Sejak tadi mereka makan dalam diam. Maia tidak mengizinkan Rahmat pulang ke kosannya, dengan alasan ada hal urgent yang hendak dibicarakan. Anehnya, sejak tadi gadis itu belum juga angkat bicara. Jadilah Rahmat makan dengan tenang, meski sesekali bulu kuduknya meremang karena dilirik sinis oleh Maia.
Maia menggebrak kaleng sodanya ke meja makan. Bibirnya komat-kamit sendiri, seperti merapalkan mantra. Rahmat yang sedang merapikan piring bekas makanannya pun menggeleng, bergidik.
"Mau ke mana?" tanya Maia, saat Rahmat mengangkat pantatnya dari kursi.
"Cuci piring?" Rahmat melirik dapur lalu kembali ke Maia. Seolah mempertanyakan logika dari pertanyaan tadi.
"Duduk." Maia menunjuk kursi dengan dagunya.
"Iya ... cuci piring dulu," balas Rahmat.
"Duduk!"
Rahmat sontak menempelkan pantatnya lagi ke kursi, piring masih digenggamnya erat-erat seolah itu pegangan hidup. Bibirnya mengatup rapat-rapat, bersiap menerima amukan Nyai yang sepertinya sedang buruk suasana hatinya. Sebenarnya jarang-jarang sih suasana hati Maia baik saat ada di dekatnya, kan? Kalau tidak tertawa sendiri sambil menangis, dia malah ngomel-ngomel. Detik ini sepertinya Maia sedang mood ngomel-ngomel.
Jadi yang bisa dilakukan Rahmat hanya memasang tampang tak berdosa, barangkali itu bisa menyelamatkannya dari maut.
Jari lentik Maia mencengkram kaleng sodanya, lalu menenggak sisa isinya. Tatapannya menghunus pada Rahmat, ketika ia meremas kaleng yang sudah kosong itu. Pemuda di hadapannya menelan saliva, melihat posisi jakunnya yang naik turun. Maia berdehem pelan, sebelum mulai interogasi.
"Kenapa tadi chat aku nggak dibales?" tanya Maia.
Rahmat membuang napas diam-diam, seolah bunyi derik napasnya akan membahayakan nyawa. Matanya bergerak-gerak ragu ke segala arah, kecuali pada wajah di hadapannya. "Err, anu ... sibuk."
"Sibuk?" Maia mengangkat sebelah alisnya.
Rahmat mengangguk kecil. "Tapi dibaca kok! Terus kan saya udah sembunyi juga biar nggak ketemu sama Mas Wisnu, hee hee ..." Usaha Rahmat membela diri, dengan cengiran manis.
Maia tidak terkesan, ia mengembuskan napas dengan sebal. "Lain kali, kalo aku kasih kabar sesuatu, bales, biar aku tahu kamu udah beneran baca dan paham."
"Ya tapi kan itu cuma ngasih tahu, emang harus banget dibales ya, kan yang penting dilakuin?" Rahmat sedikit protes.
"Aku kan udah bilang, aku butuh tahu kamu tuh paham apa enggak, makanya balesan kamu tuh penting! Tinggal bales aja, oke, segitu juga cukup kok."
Baiklah, Rahmat sadar salahnya di mana. Ia pun diam dan mengakui omongan Maia tidak salah. "Maaf," gumamnya. Tangannya mulai memain-mainkan pinggiran piringnya, memutar-mutarnya demi menghapus canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elevate
ChickLit#Wattys2021 Winner ㅡ Chicklit | Chicklit - Romance Comedy | This work was added to @WattpadChicklitID Reading List April 2021 Lift my life, help me out! Live my life, leave me out! Mengapa Maia menolak perjodohan yang diatur seapik mungkin oleh ayah...