Bagian Duabelas

25.2K 3.2K 81
                                    

- K A L E -

Tubuhku tersentak saat kudengar seseorang mengetuk kaca jendela mobilku beberapa kali. Mataku mengerjab, seorang gadis yang tengah sibuk membetulkan rambut hitamnya yang menjuntai masih berdiri disana.

Begitu kunci terbuka ia segera mengitari mobil dan langsung masuk dari pintu sebelah kiri. Aroma parfumnya yang manis langsung menyeruak tepat saat ia  mendaratkan tubuhnya disebelahku.

"Hai. Udah lama ya?" Ucapnya seraya tersenyum canggung.

Aku hanya mampu menjawab dengan gelengan. Ia tersenyum lagi, kali ini lebih manis.
"Enggak—tapi kok muka kamu keliatan abis tidur nyenyak banget Mas?"

"Saya nggak tidur. Cuma merem sebentar."

Kudengar suara kekehan kecil darinya. Membuat perasaanku menjadi ringan.

"Udah sampai di hotel kenapa nggak check-in aja sih. Malah tidur di parkiran."

"Ya kan tujuan saya ke hotel bukan buat nginap Ay."

Ia menanggalkan kacamata yang sejak tadi bertengger di hidungnya. "Oh ya? Ada meeting di sini?"

"Bukan juga."

Kedua alisnya bertaut. Mimik wajahnya seolah menuntut penjelasan.

"Saya baru nemuin Wanda."

Ia hanya merespon dengan oh dan anggukan-anggukan kecil.

"Hampir lupa. Ini Mas, aku cuma mau ngembaliin ini. Maaf ya aku baru sempat ngembaliin sekarang." Ia menyodorkan paper bag putih yang ia bawa.

Aku mengernyit. "Kenapa dikembalikan Ay? Ini memang buat kamu."

"Iya, tapi aku nggak bisa terima ini."

"Kenapa? Apa masalahnya?"

Ia menggeleng. Kepalanya sedikit tertunduk. "Aku cuma nggak mau berurusan sama kamu dan pacar kamu lagi Mas."

Jantungku seperti tertohok benda tumpul tak kasat mata. Kenapa rasanya bahkan lebih sakit daripada melihat Wanda dan pria lain bercumbu dihadapanku.

Shit! Aku jadi teringat lagi alasan mengapa aku masih berada di sini.
Jika bukan karena notifikasi transaksi dari kartu kredit yang kuberikan pada Wanda, mungkin aku tidak akan tau kalau dia menggunakan kartu itu untuk check-in dengan pria lain di hotel ini.

"Saya nggak bisa terima barang yang sudah saya berikan Ay."

Ia menatapku. "Terserah mau kamu apakan. Mau dibuang juga boleh. Tapi saya nggak mau barang itu ada dihadapan saya lagi."

Ayna masih tertegun. "Saya kasih ini ke kamu karena saya mau. Demi kedamaian hati saya yang terus-menerus dihantui rasa bersalah sama kamu Ay. Saya nggak mau lagi berurusan dengan itu."

Kami berdua kembali terdiam, masih di dalam mobil di parkiran hotel bintang 5 di kota Semarang. Sesekali jemarinya mengetuk-ngetuk tas hitam dipangkuannya.

"Kamu sama siapa kesini?" Tanyaku akhirnya setelah lama saling terdiam.

"Sama Litani Mas."

"Temen kamu yang di mall waktu itu?"

Ia mengangguk. "Kamu kesini bukan cuma buat ngembaliin ini kan Ay?"

Ia menggeleng cepat. "Enggak kok. Kebetulan memang ada urusan disini juga. Terus waktu Mas bilang lagi ada di Semarang, aku pikir ya sekalian aja."

Aku mengangguk pelan. "Terus kamu nginap dimana?"

Belum sempat pertanyaanku terjawab, kedua bola matanya sudah membulat sempurna dan...

Quarter Life CriShit [TAMAT]Onde histórias criam vida. Descubra agora