7. Some Untold Secrets

15.2K 2.3K 181
                                    

Mobil sedan itu melaju di jalanan langsam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mobil sedan itu melaju di jalanan langsam. Kecepatan normal, juga diliputi suasana hening tak nyaman. Menyalakan radio bukanlah opsi yang tepat, meski itu mudah saja menghidupkan suasana yang nyaris mati.

Mereka bahkan nyaris terlalu hening, suara napas pun terkesan terlampau keras. Maia hanya meminta Rahmat untuk membawanya ke tempat lain, di manapun asalkan bukan apartemennya. Karena menurutnya daerah pegunungan terlalu jauh, ia pun mencari jalan ke arah Jakarta Utara, meski sempat melawan macet ke daerah Ancol. 

Begitu mereka melihat hamparan pasir putih dan suara kecamuk ombak, Rahmat membiarkan Maia berjalan duluan. Gadis itu melepas heels-nya dan menentengnya dengan lunglai. Sementara pemuda itu mengikuti di belakang seperti anjing penjaga yang tidak ingin mengganggu tuannya.

Cukup lama mereka berjalan di pinggiran, mendengarkan saja suara gerakan air yang bersahut-sahutan dengan angin. Netra Rahmat terpaku pada punggung Maia yang terbuka. Gaun hitam itu hanya menutupi sebagian punggungnya, dan Rahmat masih takjub karena gadis itu belum mengeluh kedinginan.

Lama kelamaan arah tujuan mereka semakin rancu, karena kaki telanjang Maia justru semakin mendekati bibir pantai. Dan puncaknya gadis itu berjalan terus ke arah laut. Rahmat tertegun, bingung apakah harus memanggilnya, atau membiarkan saja gadis itu main air. Meski ia sulit mengabaikan pikiran buruk, bahwa Maia kerasukan jadi jalan terus ke laut.

Air laut sudah setengah betis Maia, Rahmat pun memperingatkannya, "Mbak! Mbak Maia!" serunya sekeras mungkin melawan nyanyian laut.

Kan tidak lucu kalau Maia hanyut, Rahmat bisa-bisa dituduh menghanyutkan anak konglomerat. Hidupnya sudah cukup sulit, tak perlu ditambah-tambah tuduhan kriminal.

Gadis itu masih saja maju ke arah laut. Rahmat menimang rasa ragunya sesaat, dan memutuskan untuk melepas sepatu dan kaus kakinya, lalu berlari ke mulut air.

Ia berhenti tepat di belakang Maia, dan memanggilnya lagi, "Mbak, udah malam, jangan main air, nanti sakit!"

Maia akhirnya memberikan atensi, wajah ayu itu mendongak ke arahnya. Rahmat mencoba membaca guratan ekspresi sang gadis, tapi nihil. Gadis itu justru menyeringai. "Dikira aku mau nyebur terus bunuh diri ya?"

Pemuda jangkung itu menggeleng, "Nggak sih, tapi takut Mbak kesurupan aja."

Sialan, batin Maia.

"Udah tunggu di sana aja! Aku cuma pengen main air sebentar!" Maia menunjuk arah pembatas, agar Rahmat menunggu saja di pinggir sana.

"Nanti sakit, Mbak! Main air di rumah aja deh, kan punya beteb tuh?"

Maia memicing curiga. "Bathtub, maksudnya?"

"Ho'oh!"

"Beda dong! Udah tenang aja, aku belum pengen mati, oke!" Maia mendorong perut Rahmat menjauh.

"Yang bener?" pancing Rahmat lagi.

"Iya! Udah sana gih!"

"Ih, saya jadi nyesel udah ajak ke pantai, tahu gitu ke tempat lain!"

ElevateWhere stories live. Discover now