Bagian Tiga Puluh Tujuh

20.3K 2.5K 98
                                    

• A Y N A •

Langit tempat kami bernaung kembali bersih dari gumpalan awan hitam setelah puas menumpahkan semua air yang tak lagi mampu ditanggungnya sore itu. Mobil Matt yang mas Kale kendarai akhirnya terparkir di halaman sebuah kastil tua setelah dua puluh menit menyusuri jalanan ber-landscape laut disisi kanan jalan.

Kami tak saling bersuara sejak aku memutuskan masuk ke dalam mobil beberapa saat lalu, aku yang terlalu canggung dan tidak tau harus membicarakan apa sementara mas Kale juga tampaknya tidak berminat untuk membuka suara, alhasil membuat dua puluh menit yang kami habiskan diperjalanan berlalu dengan awkward.

Aku masih fokus mengedarkan pandangan dari balik jendela kaca saat pria disebelahku ini sudah melepas sabuk pengamannya dan bersiap untuk turun dari mobil.
"Ayo." Katanya.

"Kita mau ngapain kesini." Aku menatapnya sangsi. Bukan apa, kastil ini terlihat begitu tua dan tidak ada seorangpun yang terlihat berlalu lalang untuk disebut sebagai tempat wisata. Aura magisnya kian kental terasa karena lumut-lumut yang tumbuh subur di beberapa bagian dinding kastil.

"Makanya ayo turun biar tau." Ia tersenyum tipis kemudian membuka pintu mobil.

Mas Kale memutari mobil dari sisi depan lalu berdiri di depan pintu penumpang dan membukanya lebar untukku.
"Ayo, Princess." Katanya lagi.

Dia pasti bisa melihat jelas ragu di wajahku. Seandainya dia tau betapa aku sangat membenci caranya memanggilku 'princess' karena itu membuatku harus bersusah payah menyembunyikan senyum.

"Kita mau ngapain sih kesini. Bukannya tadi mau ke ferry port ya. Tempatnya serem gini."
Bulu-bulu halus di tengkukku sudah meremang.

Mas Kale tersenyum maklum. "Nggak akan ada hantu Ayna, janji."

"Dracula?"

Ia tertawa sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. Alhasil bukan hanya bulu-bulu halus di tengkukku saja yang meremang, jantungku pun terasa ingin melompat dari tempatnya sekarang.

"Nggak akan ada dracula, Ay. Kalaupun ada aku janji bakal rontokin giginya biar nggak bisa gigit kamu. You're safe with me."

Dari jarak sedekat ini aku bisa merasakan betapa harum parfum maskulinnya menggoda penciumanku. Membuat sebagian warasku beterbangan entah kemana.

Klik. Sabuk pengamanku terlepas.

"Ayo. Mau turun sendiri atau aku gendong."

Mataku berkedip-kedip sesaat lalu kuhela nafas yang tanpa sadar tertahan sejak tadi.

"Apa sih." Kataku. Berusaha mempertahankan nada ketus—dan harga diriku tentu saja.

Mas Kale tertawa terbahak-bahak saat aku sudah berdiri di hadapannya.

"Ngapain ketawa. Nggak ada yang lucu tuh."

"Ada. Kamu lucu, apalagi kalau lagi blushing gini."  Tangannya mencubit pipiku gemas.

Kutampar punggung tangannya. "Sakit!"

"Cute banget sih."

"Kalau kamu ngajak aku kesini cuma buat ngomong nggak penting kayak gini, mendingan kita balik aja deh Mas."

Gelak tawanya mulai surut. "Iya iya. Jangan ngambek dong."

Kemudian sambil bersungut-sungut aku mengikuti langkah kakinya menyusuri jalanan berumput menuju sisi belakang kastil. Melewati pohon-pohon yang tinggi menjulang dan tanah yang basah karena tersiram air hujan beberapa waktu lalu sampai akhirnya langkah kaki pria atletis dihadapanku ini berhenti.

Quarter Life CriShit [TAMAT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن