ツ|Chapter 45

75.5K 16.2K 5K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

Kalian ngegas...
Untung author baik (。ŏ_ŏ)

Shavira dan Lexa terkaget-kaget kala mendengar cerita panjang Valetta. Sekarang mereka merasa seperti baru keluar dari goa.

"S-si Zahra... Adik lo? Berarti sepupu gue?"

"Iya."

"Zahra berkepribadian ganda dan selama ini sifat ngeselinnya itu dipaksa Nyokapnya?"

"Iya."

"Lo mau kita jadi temannya Zahra?"

"Boleh kalau mau, gue gak maksa, tapi alangkah baiknya jika begitu karena dia enggak punya teman yang benar teman."

"Lo... Lo protektif ke Zahra, ya?"

"Hm, iya, dia sekarang adik gue satu-satunya. Lo berdua tau, kan? Gue dari dulu pengin punya adik."

Valetta bersedekap dada. Punggungnya ia sandarkan pada punggung Axel yang duduk bertolak belakang dengannya.

Eros dan Ghevan sedari tadi hanya mendengar. Sesekali tertohok karena dari kemarin mereka mengejek Zahra. Sekarang, Zahra adalah adik dari Valetta. Bukankah berarti mereka akan disleding jika mengatai Zahra lagi?

Shavira dan Lexa sekarang seratus persen yakin kalau Valetta akan sangat protektif. Valetta saja protektif terhadap Shavira yang hanya sepupu bahkan Lexa yang tidak ada hubungan darah sama sekali. Apalagi sama adik angkat.

Axel tiba-tiba membalikkan badannya, membuat Valetta kini bersandar di dada bidang Axel.

Eros dan yang lainnya serempak buang muka. Kalau Axel dan Valetta udah bucin gini, enggak bakal tertolong.

"Shav, mau pergi ke minimarket gak?"

"Boleh, ayo, aku mau beli camilan."

Eros dan Shavira pun pergi dari atap sekolah.

"Val, ayo ke ruang band."

"Ngapain?"

"Aku mau tidur."

"Kenapa harus ke ruang band?"

"Aku mau kamu nyanyiin sampai tidur," ujar Axel sembari menarik tangan Valetta agar menyentuh pipinya.

"Di kelas bisa, kok."

Axel menggeleng.

"Malu?"

"Bukan, aku enggak mau ada yang ikut dengar suara kamu, hanya aku yang boleh."

Valetta tertawa kecil dan pada akhirnya mengindahkan permintaan Axel. Padahal satu sekolah sudah pernah mendengar nyanyian Valetta. Ada-ada saja alasan Axel.

Kini hanya Ghevan dan Lexa yang tersisa di atap gedung. Kedua insan itu saling tatap.

"Kapan kita ngomong pakai aku kamu?" cicit Ghevan takut-takut.

Lexa memutar bola matanya malas. "Sampai cowok yang lahirin anak."

"Geli tau gak ngomong pakai aku kamu, gue gak terbiasa," tambah Lexa.

Ghevan menghela napas panjang. Sudah kesekian kali pengajuan untuk lebih mesranya ditolak Lexa. Tapi Ghevan tak kunjung menyerah, justru Ghevan semakin semangat menggoda Lexa dengan berbagai jenis makanan yang ia buat dengan kedua tangannya sendiri.

Indigo Tapi Penakut | ENDजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें