20. Ruinous Imagination

10.2K 1.9K 129
                                    

Rahmat tersandung mobil orang lain, ketika ia berjalan mundur menjauhi Maia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rahmat tersandung mobil orang lain, ketika ia berjalan mundur menjauhi Maia. Gadis itu melambaikan tangannya, sambil tersenyum polos, seolah yang baru saja dilakukannya itu hal lumrah. Rahmat mengumpulkan sisa kewarasannya, buru-buru memutar tumitnya untuk melangkah di lantai, bukannya naik ke mobil orang lain dan membuat keributan karena alarm menyala—misalnya.

Sejujurnya ia lupa tadi mereka parkir di mana. Ayolah, mobil itu tidak sulit ditemukan harusnya. Ia pun serabutan mengeluarkan ponsel berlogo apel tergigit pemberian Maia dari saku blazer-nya. Lantas membuka gallery dan menemukan foto plat mobil itu dan memaksakan otaknya yang macet untuk mengingat lantai tempat mereka parkir.

Satu kecupan ringan di pipinya. Ternyata sukses membuat jiwanya tercabik-cabik. Kakinya yang gontai membawanya ke lantai lain, yang ia yakini tempat mobil itu bersantai. Dan betapa leganya, ketika ia berhasil menemukan plat mobil yang sesuai. Usai berputar-putar beberapa kali, ia tersenyum menghampiri benda besi berwarna silver itu. Ia masuk ke mobil dan menghenyakkan diri di kursi kemudi. Sambil mengatur napas, ia menyalakan mesin mobilnya. Kemudian memejamkan mata untuk menunggu mesin panas, atau justru mendinginkan kepala?

Tangan kirinya merambat naik ke pipinya sendiri, menyentuh tempat di mana tadi bibir ranum Maia mendarat. Rasanya lembut sekali ketika bersentuhan tadi. Ia buru-buru membuka mata, dan mengeceknya di kaca spion tengah. Ya ampun, kenapa mesti ada bekas lipstiknya?

Rahmat sepertinya akan sangat-sangat sulit tidur hari ini.


***


"Udah, lo pulang aja, Nu!" tegas Maia, usai membantu Sally berganti pakaian di kamar. Ketika mendapati Wisnu masih duduk di ruang tengah. Namun Wisnu masih menyandarkan punggungnya dan meluruskan kaki panjangnya. Alih-alih menyingkir, pria itu malah memejamkan mata.

Maia duduk di sebelah dan membujuknya untuk pulang. "Buruan pulang, tadi Sally juga bilang lo pulang aja, jangan nongkrong di sini, yang punya rumah gak setuju!"

Wisnu bergeming, dan Maia mulai mengguncang bahunya.

"Hmm, gue ngantuk, Mai ..." lirih Wisnu. "Merem bentar aja, lah. Lo tega gue nyetir ngantuk-ngantuk?"

Sial, kartunya cukup kuat.

Maia pun berhenti, mengatupkan bibirnya dan memilih mengistirahatkan punggungnya juga di sofa. Netranya otomatis melayang ke sisi wajah Wisnu. Pangkal hidungnya yang tinggi, bibirnya yang sedikit terbuka, dan jakun yang tercetak jelas di lehernya. Juga kerah kemejanya yang sudah dilonggarkan. Ah, kenapa jadi ke situ, sih? rutuk Maia dalam benaknya. Ia beralih menatap tv yang ada di sudut lain.

Ia tidak boleh memandangi calon suami orang seperti itu. Meski tidak ada maksud apa-apa. Tetap saja salah. Apalagi itu temannya sendiri.

Lama ia melamun dalam hening, tenggelam dalam cahaya temaram. Berusaha menjauhkan diri tapi nyatanya belum sanggup, ia masih duduk di sana, menunggu Wisnu mengisi ulang tenaganya. Pastilah hari ini melelahkan untuknya.

ElevateWhere stories live. Discover now