8. Another White Lies

13.4K 2.3K 233
                                    

"Mai, lo ke mana aja? Gue telepon nggak diangkat! Ya mau ke mana lagi gue cari lo kalo bukan ke sini pilihan terakhirnya?" ujarnya jengah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mai, lo ke mana aja? Gue telepon nggak diangkat! Ya mau ke mana lagi gue cari lo kalo bukan ke sini pilihan terakhirnya?" ujarnya jengah. Ia bahkan masih mengenakan pakaian formal yang sama. Berapa lama Wisnu menantinya? Maia menepis keinginannya sendiri untuk bertanya.

"Gue males ngomongin apa pun yang lo mau bahas ya, nggak lihat ini jam berapa?" gertak Maia.

Rahmat menutup bibirnya rapat-rapat, karena takut salah bicara. Lagipula ia tidak tahu harus bertindak bagaimana, karena hal ini di luar skenario. Rahmat bukan aktor kawakan yang siap impromptu.

"Gue nggak akan pulang, sampe lo jelasin dulu maksud lo apaan." Wisnu mendekati Maia. "Kita udah temenan lama, gue nggak inget ada rahasia-rahasiaan di antara kita. Ini sekarang kenapa gue ngerasa paling bego sih? Lo kayak gini, Sally juga susah banget dihubungin? Pusing gue asli!"

"Mba— eh, Mai, mendingan ngobrolnya di dalam aja, gimana? Nggak enak didenger tetangga," bisik Rahmat.

Maia berdecak, namun memutuskan untuk membukakan pintu untuk Wisnu, agar peperangan dilanjutkan saja di dalam. Daripada mereka diprotes oleh tenant lain karena masalah pribadi.

Selagi masuk ke apartemen, Wisnu mendekati Rahmat dan mengulurkan tangannya. "Gue nggak ngerasa pernah ketemu lo, Maia nggak pernah cerita soal lo. But in case you don't know yet," ada nada sarkas dari kalimat Wisnu barusan. "Gue Wisnu, sobatnya Maia, and supposed to be his fiancee."

Rahmat meletakkan bungkusan fast food di kitchen island, lalu menjabat tangan Wisnu, "Matt," ujarnya canggung. Seolah menyebutkan sandi rahasia ATM pada orang asing. Ada efek elektrik tak jelas yang menjalar di perutnya.

Maia menarik tangan Rahmat yang baru saja dijabat oleh Wisnu.

"Udah, nggak usah ganggu Matt, urusan lo sama gue!"

Gadis itu mengalihkan perhatiannya pada pemuda yang lebih jangkung, sambil menarik pelan dasinya yang sudah longgar. "Sayang, kamu tunggu di kamar aja ya. Nanti aku nyusul! Aku cuma mau ngobrol sebentar sama Wisnu kok," ujarnya dengan nada luar biasa manis.

Rahmat membelalak, merinding sendiri melihat akting level Oscar-nya Maia. Sungguh, barusan sungguh manis bukan kepalang. Pemuda itu mengumpulkan sisa kewarasannya, menggumamkan persetujuan. Ia melangkah gontai menuju kamar Maia, yang untung saja ia sudah tahu letaknya.

Di dalam kamar pun, ia tidak bisa duduk begitu saja. Tangannya terkepal, dan bersandar ke daun pintu, sedikit demi sedikit menangkap awal obrolan Maia dengan Wisnu.

Wisnu, Maia, Sally, sepertinya ada benang merah yang membelit ketiganya.

Andai saja Rahmat tahu masalah yang lebih besar akan menghadangnya malam ini. Lebih baik tadi mereka makan nasi goreng pinggir jalan, dan dia pulang sendiri naik ojek. Ia pasti sudah damai di kosannya sekarang, bukannya harus terpenjara di kamar perawan, sambil putar otak apalagi yang harus ia perbuat.

ElevateWhere stories live. Discover now