LM - Bagian 58

605 107 0
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Masih memastikan sesuatu, jadi jangan menggangguku."

---Last Mission---

Vena tidak kecewa, tapi sedang memastikan. Oleh sebab itu dia menjauhkan diri dari Nabila. Sebenarnya, ia tak terlalu yakin dengan spekulasinya kalau Nabilalah dalang dari semua ini.

Tapi ia akan tetap menjaga jarak demi menjaga keamanannya dan juga orang sekitarnya.

"Vena!" Vena menoleh sekilas pada sosok yang berdiri di sampingnya sambil mengumbar senyum lebar.

Dadanya terasa sesak melihat senyuman itu. Apalagi jika mengingat kalau Nabila adalah salah satu tersangkanya.

Bukannya menjawab, Vena malah terus berjalan dan menganggap tidak ada siapapun di sebelahnya. "Ven, udah 3 hari loh." Alis Vena saling menaut, karena bingung. "Gua mau ngomong sesuatu-"

"Nanti aja. Gua sibuk." Vena langsung pergi meninggalkan Nabila yang mematung di tempatnya. Tanpa disangka, pipi gadis itu mulai dibanjiri air mata.

Entah apa salahnya, sehingga Vena membentuk sebuah tembok besar di antara keduanya. Sudah 3 hari sejak Vena pindah dan duduk bersama Daniel, dan tak sedikitpun gadis itu menoleh dan berbicara padanya.

Sesak. Cuma itu yang dia rasakan.

Vena yang sudah seperti kakaknya malah menjauhinya. Rasanya, ia seperti kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya.

"Salah gua apa?" Ia mengusap kasar air mata yang tak berhenti turun. Bola matanya masih berair walau tangisnya tidak sampai pecah.

Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya, membuat ia kaget dan langsung berbalik. Niat hati ingin melancarkan satu pukulan, namun langsung urung saat yang menepuk pundaknya adalah Geri.

Kepala laki-laki itu miring ke kanan, membuatnya terlihat lucu. "Lo abis nangis?" Nabila segera menggeleng lalu menghapus jejak air matanya.

"Enggak. Ini karna terharu." Alis Geri saling menaut. Apa yang membuat gadis itu terharu? Koridor sepi ini membuatnya terharu gitu? "Gua terharu sama tong sampah ini," lanjutnya.

Bukannya paham, Geri semakin bingung. "Walau dijadikan tempat sampah, mereka gak pernah sakit hati dan memilih buat balas dendam. Walau dianggap kotor, mereka tidak pernah marah atau membenci manusia. Walau ditinggal begitu saja, mereka tak pernah melupakan ... siapa diri mereka sebenarnya."

"Karena itu adalah takdir mereka."

Geri tertegun mendengar penuturan Nabila. Entah kenapa ia merasa kata-kata itu tertuju padanya.

Second Chance: Last Mission (End)Where stories live. Discover now