Alan kembali dalam waktu yang salah dan kondisi yang tidak diinginkan. Ia memecahkan ekspektasi Aluna perihal Fatih yang akan kembali lebih dulu. Ia juga mematahkan pemikiran Aluna bahwa Fatih baik-baik saja dan akan kembali dalam waktu cepat.

Alan sudah kembali, lantas mengapa Fatih tidak juga menampakkan diri?

Pertanyaan itu memaksa untuk segera dijawab. Namun tidak satupun jawaban yang muncul di kepala Aluna, asal dari pertanyaan itu sendiri. Bertanya pada diri sendiri, mencari jawaban pada kepala sendiri. Semua itu hanya membuat kepala Aluna semakin berat dan memaksa pikirannya untuk segera diistirahatkan.

Aluna mengangkat gelas di tangan kanannya. Ia menghirup cokelat hangat itu sedikit untuk menghargai usaha Bi Nah karena telah membuatnya, lalu beranjak menuju kasur untuk memejamkan mata.

Sekedar memejam dan baru jatuh tertidur setelah sejam berlalu percuma hanya dihabiskan untuk berpikir, lagi.

***

"Adiknya Mas Fatih katanya akan datang hari ini, Nona. Hanya mampir sebentar karena kebetulan baru saja dari kota sebelah dan melewati pinggir kota ini."

Aluna mengangguk-angguk. Tangannya menari di atas keyboard untuk membalas pesan dari timnya yang memberikan laporan soal lonjakan pesanan akhir-akhir ini. Juga janji pertemuan yang akan diadakan dalam waktu dekat agar segera membahas kelanjutan bisnis online mereka ke arah yang lebih baik.

"Ada satu koleksi yang baru selesai. Nanti Bibi lihat, ya? Saya mau tahu pendapat Bibi," ujar Aluna.

Tidak peduli pada reaksi Bi Nah yang selalu sama seperti, 'bagus', 'cantik' ataupun 'indah', tetapi kata-kata singkat yang keluar dari bibir Bi Nah selalu mampu meningkatkan kepercayaan dalam diri Aluna kala dirinya merasa bahwa tidak ada yang perlu dibanggakan dalam dirinya. Oleh sebab itu, ia tidak pernah merasa tersinggung pada jawaban Bi Nah yang selalu sama. Karena Aluna tahu seberapa inginnya Bi Nah menunjukkan ketertarikannya pada semua benda buatan Aluna namun tidak pandai dalam berkata-kata.

"Baik, Nona." Bi Nah menanggapi.

Aluna mengulum senyumnya. Ia kembali fokus pada layar laptop di tangannya sampai ada ketukan di pintu utama. Sudah tiga hari berlalu semenjak kedatangan tamu di rumah Aluna terakhir kali. Itupun tamu yang tidak Aluna harapkan hingga membuat Aluna ragu untuk membukanya kali ini.

Melihat Aluna yang tidak beranjak bahkan menurunkan kakinya dari atas sofa ruang keluarga sedikitpun, Bi Nah akhirnya berjalan menuju pintu utama.

"Nona Aluna," panggil Bi Nah saat Aluna tengah mematikan laptopnya selepas membalas semua email serta pesan penting di sana.

"Iya, Bi? Siapa yang datang?"

Pertanyaan Aluna hanya menggantung di udara tanpa jawaban. Bi Nah yang kembali selepas melihat tamu yang mengetuk pintu hanya berdiam diri menatap Aluna dengan sorot mata redup. Melihat hal itu, Aluna beranjak dari sofa. Ia memperpendek jaraknya dengan Bi Nah sambil mengernyitkan dahi.

"Kenapa, Bi?" tanyanya sekali lagi.

Bi Nah barulah menjawab, "orang yang dulu sering datang ke rumah lama, Non."

"Siapa?" Aluna mendesak tidak sabaran. "Fatih?" sebut Aluna. Tentu saja nama itu yang akan disebutnya lebih dulu karena nama itu pula yang kini Aluna tunggu. Ada harapan agar kala pintu di ketuk, wajah Fatih yang akan terlihat selanjutnya.

"Bukan," sanggah Bi Nah yang membuat Aluna sepenuhnya merasa kecewa. Ia lalu menambahkan, "Alan. Orang yang dulu sering datang untuk mencari Alana."

Aluna mematung. Lelaki itu kembali lagi. Setelah tiga hari berlalu semenjak kedatangannya, setelah tiga hari Aluna terus-menerus terganggu oleh pikiran tentangnya, Alan kali ini datang sepengetahuan Bi Nah. Tidak ada lagi yang bisa Aluna sembunyikan perihal kedatangan lelaki yang juga dikenal Bi Nah itu.

I'M ALONEWhere stories live. Discover now