Ghea 9 || Kamar Baru

5.9K 465 5
                                    

"Dia Abang pertamamu, Bima." Ghea menganggukkan kepalanya. Ternyata keluarganya di sini sangat tampan-tampan. Bisa dibilang ketampanannya di atas rata-rata.

"Dia Abang kedua Ghe?" Tanya Ghea sambil menunjuk foto keluarga. Renal menganggukkan kepalanya.

"Iya, dia Bang Abim. Abang kedua," ucap Renal menjelaskan.

"Trus dia siapa bang? Kok dia ada di foto ini sih? Kan dia bukan anak Momy," ucap Ghea pada Renal sambil menunjuk seorang laki-laki yang berada di samping Bima. Renal menatap Ghea malas.

"Lo gitu banget sih sama Abang lo sendiri," ucap Renal. Ghea tertawa pelan.

"Engga bang, Ghea cuma bercanda kali. Jangan dimasukkin hati bang. Tapi, kalau lo kau sih gapapa." Renal menepuk pelan kepala Ghea.

"Makin lama, lo makin aneh ya. Pingin gue buang lo Ghe ke selokan lama-lama," ucap Renal sambil mencubit pelan pipi Ghea.

"Abang ish, lepas. Ya kali bang gue cantik-cantik gini mau di buang ke selokan. Mending di buang ke cogan aja, langsung gas deh." Renal yang masi gemas pun langsung mencubit pipi Ghea dengan keras.

"Aaa, Abang sakit. Abang lepas," ucap Ghea sambil menepuk-nepuk tangan Renal yang mencubit pipinya.

"Lagian lama-lama gue gemes sama lo. Pengen gue makan lo lama-lama," ucap Renal sambil melepaskan cubitan di pipi Ghea. Ghea menggerutu pelan. Untung saja dia Abangnya, kalau bukan Abangnya ia pastikan akan ia tonjok.

"Emang Lo kira gue bakpao?" Tanya Ghea kesal. Ia kembali kepada foto di depannya tadi.

"Dia saudara gue Bang?" Tanya Ghea sambil menunjuk perempuan yang sedang dirangkul oleh Momynya. Renal menganggukkan kepalanya.

"Dia cantik ya," ucap Ghea sambil tersenyum. Renal mengangguk setuju dengan ucapan Ghea. Saudara kembar adeknya memang cantik, tapi Ghea juga tak kalah cantik.

"Dia mah cantik, ga kaya lo burik. Liat deh," ucap Renal sambil membandingkan saudaranya itu dengannya. Ghea mendengus pelan.

"Bodo, yang penting masi cantikan gue. Lagian gue juga cantik," ucap Ghea sombong sambil mengibaskan rambutnya.

"Hilih, cantikan juga saudara lo Ghe kemana-mana."

"Dih, mana ada kaya gitu. Cantikan gue Fiks no debat. Yang debat anaknya orang gila," ucap Ghea.

"Dih, berarti lo ngejek Momy sama Dady orgil dong?" Tanya Renal. Ghea yang kesal dengan Renal langsung menepuk lengannya.

"Ya ga gitu juga miskah. Lama-lama gue emosi bang sama lo," ucap Ghea kesal.

"Miskah-miskah, Lo kira gue Marsha and The Bear. Pake manggil miskah-miskah," ucap Renal.

"Iya lo Marsha, suka gangguin si beruang. Kan dia sama kaya lo yang suka gangguin gue," ucap Ghea. Renal memutarkan bola matanya malas.

"Mana ada Ghe, gue tu ya ga pernah gangguin lo. Yang ada lo tu yang ganguin gue," ucap Renal.

"Bang, udahlah gausah debat. Kita udah lima belas menit loh berdiri. Kaki gue pegel bang," ucap Ghea sambil menggerakkan kakinya.

"Lagian lo sih, ngapain coba berhenti di sini."

"Kan gue cuma kepo doang bang," ucap Ghea.

"Yaudah terserah lo," ucap Renal dan meninggalkan Ghea bersama barang-barang Ghea.

"Bang, Lo ga ada niatan mau bantuin bawaiin nih?" Tanya Ghea.

"Ga," balas Renal. Dengan kesal Ghea membawa barang-barangnya. Huh, nasib sekali memiliki Abang yang sangat-sangat menyebalkan.

***

"Abang, ini kamar gue yang mana?" Tanya Ghea saat Renal tidak memberitahu kamarnya. Renal menghela nafas. Ia lupa kalau adiknya ini tidak tahu yang mana letak kamarnya.

"Kamar lo samping kamar gue." Ghea menganggukkan kepalanya dan mengikuti Renal di belakang, persis seperti anak ayam yang mengikuti induk ayam.

"Nah ini kamar lo," ucap Renal pada Ghea. Ghea menganggukkan kepalanya. Akhirnya ia bisa istirahat juga.

"Makasih," ucap Ghea. Renal memberikan jempolnya untuk membalas perkataan Ghea.

"Eh iya, kalau ada apa-apa bilang aja. Kamar gue di samping lo," ucap Renal sambil menoleh kearah kamar miliknya. Ghea menganggukkan kepalanya.

"Iya."

"Yaudah sana masuk gih," ucap Renal.

"Iya," ucap Ghea dan segera memasuki kamar yang akan di tempati. Saat masuk ke kamarnya ia tersenyum. Setidaknya Agheya ini anak yang netral. Bukan netral sih, lebih tepatnya mononton. Dinding yang berwarna abu-abu, hingga pernak pernik yang berwana gelap. Sepertinya di sini tidak ada benda lain yang berwana terang selain lampu.

"Ghea, lo ada masalah hidup apa sih. Sampe kamar lo aja hampir kaya kamar cowo? Kenapa juga dindingnya harus warna abu-abu, kaya warna orang yang Langi frustasi aja." Ghea sering membaca cerita. Kebanyakan tokoh di cerita fiksi, mereka yang memiliki banyak masalah kebanyakan dindingnya berwarna gelap. Ghea juga belum mengerti kenapa mereka semua memilih Didin gelap dari pada berwarna.

"Untung aja Ghe kamar lo rapi. Coba aja kalau kamar lo berantakan kaya kamar cowo? Ish ... Ish ... Ish," ucap Ghea sambil menggelengkan kepalanya.  Cukup dinding saja yang seperti kamar cowo, jika sampai semuanya sama. Ghea tidak dapat membayangkan. Tapi Ghea tahu, kalau kamar laki-laki juga tidak semuanya berantakan.

Ghea berjalan menuju ke meja belajar. Ia meletakkan barang-barangnya di bawah. Ia melihat buku-buku pelajaran Ghea yang tertata rapi. Ia mencari-cari buku diary milik Ghea. Siapa tau saja Ghea memiliki buku diary.











Haii semuaaa.
Selamat malam.
Jangan lupa votmen yaaa.
Makasih juga yang udah votmen, lopyu sekebon.

Makasih juga yang udah votmen, lopyu sekebon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ghea ✓ || Proses RevisiWhere stories live. Discover now