LM - Bagian 27

663 114 74
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Aku khawatir karena aku menyayangimu. Jadi, jangan membuatku khawatir agar rasa sayangku bisa berkurang." -Vena.

---Last Mission---
______________________________

Ruangan itu terlihat sangat kacau. Barang-barang berserakan di lantai, bahkan ada beberapa yang pecah.

Seorang gadis tengah meringkuk di sudut ruangan dengan kaki yang berdarah. Rambutnya acak-acakan, matanya sembab akibat menangis.

Ia mendongak perlahan, menatap mahkluk yang tengah berdiri di hadapannya. Napasnya langsung berderu tak beraturan saat melihat wajah mengerikan itu.

"Apa mau lo?" Nabila—gadis yang meringkuk di sudut ruangan—bertanya sambil menatap lekat wajah makhluk itu. Mungkin, orang yang melihat ini akan menganggap ia gila, karena berbicara pada angin. Padahal, ia tengah berbicara dengan arwah seseorang yang masih menyimpan dendam pada dunia.

Makhluk—atau bisa dibilang arwah—itu tak bersuara sedikitpun. Nabila mencoba memberanikan diri. Ia bangkit dengan kaki yang berdarah akibat goresan kaca yang pecah.

"Lo mau apa? Kenapa ganggu gua terus hah?!" Keadaan mereka hening. Mahkluk itu tak kunjung bersuara.

"Lo mau apa dari gua HAH?!" Nabila berteriak histeris sambil menarik-narik rambutnya. Air matanya pun turut mengalir di pipi. "Gua pengen hidup normal, Van! Plis, jangan ganggu gua."

Suara Nabila perlahan melemah. Ia menatap mahkluk di depannya dengan tatapan memohon. "Lo udah mati, Van. Kenapa masih berkeliaran ngeganggu kehidupan gua?"

Mahkluk itu tak kunjung membuka suara. "IVANA!" Nabila berteriak histeris ketika arwah Ivana tak kunjung menjawab pertanyaannya. Ya, makhluk astral itu adalah Ivana, teman Winda. Ivana, gadis yang pernah mendapat pernyataan cinta dari Geri.

"Pembunuh! Tangkap pembunuh itu!"

Kepala Nabila mendongak kala jiwa Ivana mulai mengeluarkan suara. "Cerita sama gua, Van. Apa yang lo tahu? Gua bakal bantu nangkap pembunuh itu." Nabila langsung mendekatkan diri pada jiwa Ivana.

"Tangkap pembunuh itu!!" Jiwa Ivana berteriak histeris. Ia menatap nyalang pada Nabila yang juga menatapnya.

"Apa yang lo tahu soal pembunuh itu, Van?" Nabila bertanya dengan suara seraknya. Air matanya sudah berhenti mengalir, namun matanya malah membengkak. "Lo tahu wajahnya? Bilang, Van!"

Ivana menggeleng. "Gua gak tahu wajahnya, tapi gua hapal wanginya!" Tatapan Ivana beralih pada Nabila. "Tangkap dia!"

Dengan susah payah Nabila menelan salivanya sendiri. Tatapan mata Ivana cukup membuatnya merasa tertekan. "Kalau lo gak tahu wajahnya ... itu bakal sulit, Van."

Second Chance: Last Mission (End)Where stories live. Discover now