak boleh lemah. Kendati keadaan tanpa belas kasih mencabik-cabik pertahanannya, Estu tidak diberi pilihan selain menjelma jadi manusia tangguh. Bahu pemuda itu harus lebih kokoh dari sebelumnya sebab sekarang harus menopang dunia Julian yang setengah luluh lantak.

[✓] Y O U T H | Aesdream |Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon