2. Julian and His Problem

3.4K 481 67
                                    

Masa SMA katanya adalah masa paling indah. Mungkin karena identik dengan berbagai kisah romansa anak muda. Namun, bagi Estu yang kehidupan asmaranya sedatar talenan Bunda Sari di rumah, masa ini jadi terkesan amat berharga sebab ia memiliki kawan-kawan yang menyenangkan. Lagi pula, untuk bahagia tidak melulu harus berurusan dengan cinta-cintaan.

Meski begitu, Estu tidak luput dari serangan virus merah jambu. Pemuda itu juga jatuh cinta, tetapi bukan pada salah satu siswi di sekolahnya, melainkan pada perempuan manis penghuni kostan merah jambu. Gista, nama gebetan Estu yang kelewat cantik itu. Gista adalah mahasiswi semester dua jurusan psikologi. Berkuliah di kampus yang sama dengan Malik. Mungkin ini yang dinamakan magis cinta, menyihir Estu sampai menyukai Gista sedemikian dalam kendati tahu usia perempuan itu satu tahun lebih matang darinya.

Di mata Estu, Gista adalah sosok sempurna. Hati dan parasnya sama-sama memesona. Cara gadis itu berpikir sangat mengagumkan. Lembut tetapi lugas, serta punya kemampuan memahami orang lain dengan baik. Skill terakhir mungkin didapatkannya dari kuliah psikologi.

Estu melepas rangkulannya pada bahu Juna sebelum menempatkan bokong di kursi kantin. Di seberang meja ada Yusuf terduduk manis sembari melayangkan senyuman. Sementara di sebelahnya tampak Julian yang menenggelamkan wajah pada lipatan tangan di atas meja. Ditilik dari gelagatnya, suasana hati Julian kemungkinan sedang tidak bagus.

"Assalamualaikum! Weh! Jagoan kita kenapa, nih?" Estu bertanya setelah menitip pesanan pada Juna yang kini hengkang menuju warung nasi goreng.

"Ngantuk berat. Dia abis begadang sampe Subuh," balas Yusuf, lalu menyuap sesendok nasi putih dengan bubuhan bawang goreng di atasnya.

Estu mengernyit, lantas menatap puncak kepala Julian dengan sorot penasaran. "Perasaan semalam jam sepuluh juga dia udah molor, dah."

"Semalam, pas lo udah balik, umi gue nelepon. Ngasih tau kalau Tante Riana kambuh hipertensinya. Julian begadang jagain beliau, terus gue ke apotek cari obat. Agak kacau, sih, tadi malam," jelas Yusuf. Diliriknya sekilas Julian yang tampaknya ketiduran.

"Duh, sohib gue berbakti banget sama orang tua." Estu mengulurkan tangan untuk menjangkau kepala Julian, dielusnya lembut rambut sang sahabat yang agak berantakan. Estu menatap bangga sosok tersebut, si bajingan itu memang akan menjelma jadi manusia paling sungguh-sungguh sedunia jika sudah mengurusi perihal mamanya. Kepada Tante Riana, Julian begitu pol-polan menyayangi, Estu salut sekali. "Harusnya lo absen aja, Lian. Kasian nyokap lo sendirian di rumah."

"Ada umi gue yang jagain. Insyaa Allah enggak apa-apa ditinggal Julian sekolah sebentar." Yusuf telah selesai menyantap sarapannya, sementara Juna baru saja kembali dengan nampan berisi dua piring nasi goreng.

Selepas mengucap terima kasih pada Juna yang dibalas lirikan jutek oleh pemuda itu, Estu lantas memakan sarapannya. Di sebelahnya, Juna juga melakukan hal yang sama. Keempat dari mereka kini kompak diam dan larut dalam urusan masing-masing. Sampai kemudian huru-hara terjadi. Kepala Julian tiba-tiba diguyur segelas es teh oleh seseorang yang hendak lewat. Tidak ada angin tidak ada hujan, tanpa alasan yang jelas, orang itu tahu-tahu mencari gara-gara.

"Gak sengaja," kata pemuda dengan name tag Dani yang kini berdiri di samping meja Estu dan kawan-kawan. Wajah siswa tersebut tidak sedikit pun menampilkan raut bersalah, seolah menegaskan tindakannya barusan merupakan sebuah kesengajaan.

Senyap sempat menguasai seisi kantin kala bunyi gelas pecah menggema hingga ke sudut ruangan. Sekarang semua mata terfokus ke meja Estu. Beberapa mulai saling bisik, sedangkan yang lainnya masih dipeluk kekagetan. Setelah berhasil menguasai keterkejutannya, Estu jadi yang paling pertama bereaksi. Dia beringsut bangkit, kemudian tanpa ragu mendorong dada Dani hingga pemuda itu mundur beberapa langkah dan membentur meja di belakangnya.

[✓] Y O U T H | Aesdream |Where stories live. Discover now