ツ|Chapter 20

96.4K 17.9K 4.3K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

Wajah Valetta berbinar. Ia tak tahan mau tersenyum saat memperhatikan angka yang ada di kertas ulangannya.

90.

Valetta masih tak menyangka, akan ada hari di mana dirinya mendapat nilai setinggi ini.

"Ternyata lo cocok sama gue," ujar Axel menarik perhatian murid di depannya.

"Cocok?" tanya murid tersebut.

"Iya, dia cocok gue ajar, itu nilainya naik," ujar Axel lagi.

"Oh... Kirain..."

Valetta tersenyum, "Makasih udah ajarin gue, lain kali ajarin lagi ya."

Axel masih sering terpaku diam saat melihat senyuman Valetta, tapi kali ia lebih cepat sadarkan diri.

"Iya, bilang aja."

Nilai Axel? Tidak usah ditanyakan. Nilainya selalu sempurna jika ulangan. Axel menenggelamkan wajahnya siap-siap tidur.

Pelajaran pun berlanjut seperti biasa tanpa adanya hal spesial yang terjadi.

Saat bel istirahat berbunyi, barulah semua murid berhamburan keluar, tak terkecuali Axel dan Valetta.

Baru saja memijakkan kaki di luar, mereka sudah disambut oleh sosok badut berkedok murid kelas sepuluh.

"Lo kenapa sih ganggu mulu?" ketus Valetta heran.

"Gue enggak ganggu lo! Gue itu di sini buat Kak Axel!" sahut Zahra balik berusaha meraih tangan Axel tapi sayang ditepis pelan.

"Jangan sentuh, gue gak suka kalau ada yang nyentuh."

"Oh, ok Kak, Zahra enggak apa-apa kok," ujar Zahra.

Memanglah percaya dirinya sudah overdosis, urat malunya juga tidak ditemui.

Valetta tak mau lagi melihat wajah Zahra, ia segera meninggalkan posisi semula. Mau menuju kantin tempat teman-temannya yang lain sudah berkumpul.

Maka terjadilah sebuah skenario di mana Valetta dikejar Axel dan Axel dikejar Zahra.

"Weh, ada bajak laut mau hancurin kapal kita!" seru seseorang menarik perhatian murid lainnya.

"Gila si Zahra, bisa-bisanya dia jadi pelakor secara terang-terangan..."

Zahra tak mempedulikan hujatan demi hujatan yang diberi murid-murid lain, ia masih terus mengikuti Axel. Hingga Zahra berada di meja makan Valetta biasanya.

Tanpa rasa malu, ia duduk di sebelah Axel, jadinya Axel duduk di tengah-tengah dua perempuan, Valetta dan Zahra.

Ghevan menghela napas panjang, "Jalan-jalan ke rumah Dara, bolak-balik sana-sini,"

"Hei kamu yang bernama Zahra, kok jadi badut di sini?" lanjut Ghevan disusul tepukan tangan dari Lexa, Eros dan Shavira.

Wajah Zahra memerah, tapi ia berusaha tidak ngegas, di sini ada Axel. "Maksud Kak Ghevan apa, ya?"

"Gue kira badut pintar..." keluh Ghevan.

"Ternyata badut goblok, memanglah meresahkan. Mana masih muda..."

"Kasihan ya, pasti teman-temannya tertekan," tambah Lexa.

Shavira ikut beropini, "Jangankan teman, orangtuanya juga pasti ikut tertekan. Eh, emangnya dia punya teman?"

Indigo Tapi Penakut | ENDWhere stories live. Discover now