[19] Perempuan Rawan

201 83 10
                                    

Selain seragam dinas, Nik hanya memiliki tujuh setel pakaian kerja. Jika dalam sehari saja ia berganti pakaian dua kali, maka akan ada waktu dalam seminggu ia kehabisan pakaian.

Untungnya hari ini hari libur, jadi Nik bisa mencuci pakaian yang sudah dikeluarkan selama seminggu. Ia sudah tidak ingat kapan ia memulai kehidupan seperti ini, tetapi penyebabnya tidak jauh-jauh dari insiden empat tahun lalu. Siswono mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan Nik terhadap Mike. Ia memohon kepada atasannya untuk memberi kesempatan kedua kepada Nik, meyakinkannya bahwa itu tidak akan terjadi dua kali.

Nik benar-benar kebingungan kala itu. Antara malu, frustrasi, dan sedih karena ditinggalkan oleh senior yang paling ia hormati, gara-gara perbuatannya. Kepergian Siswono membuatnya menjadi anak hilang di markas.

Selagi mesin cucinya beroperasi, ia pergi jogging. Ia mengenakan sweatpants abu-abu dan hoodie putih yang selalu ia kenakan setiap kali jogging hingga orang-orang di sekitarnya sudah hafal dengan sosoknya. Jemmy dan Wiranata yang pernah bertemu dengannya saat olahraga pagi akan mengejeknya tidak punya baju lain, meskipun memang begitulah kenyataannya.
Semakin lama, ia semakin tebal kuping terhadap komentar orang lain.

Orang-orang yang langganan ia temui di taman kota itu adalah sekumpulan gadis remaja yang selalu cekikikan tak menentu dan menanyainya tentang hal-hal absurd, serta tiga wanita lebih dewasa yang kadang-kadang menanyainya kapan punya waktu senggang.

Yang ia temui sekarang adalah kelompok kedua. Mereka bertiga sama-sama pekerja di sebuah perusahaan startup yang posisinya tidak dipahami Nik, dan berada di dekat mereka selalu membuatnya merasa berasal dari peradaban yang berbeda.
Biasanya Nik hanya bertahan di dekat mereka selama lima menit, sekadar untuk rehat dan minum. Namun, pembahasan mereka hari ini menarik.

"Ngapain sih, ah? Muter-muter terus badannya."

"Eh, gue mau mastiin nggak ada yang foto diam-diam dari belakang."

"Emang kenapa?"

"Nggak tahu lo, ya? Sekarang zamannya ngeri. Difoto diam-diam dari belakang terus fotonya dijual ke pembunuh psikopat."

"Hii...."

"Beneran, tuh?"

"Baca makanya sih."

"Bukannya cuma hoaks?"

"Eh, tapi gue denger-denger betulan ada korbannya."

"Oh, iya. Ini lagi ada Pak Polisi."

"Eh, emangnya dia tahu? Setahu gue dia tugasnya bukan di kriminal-kriminal gitu."

Nik memang tidak pernah memberi tahu orang-orang di sekitarnya tentang bidang yang ditanganinya.

"Tapi kan dia polisi. Setidaknya tahu dari teman-temannya."

Setelah rusuh sejenak, ketiga wanita itu mengubah posisi duduknya menghadap Nik, membuat Nik salah tingkah seketika.

"Pak Polisi, ini beneran nggak, sih?" Salah satu dari mereka menunjukkan artikel berita di ponselnya kepada Nik.

"Saya belum bisa bilang. Yang jelas hati-hati aja sama penguntit," jawab Nik apa adanya.

"Hmm... 'belum bisa bilang'. Berarti kasusnya lagi diproses, ya?" gumam yang lain.

Sotoy....

"Pak Polisi... apa nggak ada tindakan pencegahan untuk melindungi perempuan yang rawan kayak kita-kita?" tanya wanita ketiga.

"Apaan lo, 'perempuan yang rawan'!"

"Kalau kita ngasih saran ke mbak-mbak ini, nanti bilangnya 'jangan ikut campur masalah pribadi kami'," ucap Nik tanpa bermaksud menyindir, tetapi tampaknya 'menyindir' sudah menjadi setelan pabrik Nik akibat terlalu lama seruangan dengan Maria.

Enemies and PreysWhere stories live. Discover now