Diturunkan di Jalan

1K 67 0
                                    


Bella Putri Elena pov.

"Aku serius loh Bel, kamu tambah cantik,” katanya, membuatku sedikit kesal, karena yang di bahas sedari tadi hanya aku yang cantik, cantik dan cantik.

Aku menatap jengah pria di sampingku, suamiku, Roland atau yang sekarang lebih sering disapa dengan Gus Rasyid. Tapi itu hanya panggilan yang berlaku dalam keluarganya saja, jika di luar masih banyak yang menyapanya Roland, seperti sewaktu sekolah dulu.

Bukan hanya nama yang berubah tapi sikapnya juga berubah. Hingga yang membuatku syok, dari sang pembual dan urakan langsung menjadi lebih pendiam. Namun itu hanya berlaku berapa hari saja, sekarang dia sudah berubah menjadi Roland yang aku kenal dulu. Penggombal ulung.

Namun di satu sisi, ada rasa syukur karena sikapnya tak seburuk dulu. Pria yang bisa berlaku kasar kepada wanita. Aku salah satu di antara korban kekerasan sikapnya dulu. Salahku juga sih, yang selalu mengejarnya, hingga dia bosan dengan kehadiranku.

Saat ini beda cerita lagi, aku enggak akan mudah tergoda dengan rayuanmu, Roland. Kata-kata manismu tidak akan mempan meluluhkan hatiku lagi. Aku sudah bukan ABG, yang akan mudah terjatuh dengan pujian-pujian tak berbobotmu. Iya, semua itu sekedar bualan. Bodohnya lagi, aku pernah tertipu dan membuat mataku buta.

“Terserah Gus, mau ngomong apa. Nanti ujung-ujungnya, malah ngomong cantik soalnya cewek.”

“Kamu enggak percaya, ya? Kamu memang cantik,” dia tersenyum, yang aku tangkap seperti sedang mengejek. “Tapi sayang,” lanjutnya.

Benar, kan?

Dia sedang menguji kesabaranku dengan keusilannya.

Aku langsung teringat dengan video yang sempat viral beberapa waktu lalu. “Aku enggak apa-apa, sayang,” jawabku dengan percaya diri seolah tahu di mana akhir perkataannya, yang pasti akan menjerumus ke hal itu.

Dia malah tertawa dan mengacak kerudungku lagi, membuatku harus membenarkan lagi kerudungku yang sudah berantakan.

“Udah bisa manggil sayang, ya?”

Aku langsung membulatkan mata tak terima. Siapa yang panggil dia sayang.

“Aaa... Roland, jangan kerjai aku terus deh. Capek tahu, kamu kerjai terus dari semalam. Udah stop, oke!” putusku yang sudah pasrah.

Roland menatapku sekilas, tatapannya sulit aku artikan. Setelahnya baru aku menyadari, aku sudah memanggilnya dengan nama Roland.

“Maaf, Gus. Kelepasan,” pintaku, sambil merutuki mulutku yang bisa-bisanya tidak terkontrol saat memanggil putra dari Kyaiku, dengan tidak sopan.

“Lebih baik kamu manggil aku seperti itu. Aku lebih nyaman jika dipanggil Roland atau bisa juga yang sebelumnya.”

Aku mengerutkan kening tak mengerti, “Yang mana? Yang Gus atau yang mana lagi.”

“Bukan Gus, bukan Roland juga.”

Aku semakin penasaran saat dia tersenyum misterius.

“Terus....”

“Itu... kamu yang panggil aku sayang. Aku lebih suka itu,” katanya sambil mengerlingkan mata.

Salam Rindu dari Gus RasyidWhere stories live. Discover now