Terungkapnya Tabir Kebenaran

1K 66 6
                                    

Aku merutuki diri sendiri yang tidak bisa mempertahankan, apa yang aku inginkan. Aku seorang suami, seharusnya aku bisa memastikan wanitaku baik-baik saja dan tak akan pernah pergi. Lalu ini apa? Aku yang menyebabnya pergi, tanpa aku mampu menggenggamnya.

Entah ini suatu kebetulan atau kesengajaan, di saat hubunganku dengannya mulai ada harapan. Status suami istri yang semakin menguat, namun kenapa tiba-tiba masalah sepele datang dan berubah semakin rumit. Makin hari makin keruh, membuatku semakin sulit menjari kejernihan yang sebenarnya.

Seperti inikah bucinya seorang Rasyid, yang dulu dikenal sebagai Roland, seorang playboy kelas kakap yang tidak perlu diragukan lagi eksistensinya di mata para wanita. Pesonanya jatuh di mata mantan yang dia campakkan, dan sekarang aku benar-benar ditinggalkan. Memalukan.

Untuk kedua kalinya aku menangis karena wanita. Aneh kan, kenapa baru dua kali aku galau, sedangkan mantan pacarku tak terhitung berapa jumlahnya. Anggap saja tak terhingga, karena jika dihitung bisa melebihi daftar absensi siswa. Bukan mau mengada-ngada, memang itu kenyataannya dan enggak mungkin seorang Rasyid akan berbohong.

Ditinggal Bella rasanya lebih menyakitkan daripada ditolak Asma berkali-kali. Rasa bersalahku kian besar, saat terakhir bersamanya aku malah mengecewakannya berhari-hari. Tidak menghargainya dan tak menghiraukannya. Mungkin itu penyebabnya dia yang tidak mau bertahan denganku dan memilih ikut bersama kedua orang tuanya.

Andai dia tahu, seberapa menderitanya aku tanpa dia. Apakah dia akan berlari menghampiriku? Tentunya aku akan bersenang hati menerimanya.

Sayangnya, aku tak memiliki keberanian untuk menunjukkan batang hidungku di hadapannya, bahkan di depan halaman rumahnya. Nyaliku menciut jika harus berurusan dengan orang tua. Khawatir jika kebiasaan burukku akan menjadi bumerang yang siap menghancurkanku sampai tak tersisa.

“Mas, ayok makan dulu. Udah berhenti ngerokoknya, nggak baik buat kesehatan, uhuk ....” Lamunanku dibuyarkan oleh Nada yang membawa sepiring makanan untukku. Sekarang dia malah batuk-batuk karena menghirup asap rokok yang sudah memenuhi kamarku.

“Pergilah, di sini tidak baik buatmu,” kataku datar dan dingin.

Cukup lama Nada berdiri di tempatnya, namun tidak aku hiraukan. Aku sibuk dengan sebatang rokok dalam jemariku, mengisapnya dalam-dalam, berharap bisa mendapatkan sedikit pencerahan melalui isapannya. Cih ... rasanya percuma aku mondok delapan tahun lebih, jika aku harus disesatkan karena ajaran yang namanya cinta. Seharusnya aku memohon kepada Sang Maha Pencipta, merayunya agar berpihak kepadaku untuk kali ini saja. Namun nyatanya, setan memang telah mengendalikanku, memperdayaku hingga aku tak berdaya.

“Maaf, Mas,” ucap Nada sebelum pergi, suaranya bergetar karena menahan isakan.

Kenapa aku bisa selemah ini terhadap wanita? Aku tidak bisa menolak saat mereka memohon. Apalagi kepada Nada, yang sempat bersimpuh di kakiku. Seharusnya aku sadari dari awal, aku bukan Dewa penolongnya dan tak sepantasnya aku menanggungnya.

Abi dan Umi sudah pasti sangat kecewa jika mengetahui alasanku yang sebenarnya. Perbuatanku pasti akan mencoreng nama baiknya, dengan mempermainkan sebuah pernikahan.

**

Aku mematikan kompor saat mendengar seseorang mengucapkan salam di depan rumah. Niatku yang ingin memasak mie rebus, urung. Saat pertama kali aku membuka pintu, terlihat sahabatku dari masa SMA tenggah berdiri dengan senyum mengembang. Aku medengus melihat kedatangannya, aku kira dia siapa.

Salam Rindu dari Gus RasyidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang