Bagian Dua Puluh Tujuh

19.7K 2.5K 160
                                    

A Y N A

Gadis bergaun putih polos itu berjalan cepat di lorong rumah sakit sambil melambai-lambaikan tangannya di udara. Ada papper bag yang cukup besar yang ia tenteng di tangan kirinya.

"Ay maaf banget ya gue baru sempat jenguk Bunda." Litani menuntunku untuk duduk di bangku besi di depan ruang ICU.

"Nggak papa Tan, ngerti gue lo lagi sibuk banget."

"Iya nih. Ngomong-ngomong Lalita udah kesini?"

Aku menggeleng. "Emang nggak gue bolehin. Kasihan, perutnya udah makin besar."

"Iya sih. Baru ambil cuti melahirkan dia btw, padahal udah masuk trimester akhir."

Aku mengangguk miris. "Dia kenapa sih ngoyo banget. Padahal udah dari beberapa bulan lalu loh gue saranin ambil cuti. Nggak tega gue liat dia yang udah kesusahan jalan masih maksa kerja gitu."

"Perusahaan tempat Lalita itu susah Ay ambil cuti kalau nggak mendekati tanggal melahirkan. Lagian ya dia pasti butuh dana tambahan lah buat biaya lahirannya. Padahal udah gue bilang, kami sekeluarga siap bantu."

Dahiku mengernyit. "Lah kan ada suaminya. Emangnya suaminya nggak kerja?"

Litani diam sesaat lalu menggeleng. "Udah enggak. Udah dari beberapa bulan lalu kena PHK."

"Kok Lalita nggak pernah cerita sama gue sih Tan."

"Lo kayak nggak tau Lalita aja sih Ay. Kakak gue itu mana mau sih cerita masalah rumah tangganya sama orang lain. Sama gue yang jelas-jelas adiknya aja dia nggak mau cerita."

Lalu kami sama-sama terdiam. Hanya suara-suara notifikasi handphoneku dan Litani  yang terdengar saling bersahutan.

"By the way, lo dari mana sih bawa-bawa papper bag segede gini?"

Litani menatapku bingung. "Dari luar kota. Acara seminar dari kampus, biasalah."

"Eh Ay, gue lihat Bunda kedalam dulu ya. Abis itu kita ngeteh di kantin gimana? Gue udah kangen pengen gosip-gosip cantik sama lo." Ia mengedip-ngedipkan matanya.

"Iya.. yaudah buruan masuk deh."

"Bunda sendiri?"

"Enggak. Ada Dikta kok di dalam."

Litani mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan bunda setelah mengganti bajunya dengan pakaian steril.

***

"Jadi lo sama si Dylan Sprouse kw gimana ceritanya?"

Litani mencondongkan tubuhnya ke arahku, bertumpu dagu sambil mengedipkan matanya genit.

"Dylan Sprouse darimananya coba."

"Ay, lo nggak boleh denial dong. Harus mengakui kalau dia itu memang ganteng banget kayak Dylan Sprouse. Yang ini Dylan Sprouse versi brewokan."

Iya sih, aku harus mengakui kalau wajah mas Kale nggak seperti pria lokal kebanyakan. Tapi kalau dibilang mirip Dylan Sprouse rasanya terlalu berlebihan.
Ngomong-ngomong soal mas Kale, ini sudah hari kedua bunda dirawat dirumah sakit tapi dia belum juga datang menjenguk, mengirimiku pesan juga belum. Apa dia sesibuk itu. Dia nggak mungkin mengingkari janjinya kan?

Quarter Life CriShit [TAMAT]Where stories live. Discover now