17. TO PANDU : Stay in Here

52 7 70
                                    

--Happy reading




"Gue sama Nesya ada urusan. Lo pada duluan aja." Nesya menyerngit. Ia melihat mata Pandu, memberikan tatapan kebingungan yang dapat langsung dimengerti oleh Pandu.

"Bunda diem di sini," Ucapnya menggenggam erat pergerlangan tangan Nesya. Neysa hanya memutar matanya malas. Ia menatap datar punggung teman temannya yang mulai beranjak pergi dari sana.

"Aku mohon banget jangan panggil Bunda, Pandu. Gak enak di denger orang,"

"Terus manggil apa? Ayah kan pengennya itu!"

"Nama aja Pandu, panggil aku kayak biasa!"

"Ayah gak mau!"

"Pandu please! Gak enak dengernya!" Geram Nesya.

"Oke, mas suami manggilnya istriku aja."

"Jangan gitu goblok! Sama aja!" Nesya tak kuasa menahan geramnya. Batas sabarnya kini mulai habis. Ia menghentakan kakinya, menginjak kaki Pandu yang berada di sebelahnya.

"Sakit anjing! Iya iya! Lo jadi cewek ribet amat perasaan!" Ujarnya. Pandu kali ini kalah dari Nesya. Laki laki itu, benar benar mengumpati dirinya sendiri, karena mengikuti perkataan yang Nesya inginkan.

Pipi Nesya tiba tiba memerah kala ia menyadari bahwa Pandu tak kunjung melepaskan tangannya. Ia menggigit bibirnya dalam-dalam disaat merasa Pandu membawa tangannya, ikut bermain game melalui tangan Pandu.

"Pandu?" Tanya Nesya. Pandu melirik pada Nesya. Ia mengangkat alisnya kepada Nesya yang mulai gelagapan.

"Tangan lo anget," Ucapnya. Jari Nesya yang Pandu tautkan, membuat Nesya merasa panas dingin. Mata Nesya terus melihat pada mata Pandu yang fokus pada gamenya.

"Kalau dingin, lo mayat," Lanjutnya. Nesya segera mengubah ekspresinya sebal. Semudah itukah Pandu mempermainkan perasaan Neysa?

"Mau bolos?" Tanya Pandu. Nesya menggeleng pelan. Bagaimanapun, bolos bukan merupakan hal baik. Nesya tak mau jika waktunya ia pakai bolos. Apalagi bersama Pandu.

"Lo gak ada hak buat nolak, Ayo!" Pandu menggenggam tangan Nesya erat. Ia menarik perempuan itu di belakangnya, membawanya menuju tempat yang ia inginkan.

Kali ini bukan ruang bawah tanah yang ada di SMA Wijaya. Nesya bahkan bingung sendiri ketika ia dipaksa masuk ke lorong gelap yang panjang dan menakutkan itu.

"Mau kemana, Du?" Tanya Nesya yang tangannya masih di genggam Pandu.

"Nanti lo tau."

"Serem, Pandu. Gelap."

"Percaya sama gua," Ujar Pandu. Ia tak melepas genggamannya dari tangan Nesya. Nesya ragu. Ia menghentikan langkahnya ketika ia sudah masuk pada lorong gelap itu.

"uvbelieve me? Humans need darkness to see the light, Nesya. Believing is the key to seeing that light. Do not hesitate. come on follow me" Ujar Pandu menarik pergelangan Nesya. Dengan langkah yang ragu, akhirnya Nesya mengikuti jejek Pandu. Mengimbangi langkah besar dari laki laki itu.

Mata Nesya tiba tiba di buat berbinar ketika ia sampai di Rooftop SMA Wijaya. Tempat itu rapih, bersih, bahkan tak ada noda di sini. Nesya sempat berfikir apakah SMA Wijaya tak punya rooftop? Ia tak pernah menemukan jalan untuk ke sana. Namun, hari ini Pandu adalah jawaban dari pertanyaan Nesya.

Pandu segera berlari. Ia mendudukan dirinya pada ujung rooftop yang menghadap langsung ke perkotaan. Pandu menepuk tempat kosong sebelahnya, agar Nesya duduk di sana.

"Aman?" Sahut Nesya melihat ke arah Pandu.

"Gue Pandu."

"H-hah?"

TO : PANDU Where stories live. Discover now