Pakar Gombalan Maut

773 56 0
                                    

“Terima kasih, Gus,” ucap Bella saat turun dari mobil milik Gus Ali.

Dia melambaikan tangan di bagian jok depan, di mana ada Afif yang susah berpindah duduk ke sana. Dia terus tersenyum sampai mobil yang dikendarai Gus Ali tidak terlihat lagi di penglihatannya. Aura bahagianya saat terlihat sekali, bahkan sampai dia memasuki rumahnya senyum itu tetap menghiasi bibirnya.

Tanpa Bella sadari, ada seseorang yang sudah berdiri sedari tadi di dekat jendela. Suaminya. Gus Rasyid sudah berdiri di sana semenjak terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumahnya. Interaksi Bella dengan Gus Ali juga tak luput dari penglihatannya.

Rasa sesak mulai menyelimuti hatinya. Perlakuan Bella yang sangat jauh antara dirinya dengan Gus Ali. Istrinya itu bisa tersenyum dengan begitu manisnya di depan pria lain. Sedangkan di depan dirinya tak pernah sekalipun dia tersenyum manis yang ditujukan kepadanya.

Kentara sekali, bagaimana posisi dirinya dengan Gus Ali yang sangat jauh berbeda di hati istrinya.

Ternyata seperti ini ya rasanya cemburu dan sakit hati dicampakkan. Mungkin, Bella lebih parah dari ini dulu.

Untuk yang kedua kalinya, dia harus merasakan sakit hati. Jika dulu Asma, teman kecilnya yang menoreh luka. Kini istrinya, wanita yang pernah dia campakkan dulu dan berganti dia yang dicampakkan sekarang.

Memang Roland tidak mengetahui keberadaan Afif di dalam mobil Gus Ali, karena terhalang oleh kaca hitam mobil itu. Wajah Gus Ali saja tidak bisa dia lihat. Parahnya dia sudah berasumsi sampai ke mana-mana. Di pikirannya Gus Ali dan Bella saja di dalam mobil tanpa Afif.

Dia tidak langsung menyusul istrinya ke kamar. Dia lebih memilih duduk di sofa pojok di dekatnya berdiri barusan. Tangannya terus memijat pelipis yang mulai terasa sakit. Rasanya tidak adil baginya, dia sudah buru-buru pulang agar bisa menjemput istrinya. Namun sia-sia, saat dia selesai membersihkan diri untuk melepas lelah, rupanya istrinya sudah diantar oleh pria lain.

Ceklek

Bella tampak terkejut, saat melihat suaminya memasuki kamarnya. Eh ... ralat, kamar mereka berdua.

“Gus Rasyid baru datang?” tanya Bella.

Gus Rasyid mengangguk sambil tersenyum. “Kamu pulangnya naik apa, Dek?” ucapnya seraya mengulurkan tangan dan langsung dicium oleh Bella.

“Tadi diantar sama Gus Ali. Kebetulan dia ada kepentingan, jadi sekalian nganterin aku. Afif tadi juga ikut kok, Gus,” jelas Bella agar suaminya tidak berpikiran buruk dengannya.

Bella mengikuti saran dari Gus Ali, untuk lebih terbuka terhadap suaminya. Gus Ali juga menganjurkan untuk hal sekecil apa pun tidak boleh ditutupi dan selalu melibatkan Gus Rasyid di dalamnya. Gus Ali benar, tidak baik terus-terusan menyalahkan takdir dan berlarut bertengkar dengan dunia. Sampai melupakan, bahwa segala sesuatunya sudah takdir dari yang Maha Kuasa. Saat ini dia sudah bertekad, akan memulai semuanya dari awal. Mungkin dengan begitu, suaminya juga bisa terbuka kepadanya.

Kunci utama dalam sebuah rumah tangga adalah dengan komunikasi. Komunikasi yang baik akan semakin mempererat hubungan itu sendiri.

Gus Rasyid yang mendengar penjelasan dari istrinya langsung tersenyum. Tidak bisa dipungkiri ada rasa kebahagiaan tersendiri setelah mengetahui Afif juga ikut bersama Gus Ali mengantarkan istrinya. Lega rasanya. Dari awal dia sudah terbakar api cemburu karena berpikir mereka hanya berdua di dalam mobil.

Bella menatap aneh suaminya yang tidak melepaskan tangannya dan menatapnya sambil senyum-senyum. “Ada apa, Gus. Kok senyum-senyum gitu? Ada yang aneh, ya?”

“Iya, hatiku bawaannya selalu aneh kalau lihat kamu.”

“Hah?” Bella tidak paham dengan maksud suaminya. “Kok bisa?”

“Iya, kalau lihat kamu, hatiku selalu gagal menetralisir racun-racun yang masuk ke dalam tubuhku. Karena hatiku sudah disibukkan dengan menyerap racun cintamu.”

Bella tergelak, “sepertinya, dari sekarang aku harus terbiasa menghadapi gombalan maut dari pakarnya,” katanya sebelum masuk ke kamar mandi.

Gus Rasyid tidak bisa lagi menahan senyum bahagianya, apalagi Bella yang tersenyum kepadanya tadi. Rasanya seperti anak ABG yang menjadi korban perbucinan. Bahagia sekali, meski hanya melihat senyumannya. Hal yang dia tunggu akhirnya terjadi, melihat senyuman yang telah lama menghilang dari penglihatannya.

“Sayang, aku serius, bukan gombal,” teriak Gus Rasyid di depan pintu kamar mandi.

“Terserah Gus saja. Aku memaklumi, karena itu kebiasaan Gus semenjak jaman playboy dulu.”

Bella berharap Gus Rasyid akan peka terhadap perkataannya, dan mau mengubah diri agar tidak terlalu banyak terlibat dengan perempuan di luar sana. Kalau ditanya apakah Bella cemburu? Tentu tidak. Dia biasa saja. Dia hanya berharap dia akan dihargai sebagai dia menghargai orang yang telah menjadi suaminya.

“Sayang, aku playboy yang sudah insaf. Sekarang aku sudah menjadi pria yang paling setia, hanya untuk kamu cinta ini,” teriak Gus Rasyid.

Tak ada jawaban lagi dari Bella. Karena dia sedang berada dalam kamar mandi. Dia masih ingat dengan jelas, bagaimana adab seseorang di dalam kamar mandi yaitu tidak boleh berbicara.

Di balik senyum Gus Rasyid yang terlihat sangat manis, masih ada sesuatu yang mengganjal pikirannya dari tadi. Perihal Bella yang mendadak berubah setelah pulang bersama Gus Ali. Bukannya ingin suudzon, tapi nalurinya seolah berkata, bahwa perubahan sikap Bella terhadapnya ada campur tangan dari Gus Ali.

Jika itu memang benar, entahlah seperti apa remuk hatinya setelah itu?

Astagfirullah ... haruskah aku mensyukuri, perubahan sikapnya saat ini? batin Gus Rasyid.

Bersambung ...


Jangam lupa ⭐, komentar, dan vote ya.

Sampai jumpa

Salam Rindu dari Gus RasyidΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα