Tindakan Vancia mengundang tawa Valetta, ada-ada saja Mamanya kalau jatuh cinta.

Selang beberapa menit, Ara turun ke bawah dengan pakaian yang sudah disiapkan oleh Vancia. Ara terlihat lebih dewasa dari sifat kekanak-kanakannya yang biasa. Mungkin karena pakaiannya hari ini.

"Wah, anak Mama yang paling bungsu udah dewasa sekarang," ujar Vancia semangat.

Ara tersenyum. Jantungnya berdebar cepat saat menatap Vancia. "Makasih, Ma," gumam Ara.

Vancia mencubit gemas kedua pipi Ara. Untuk beberapa detik Ara terdiam kaku, lalu ia tertawa geli.

Valetta menghela napas panjang. Tadi sebuah kecurigaan tiba-tiba menghampirinya karena hari ini Valetta merasa ada yang berbeda dari Ara. Tapi melihat tawa Ara sekarang, rasa curiga Valetta pun sirna.

Vancia menarik lengan Ara, membawa Ara menuju meja makan untuk memulai sarapan.

"Hari ini kita sarapannya bertiga aja, soalnya Papa kalian harus berangkat pagi, bes—"

BRAK!

Ara, Vancia dan Valetta menoleh ke arah pintu. Aiden terlihat ngos-ngosan seperti baru saja berlari entah berapa meter.

"Eh? Kok kamu pulang lagi?"

"Eh... Aku dibolehin pulang, buat sarapan. Soalnya lagi kosong juga, cuman isi kehadiran..." Aiden menjawab sembari berusaha menormalkan napasnya.

Vancia tersenyum. Tau kalau Aiden pasti sengaja balik hanya untuk sarapan dengan anak-anak.

"Ya udah, sini duduk, kita makan." Vancia menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.

Aiden melangkah menuju meja makan. "Ayo kita mulai sarapan."

Valetta menatap Aiden penuh arti, lalu buang muka untuk menyembunyikan senyuman. Kalau diperhatikan lagi, tingkah Aiden ini lucu.

Sedangkan Ara memperhatikan Aiden, Vancia lalu Valetta. Ia menunduk untuk beberapa detik sebelum seutas senyuman menghias wajahnya.

Keluarga kecil berisi empat orang itu melaksanakan acara sarapan mereka dengan tawa dan saling tatap.

Axel menatap pantulan dirinya di cermin dengan senyuman puas. Ia puas akan hasil yang ia dapat setelah berlama-lama bimbang mengotak-atik penampilannya.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Axel berjanji akan menjemput pacar dan calon adik iparnya pada pukul setengah sembilan.

"Aw, ganteng banget crush aku!" perempuan yang duduk di dekat jendela itu memuji penampilan Axel.

Axel menghiraukan perempuan tersebut. Berlagak tidak melihat dan lebih fokus memikirkan Valetta.

"Sekarang sombong, ya? Padahal kemarin masih tatap-tatapan! Giliran udah punya cewek, aku dihiraukan!" gerutu perempuan tersebut.

Axel mengambil handphone dan dompetnya. Mendengus kesal lalu melangkah pergi. Axel tidak tahan dengan dramatiknya hantu yang dari kemarin di jendela.

Tunggu saja, kalau Axel bawa Valetta ke rumah ini, pasti perempuan tersebut akan kabur terbirit-birit.

Axel menutup pintu kamarnya dan berlari ke lantai bawah.

Axel diam saat melihat Bea dan Aless tengah berdebat masalah kucing.

"KAMU YANG LEMPAR DORAEMON KE TOKYO?" Bea bertanya lantang.

"DIA EMANG SEHARUSNYA DI SANA, SAYANG!" sahut Aless tak mau kalah.

Indigo Tapi Penakut | ENDWhere stories live. Discover now