ツ|Chapter 43

73.3K 16.5K 5.1K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

Tim happy ending 👉

Tim sad ending 👉

Sesampai di rumah sakit. Valetta turun dari motor Axel dan mereka berdua melangkah pergi menuju ruang rawat Zahra.

Namun ditengah jalan, dirinya bertemu dengan seseorang familiar.

"Dokter Haze?" Wanita berpakaian dokter itu membalikkan badannya.

"Valetta, kan?"

Valetta mengangguk kaku.

"Ada yang perlu saya bicarakan dengan anda, bisa saya minta waktunya?" tanya Dokter Haze sembari tersenyum ramah.

Valetta pun mengikuti tuntunan Dokter Haze menuju ruangannya.

Axel tentu tidak bisa ditinggal sendirian. Ia mengekori Valetta kemana pun Valetta berjalan.

Dokter Haze mempersilahkan dua remaja itu masuk ke ruangannya. Ia kenal Axel, jadi tidak keberatan jika Axel mau masuk. Ini bukan kali pertama Dokter Haze melihat Axel berada di dekat Valetta.

Valetta duduk di depan Dokter Haze, sedangkan Axel di sampingnya.

"Selama tiga hari ini, saya terus memantau tindakan-tindakan Zahra." Dokter Haze melipat kedua tangannya, menatap Valetta secara serius.

"Mengenai kondisi mental pasien, saya rasa akan sedikit rumit karena saya perlu berbicara dulu dengan kepribadian lainnya, untuk saat ini, saya hanya baru berbicara dengan Nara," ujar Dokter Haze.

"Di sini, saya mau menjelaskan kondisi Zahra, sesuai informasi dari Nara."

"SAYA TIDAK MENGERTI MAKSUD ANDA! JANGAN MENUDUH YANG TIDAK-TIDAK!"

Anya tidak dapat menahan emosinya. Sekarang ia benar-benar takut.

Nathan terlihat bingung dan juga panik. "Maksud Bapak, anak saya sekarang ada di rumah sakit? Sejak tiga hari yang lalu?"

Pria berpakaian seragam polisi itu mengangguk.

"Tapi kata istri saya, anak saya dari kemarin menginap di rumah temannya, apa Bapak salah menangkap orang?"

"Anak anda Zahra Amorva, bukan? Sesuai data yang kami dapat, orangtua remaja tersebut adalah Nathan dan Anya, jadi kami tidak salah tangkap."

Nathan menoleh ke arah Anya. "Kamu bohong?"

Anya cepat-cepat menggeleng. "A-aku hanya tau kalau dia pergi ke rumah temannya!"

"Kalau begitu apa bisa anda buka handphone berikut, kami ingin melakukan penggeledahan. Harap kerja samanya," ujar salah satu polisi sembari menyodorkan handphone Anya pada Anya.

Anya mulai berkeringat dingin. "Tapi dia tidak mengabari saya lewat handphone, dia mengabari saya secara tatap muka. Jadi percuma jika kalian mengecek handphone saya."

Polisi tersebut tidak terkecoh. Ia justru semakin meminta Anya membuka handphonenya. Mereka tidak membutuhkan alasan Anya sekarang.

Menggeledah handphone Anya tidak dilakukan hanya untuk mengecek riwayat pesan Anya dengan Zahra. Ada banyak hal lain yang dapat mereka temukan dengan handphone tersebut.

Indigo Tapi Penakut | ENDWhere stories live. Discover now