Bagian Sembilan Belas

6.4K 664 53
                                    







Sean duduk anteng di meja makan sambil melipat tangannya di atas meja seolah menunggu guru menjelaskan, sedangkan Rara sedang mengambilkan makanan untuk Sean dan suaminya.

Namun hari ini ada yang berbeda dari kedua orang tuanya, Sean hanya diam memperhatikan kedua orang tuanya yang saling lirik lalu senyum-senyum gak jelas.

"Baca doa dulu" Ucap Varo lalu mulai memimpin doa, setelahnya mereka makan namun tak sengaja saat mata Sean jelalatan, ia menemukan sebuah memar di leher ibunya, tidak hanya satu tapi ada empat sedangkan di leher ayahnya ada tiga.

Sean menggebrak meja dan berdiri di kursi, lalu matanya berkaca-kaca menatap Rata serta Varo bergantian.

"Heh ngapain? loh loh kok malah nangis?" Bingung Varo lalu bangkit dari duduknya dan mengangkat Sean untuk duduk ke pangkuannya.

Varo menepuk-nepuk punggung Sean yang masih saja sesenggukan tanpa sebab, lalu saat tangis Sean sudah mereda, anak itu mendongak dan menatap kedua orang tua nya lagi, dan tangis nya datang lagi.

Varo menatap Rara seolah bertanya dan Rara menggeleng karena tak tau, keduanya bingung.

"Sean kenapa?" Kini giliran Rara yang bertanya lalu mengambil alih Sean dan pindah ke gendongannya.

"Mama hiks.." Cicit Sean sambil memeluk leher Rara dengan hati-hati, takut menyakiti mama nya itu.

"Kenapa sayang?"

"Mama kalo berantem sama papa hiks.. Kalo berantem jangan pukul-pukulan ya, nda boleh berantem hiks.." Ucap Sean patah-patah karena dia makin sesenggukan ketika ia bersuara.

Dahi Varo maupun Rara sama-sama mengerut tak mengerti, lalu Varo tak sengaja menoleh kearah leher Rara barulah ia tersadar dan langsung tersenyum geli.

"Sean nangis karena ini?" Tanya Varo sambil menunjuk lehernya dan leher Rara, dan Rara melotot terkejut. Apalagi saat Sean dengan polosnya mengangguk membuat tawa Varo terdengar.

"Ini bukan karena pukul-pukulan Sean, tapi semalem mama sama papa lagi bikin adik buat Sean" Bisikan Varo yang seperti bisikan setan itu membuat Sean berseri-seri lalu menatap antusias ke keduanya.

"Beneran ma?" Tanya Sean, dengan pipi memerah Rara mengangguk, mengingat betapa ganasnya permainan semalam karena ia yang begitu nafsu.

"Wah! Yeayyy! harus berkali-kali itu buatnya ma, biar cepet jadi adiknya Sean!" Senang Sean sambil bertepuk tangan membuat Varo menyeringai lebar.

"Iya gampang itu mah, ntar setiap malem Sean harus bobo cepet ya biar papa sama mama bisa buat adik terus" Ucap Varo memprovokasi.

Rara menghela nafas, tak tau kah suaminya itu bahwa sekarang Rara sedang susah bergerak karena kewanitaan nya yang kebas, bayangkan saja semalam ronde lebih dari 5 kali dan permainan itu berjalan 4 jam lamanya.

****

Sean menggiring bebek-bebek nya untuk berjalan kearah kolam renang kecil yang ia buat dari bak mandi bayi yang sudah ia isi dengan air hangat.

"Waktunya berenang!" Sean bertepuk tangan saat semua bebeknya sudah masuk kedalam kolam renang para bebek.

"Hati-hati Tukiyem! nanti kamu tenggelam!" Heboh Sean saat bebeknya yang bernama Tukiyem malah nyusruk ke kolam dengan keadaan terbalik, langsung dibetulkan oleh Sean pastinya, takut bebeknya terluka.

"Wih, pantatnya megal-megol" Kekeh Sean saat melihat bebeknya yang berenang kesana kemari dengan buntut seksoy yang bergerak kekanan kiri.

"Eh-eh" Kesal Sean saat bebeknya malah bertubrukan, wah ini tandanya kolam renang ini kekecilan, dia akan minta dibelikan kolam renang untuk anak-anak yang dari balon itu.

"Nah! Ayo berenangnya udah selesai, sini masuk ke keranjang dulu" Ucap Sean memungut para anak bebeknya dan memasukkan nya di keranjang bebek.

"Weekk Weekk" Suara bebek yang meronta-ronta ingin dikeluarkan dari keranjang karena belum puas berenang.

"Heh nurut kamu Jubaedah!" Marah Sean pada bebeknya yang rewel seolah mengerti maksud bebek itu, namun bebek itu masih tetap meronta-ronta.

"Loh gak mau diem ini janda! Diem gak atau mau Sean jadiin bebek geprek hah?" Ancam Sean sambil bergaya memotong leher, dan ajaibnya tuh bebek diem.

"Janda pintar" Puas Sean sambil menepuk-nepuk kepala kecil anak bebek tadi.

"Sean ayo masuk dulu! Udah selesai main bebeknya?" Teriak Rara dari dalem sambil menenteng sapu karena wanita itu baru saja selesai beberes rumah akibat kekacauan yang Sean buat.

"Udah ma! Sean taruh di belakang dulu" Sean pun pergi ke tempat untuk meletakkan para bebeknya, sedangkan Rara harus menghela nafas karena pekerjaan nya belum selesai, yaitu membersihkan taman depan rumah yang becek akibat Sean yang bermain dengan bebek-bebek nya.

"Ya Allah" Gumam Rara saat sudah selesai membenarkan taman, lalu ia menoleh ke pintu masuk dan melotot saat melihat jejak kaki Sean yang menempel dilantai.

"Sean! Astagfirullah hal adzim" Rara rasanya ingin menangis dengan kelakuan anaknya yang membuatnya ingin menyerah saja.

"SEAN SINI GAK?!" Teriak Rara.

"APA TOH MA?"

"SINI DULU"

Tak lama Sean datang masih dengan kaki lusuhnya, tanpa rasa bersalah sama sekali dia mendatangi Rara yang sedang menatapnya tajam.

"Liat tuh? kelakuannya siapa?" Tunjuk Rara pada jejak kaki Sean dan Sean menunjuk dirinya sendiri.

"Tanggung jawab!" Sarkas Rara berkacak pinggang berpose galak namun malah terlihat lucu dimata Sean.

"Sean gak ngehamilin siapa-siapa ma" Ucap Sean menggeleng.

"Hah?!"

Detik itu juga badan Rara merosot ke lantai dan menatap kosong kearah Sean yang menatapnya bingung, sungguh saja Rara jadi khawatir bahwa Sean ini anak yang tertukar ketika di rumah sakit dulu.

Karena Sean sama sekali tak mewarisi sifat nya maupun suaminya, dia berbeda!

"Sean? Anteng sehari aja bisa?" tanya Rara sambil mengusap kepala Sean, siapa tau setan nya keluar.

"Kalo Sean anteng seharian, berarti Sean gak gerak ma? terus mari dong?"

"Sak karepmu wes" Pasrah Rara dengan semuanya yang ia lalui, kini dia hanya ingin tidur saja seolah menganggap takdirnya hanyalah sebuah mimpi.

***

Yuk yang mau donor otak waras ke Sean komen disini, kenapa cucu author yang satu ini aneh banget ya?

Author masih menyelidiki.

Tentang SeaNaya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang