Semakin cepat mereka sah, semakin Aiden dibuat lebih tenang.

"Ekhem, ekhem." Aiden terbatuk-batuk, tidak mengaku kalau dirinya yang kebelet nikah.

Valetta memicingkan matanya. Menatap Aiden penuh penekanan. "Buru-buru apa yakin bisa bertanggung jawab?"

Secepatnya Aiden mengangguk. "Sangat yakin."

"Kalau Mama?" tanya Valetta menoleh ke arah Vancia.

"Mama yakin-yakin aja, ngikut doang."

"..." Valetta memijat pelipisnya. Enteng sekali Vancia mengambil keputusan untuk masa depannya.

"Ya sudah, Valetta tetap loloskan."

"Lolosin apa?" bisik Ara pada Valetta.

"Ini, Om itu bakal jadi Papa kita," bisik Valetta balik.

"Kita jadi keluarga?"

Valetta mengangguk. "Keluarga yang lengkap," ujarnya tersenyum singkat.

Aiden melirik Vancia, penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh dua remaja di hadapannya.

Vancia mengangkat kedua bahunya karena dia juga tidak dapat mendengar bisikan-bisikan Ara dan Valetta.

"Ya udah sekarang, kan, sudah selesai perkenalan... Ayo kita jalan-jalan sekalian bonding!" seru Vancia.

Ara menatap ke luar.

Satu bulan ini sangatlah beharga bagi Ara. Selama hidup Ara, ini pertama kalinya Ara bisa tertawa lepas, bisa melewati hari-hari tanpa merasa sakit.

Ara melangkah menuju meja belajarnya dengan langkah kecil. Perlahan Ara mengambil buku berwarna putih yang dibelikan oleh Valetta untuknya sebagai hadiah selamat datang.

Ara membuka buku tersebut. Seutas senyuman kecil terukir di wajahnya. Satu per satu kata yang ditulisnya, ia baca kembali.

Walau tulisan Ara tidak cukup rapi, Ara masih bisa membacanya.

Hari ini, Kakak Ara beliin Ara buku! Ara senang bisa punya buku, bukunya lucu. Ara suka! Kata Kakak, bukunya dikasih Ara biar Ara gak main hp terus... Ara sayang Kakak, Ara juga sayang Mama. Makasih hari ini

Ara kembali membuka lembaran baru.

Hari ini Ara bisa main di taman. Ara ketemu sama orang-orang baru, kata Mama mereka itu tetangga. Tetangga-tetangga Ara baik semua, enggak ada yang pukul Ara atau lukain Ara. Ara senang bisa kenal banyak orang baik.

Semakin membaca, Ara semakin tersenyum. Pada akhirnya, Ara sampai di lembaran yang terbaru di mana halaman sebelahnya masih kosong.

Ara mencari pensil dan penghapusnya. Bersiap-siap untuk menulis kegiatan mengesankannya hari ini.

Semakin Ara menulis, senyuman di wajah Ara luntur. Air mata tiba-tiba keluar dari matanya.

Indigo Tapi Penakut | ENDWhere stories live. Discover now