[35] Kelompok Berburu

174 80 33
                                    

Pagi berikutnya, Mike meminta izin untuk ikut dengan Nik.

“Bukannya kamu masih demam?” tanya Nik selagi memakai sepatunya di teras.

Mike mengibaskan tangan untuk memberi tahu Nik bahwa itu sudah biasa. Jendela teras yang berbingkai aluminium mendadak terbuka dan Rami melongok dari dalam.

“Obatnya sudah, Mike?”

“Sudah, Bunda.”

Rami membanting jendela agar menutup kembali, dan Nik bisa melihat tuas pengunci jendela itu langsung menutup tanpa sentuhan tangan. Ia pernah melihat jendela dengan model seperti ini, tetapi tidak ingat di mana.

Mike kemudian menggeram. “Mau keren nggak jadi.”

“Saya bakal mampir lagi ke sini untuk menjemput kalian sebelum pulang ke Jakarta. Kamu tidak perlu ikut,” ujar Nik.

“Padahal saya udah seneng bahkan diskusi sama Jonsy tadi malam.”
“Jonsy?”

Mike membuat ekspresi aneh di wajahnya. “Itu tuh, yang kayak anjing.”

“Kamu kasih dia nama?” suara Nik meninggi.

“Habis, dia beneran kayak anjing. Oh ya, Jonsy ngomong apa aja ke Pak Polisi?” Mike memasang sepatunya.

Nik menggeleng-geleng. “Mengecewakan. Padahal saya sudah berharap dia memberi tahu saya siapa pelaku kasus pembunuhan yang sedang saya usut.”

“Ngarep, ya?”

“Kamu sendiri, diskusi apa sama Jonsy sebelum kerasukan?”

“Hmm... macam-macam. Dia bilang nenek saya nggak suka saya di sini. Makanya, daripada dekem di rumah ini seharian, mending ikut Bapak.”

Pengakuan yang ringan itu malah membuat Nik merasa kasihan.

“Sekalian saya cari referensi mengenai cara membuat bola api terbang itu,” tambah Mike. “Saya masih percaya itu buatan manusia.”

“Saya juga.”

“Masalahnya, Banaspati juga bisa dibuat oleh manusia.”

Nik membeku sejenak. “Maksudnya?”

Mike mengangkat bahu. “Ada ritualnya. Katanya pakai telur ayam.”

Rami menjejalkan benda-benda lain di ransel bawaan Mike sampai Mike memprotes.

I’m not a kid, okay?”

Just shut up, Mister. I know you.”

Nik menggembungkan pipi untuk menahan tawa. Tidak setiap hari ia menyaksikan sisi lucu Rami seperti ini.

*

Ketika mobil jemputan datang, Nik langsung cemberut melihat Elena yang duduk di jok tengah. Hari mengemudikan Innova itu, sedangkan Maria duduk di sebelahnya.

“Kamu benar-benar mau mengawasi gerak-gerik saya seperti tahanan, ya?” Nik yang tidak sudi duduk di sebelah Elena memutuskan untuk duduk di baris ketiga sendirian.

“Kok suuzon gitu, sih? Aku kan sudah bilang, aku penasaran sama kasus ini. Aku nggak akan ganggu penyelidikan kamu, kok.”

“Yak, pertengkaran suami istri,” ucap Maria di baris terdepan.

“Pak Polisi ini playboy juga. Padahal kemarin baru flirting sama bunda saya, sekarang udah sama yang lain,” komentar Mike, membuat tawa Elena meledak.

“Untung dulu kita nggak jadi ya, Nik? Aku nggak bisa bayangin kalau diduain sama kamu.”

Dari belakang, Nik menjentik telinga Mike hingga memekik kesakitan.

Enemies and PreysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang