22. Sugar Baby

12.8K 1.8K 134
                                    

Rahmat mulai terbiasa dengan sport jantung yang tersebar di segala penjuru taman bermain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rahmat mulai terbiasa dengan sport jantung yang tersebar di segala penjuru taman bermain. Sangat terbatas wahana yang tidak perlu meremas jantung, antara naik mainan khusus anak-anak, atau rumah kaca. Rahmat menyengir bodoh usai turun dari Halilintar, dengan rambut kembali tegak. Kakinya selemas agar-agar. Berkali-kali mencoba merapalkan nama lengkap dan nama orangtuanya di kepala. Ia masih mengingat dengan baik, seharusnya dia bisa melanjutkan hidup.

Maia menahan geli ketika menoleh pada Rahmat. "Mau duduk dulu?"

Merasa jauh lebih kuat dari sebelum-sebelumnya, Rahmat tetap berdiri. "Nggak sih, udah biasa aja," akunya. Meski dalam darahnya tersisa adrenalin yang enggan pergi.

"Kita makan dulu aja yuk? Laper kan pasti?"

"Ya lumayan sih, lebih ke haus malah."

"Hehe, yaudah yuk beli minum dulu sambil jalan ke resto ya." Maia tertawa lagi.

Mungkin hari ini sangat melelahkan untuk jantung Rahmat, tapi sebaliknya menyenangkan untuk Maia. Ujung bibirnya tak pernah turun dan ia terus tertawa hingga gusinya terlihat, Rahmat baru pertama melihatnya. Selama ini Maia yang bersamanya tidak jauh dari cemberut, senyum pun seadanya. Ternyata kalau ia bisa melupakan sejenak masalahnya, ia tidak beda dengan anak-anak.

Orang dewasa terlalu banyak berpikir sampai lupa caranya bersenang-senang. Atau sederhananya, tidak punya kesempatan dan waktu. Maia tidak pernah punya kesempatan untuk menyelami lagi sisi kanak-kanaknya. Tidak mungkin modelan Wisnu dan Sally diajak ke tempat begini, bukan? Wisnu tampaknya akan memilih tempat hiburan yang lebih tenang dan berkelas.

Rahmat menghampiri satu kedai kecil yang menjual snack, dan membuka lemari pendinginnya. Ia meraih satu-satunya air mineral yang tersisa di dalamnya. Namun bahunya disenggol orang, dan tangan asing menyentuh botol yang sama. "Eh, buat gue ya! Sorry haus banget, nih! Gue nggak bisa minum soda!"

Gadis itu mengedipkan sebelah matanya dan melenggang ke arah kasirnya yang ada di samping. Tangan Rahmat masih menggantung di udara, seolah memegang botol imajiner. Calon botol minumnya direbut begitu saja, dan mendadak ia tambah haus. "Tapi, Mbak?" Ia ingin menegur, tapi gadis itu sudah proses membayar.

Maia mendecakkan lidahnya, berjalan mendekat ke kasir. Lalu menjawil bahu si gadis belia. "Heh! Itu minuman bukan punya lo, ya!" sahutnya.

Gadis berambut panjang sepinggang itu melirik Maia sekilas, dan menjawab, "Udah gue bayar! Ya punya gue dong! Misi?" Ia berniat pergi, setelah menerima uang kembalian. Namun Maia menghadangnya.

"Ya kalo masalah bayar, gue juga bisa! Satu toko ini gue beli juga bisa!"

"Oh, makasih deh infonya, misi ya, Mbak??" balas si gadis dengan nada ngeyel.

Maia menyeringai sinis. "Heh, itu botol udah diambil sama cowok gue duluan, ya! Lo tuh nggak punya manner apa gimana? Main rebut aja? Di mana-mana first come first serve, ya!"

ElevateWhere stories live. Discover now