30. Sembuh, Ya?

1.6K 255 11
                                    

Juna itu misterius.

Estu baru menyadarinya sekarang. Ketika dia mengira telah khatam luar dalam tentang anak itu, ternyata banyak hal luput dari pengamatannya. Bahkan dengan perempuan mana Juna sedang dekat saja Estu tak tahu. Setahunya, cuma Nirmala yang bisa bikin Juna nyaman. Estu sempat mengira sang kawan menaruh rasa kepada Nirmala, tetapi melihat pesan barusan membuatnya bertanya-tanya sendiri; kalau beneran suka gak mungkin dijadiin saudara, 'kan?

Sepanjang mereka berteman, Juna tidak pernah sekalipun menyinggung nama seseorang yang disukainya. Yang naksir Juna banyak, beberapa gadis sampai rela buang urat malu untuk mengutarakan perasaan. Namun, semua berakhir sama; tertolak.

"Gue kira lo suka Lala," kata Estu.

"Gak," balas Juna.

"Gak salah maksudnya?"

"Gak juga."

"Ini ke mana, sih, arah obrolannya?"

"Gak tau."

"Udahlah, anjir. Males gue." Dengan begitu, Estu resmi menyerah dari mengorek informasi. Padahal dia penasaran setengah mati tentang apa yang sebenarnya sedang Juna pikirkan. Perihal adopsi dan Nirmala. Maksudnya apa? Estu betulan kepo!

Estu kini duduk pada kursi di samping ranjang Juna. Menunduk khidmat, dua sikunya menyandar ke tepian kasur. Dia sibuk mengetik sesuatu untuk Gista, hendak memberitahu tentang betapa menyebalkannya Juna. Demi Tuhan, sang sahabat benar-benar tidak kooperatif saat ditanya. Menjawab sekenanya. Padahal dia butuh tahu tentang perasaan Juna pada Nirmala.

Si pasien hanya memaku pandang pada puncak kepala Estu. Kondisinya lemah, tetapi sekarang jauh lebih baik daripada tadi siang. Ketika dilihatnya Estu senyum-senyum persis orang kurang waras, Juna segera merebut ponsel dari genggaman temannya.

"Balikin, eh!"

Disembunyikannya ponsel itu ke belakang tubuh, lantas Juna arahkan tatapan datar kepada Estu. "Lo datang-datang langsung interogasi gue, gak nanya kabar atau basa-basi, terus sekarang malah sibuk sama hp. Ke sini itu sebenarnya mau ngapain? Kalau numpang tidur doang mah mending balik, sana. Dasar gak guna lo, sat."

Estu terdiam. Fokusnya terbelah antara pesan Gista dan perkataan Juna. Rasa kesal akibat tidak menemukan kejelasan soal adopsi mendadak lenyap kala mata sayu Juna ditatapnya lamat-lamat. Benar, kenapa Estu datang dan menanyakan hal tidak penting? Kenapa sampai lupa bahwa kini sahabatnya sedang tidak baik-baik saja? Kawan macam apa dirinya ini?

"Oke, maaf. Lo ... fine, 'kan?"

"Tolol! Gak lihat infusan ini?" Juna mengangkat tangannya yang ditanami jarum infus. Dihadapkan ke dekat wajah Estu sambil misuh-misuh. "Gue sakit. Gimana bisa dengan tololnya lo kasih gue pertanyaan kayak gitu?"

Kena semprot berkali-kali membuat Estu melongo macam orang dungu. Tangannya bergerak menggaruk tengkuk, mendadak jadi tolol sungguhan. "Ya jangan marah."

"Siapa yang marah?!" Alis Juna menukik. "Gue cuma nanya!"

"Ya Allah ...." Estu berkata sambil pasang tampang melas. Menghadapi Juna yang aktif mode galaknya bukanlah perkara gampang. Serba salah. Gerak sedikit saja rasanya seperti melakukan tindak kriminal tak termaafkan. "Gak marah, cuma nyolot dikit aja, 'kan? Iya, gak apa-apa."

Setelah menatap datar Estu sebentar, tubuh yang dibalut baju tidur bergambar Moomin itu pun bergerak miring ke kanan dan membelakangi temannya. Dia merajuk total. Jika sedang sakit, Juna memang akan menunjukkan sisi manjanya. Sisi lain yang membuat Estu tercengang kala pertama kali melihatnya. Jelas saja, sosok Juna yang galak ampun-ampunan bisa sekonyong-konyong jadi sensitif sekali saat tidak enak badan, dan jujur saja itu menggemaskan di mata Estu.

[✓] Y O U T H | Aesdream |Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin