“Perasaan Gusnya yang nolak terus.”

Gus Rasyid mengacak puncak kepala Bella karena gemas melihat mulut manyunnya. Bella pun membalas dengan melotot tak terima karena kerudungnya yang sudah berantakan karena ulah gus Rasyid.

“Sayang.” Bella langsung menatap gus Rasyid dengan perasaan tak karuan. “Kamu itu gak cocok kalau nyetir.”

“Kok gitu?”

Gus Rasyid malah mengangguk.

“Aku bisa kok, nyetir. Jarak jauh juga sering. Gus Rasyid meragukan kemampuanku?” tanya Bella butuh penjelasan lebih.

Gus Rasyid berubah menggeleng, membuat Bella menjadi semakin jengah.

“Terus aku cocoknya apa, Gus?” tanya Bella yang semakin penasaran.

“Duduk manis di samping sopir dan sopirnya adalah aku. Karena tugasmu sekarang hanya menjadi pendamping hidupku bukan untuk jadi sopirku.”

“Tidak perlu diragukan lagi, cara bicara Gus memang beda, jadi gak heran kalau jadi pujaan banyak wanita.”

“Termasuk kamu, ya?”

“Hah ... iya,” jawab Bella asal.

“Serius, kamu udah cinta lagi sama aku?” tanya gus Rasyid yang sudah kelewat bahagianya, sampai-sampai dia mengerem mendadak di tengah jalan.

“Astagfirullah, Gus mau nyelakain aku?” Tangan Bella menyentuh dadanya yang sudah terasa sesak karena terkejut.

“Maaf, kamu kaget, ya?” Karena tidak mendapatkan jawaban, gus Rasyid melanjutkan bicaranya, “Terus gimana, kamu beneran udah cinta lagi sama aku?” tanyanya antusias.

“Iya itu dulu.”

Mendadak semangat gus Rasyid menguap, wajahnya pun berubah menjadi lesu. “Baiklah, mungkin untuk saat ini belum, tapi tunggulah sebentar lagi. Akan aku buat kamu mencintaiku lagi,” kata gus Rasyid dengan percaya dirinya.

Bella memalingkan wajahnya, menahan senyum agar tidak sampai terlihat oleh gus Rasyid. Mungkin sekarang dirinya sudah bisa menggantikan posisi Asma di hati gus Rasyid. Sejujurnya, sewaktu acara kemarin dirinya risih, karena berada dalam satu ruangan dengan mantan wanita pujaan gus Rasyid dulu. Khawatir jika rasa yang sudah hilang bisa muncul dan berakhir dirinya yang dicampakkan kembali.

Mobil yang di kendarai mereka berhenti di jalan, karena halaman rumah simbah sudah di penuhi dengan dua mobil yang terparkir. Gus Rasyid mengenali salah satu mobil itu milik abinya, sedangkan satunya terlihat sangat asing di matanya. Karena penasaran, dirinya segera turun dan masuk ke dalam rumah, sampai melupakan istrinya yang masih berada di mobil.

“Assalamualaikum,” ucapnya dan semua pandangan orang yang berada dalam ruang tamu langsung tertuju padanya.

Dirinya sedikit heran melihat Nada duduk bersama seorang pria dan wanita setengah baya. Sempat berpikir, jika mereka mungkin kedua orang tuanya. Lalu yang menjadi pertanyaan, ada apa mereka mendatangi rumahnya? Sampai abinya yang selalu padat dengan kegiatan ceramahnya bisa menyempatkan datang.

Gus Rasyid menunduk takzim sambil menciumi tangan mereka satu per satu, dan terakhir kepada sang Abi yang sedari tadi hanya diam, bahkan salamnya tidak dijawab. Tangan gus Rasyid terulur, namun Kyai Lutfi tidak kunjung menyerahkan tangannya untuk dicium.

“Abi,” tegur gus Rasyid pelan, mungkin abinya sedang tidak fokus, pikirnya.

Namun, sang Abi tetap diam, tidak menggubris.

“Maaf Abi, tang—“

Plak

Telapak tangan Kyai Lutfi berhasil mendarat di pipi gus Rasyid yang putih, hingga meninggalkan warna merah bekas tamparan. Nada yang terkejut langsung bersimpuh di dekat gus Rasyid yang terkapar di lantai dan mencoba membantunya. Gus Rasyid yang paham dengan batasannya menepis tangan Nada dan berusaha bangkit, berdiri di depan abinya yang sudah menatapnya nyalang.

“Apa salahku, Abi,” tanyanya sambil meringis memegangi ujung bibirnya yang sudah berdarah.

“Belum cukup kamu mempermalukan Abi! Apa hukuman Abi belum bisa membuatmu jera, Rasyid!” ucap Kyai Lutfi dengan suara keras.

Nyai Khoiriah yang mendengar suara keributan berlari dari kamar simbah dan langsung berdiri di samping Kyai Lutfi. “Abi, istigfar Abi. Bagaimanapun juga dia anak Abi.”

“Begini jika anak suka dimanja!”

Nyai Khoiriah tersentak kaget dengan perkataan Kyai Lutfi yang baru pertama kalinya berkata cukup keras kepadanya. Hingga tanpa terasa dia meneteskan air mata dan tangannya sudah ikut gemetar, karena merasa takut dengan kemarahan sang Suami yang sudah sangat besar sekarang. Sedari dulu, suaminya tak pernah berkata kasar ataupun membentaknya, meski berulang-ulang kali putra bungsunya melakukan kesalahan.

Gus Rasyid langsung bersimpuh kala melihat sang Umi yang menjadi pelampiasan kemarahan abinya. Abi yang selalu dia kenal orang paling sabar saat menghadapi kenakalannya, sekarang berubah terlihat murka di depannya. Apa kesalahan yang telah dia perbuat, hingga membuat sang abi hilang kesabaran. Sampai detik ini pun dirinya belum mengerti dengan kesalahan apa yang telah diperbuat.

Baru tiga hari dirinya pergi, masalah sudah terjadi dan dirinya tidak tahu permasalahan apa yang telah terjadi.

“Abi tidak akan mentoleransi bagi seorang pezinah.”

“Maaf Kyai, putriku bukan pezinah, dan dia adalah korbannya,” sangkal seorang pria paruh baya yang tak lain papanya Nada, tidak terima.

“Pa, ini bukan salah Mas Rasyid. Tapi aku yang sudah memaksanya, Pa. Mas Rasyid tidak bersalah,” ucap Nada yang tidak berhenti menangis sedari tadi.

“Kamu tidak akan hamil kalau bukan ulah dia,” kata papanya Nada menyalahkan gus Rasyid.

“Nikahi dia, Rasyid. Atau kamu lebih memilih tidak aku akui sebagai putraku,” ucap sang Abi lalu bangkit meninggalkan semua orang yang masih berada di ruang tamu.

Gus Rasyid merasa tak percaya dengan apa yang dialaminya barusan. Sama halnya dengan Bella yang berdiri mematung sedari tadi di ambang pintu. 

Bersambung ...


Jangan lupa tekan , komentar, dan follow akunku.

Ig: @efa_fujianty

Salam Rindu dari Gus RasyidWhere stories live. Discover now