18. Restless Night

12.1K 1.9K 178
                                    

Hidangan pembuka sudah berlalu ke perut masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hidangan pembuka sudah berlalu ke perut masing-masing. Taktik Maia berhasil sejauh ini. Dia yang selalu memulai obrolan, sebelum Sally sempat bertanya lebih dulu. Secara tidak langsung, suasana jadi lebih mirip reunian mereka. Rahmat sedikit terlupakan, dan pemuda itu justru lega bukan main, karena tandanya ia punya banyak kesempatan untuk mengamati tindak tanduk Wisnu dan Sally. Bagaimana tawa Sally yang selalu renyah menanggapi cerita-cerita Maia, dan kebiasaan menepuk sesuatu—entah tangannya sendiri, atau meja. Wisnu yang selalu menatap lekat-lekat setiap kali salah satu dari mereka bicara. Tidak banyak yang dilakukan Wisnu selain mendengarkan, dan sesekali mengangguk.

Menurut Rahmat, tidak terlalu mengherankan kalau dua gadis itu terjebak perasaan pada sosok Wisnu. Gayanya berkelas, wajahnya bersih dan tidak kalah tampan dengan model majalah. Majalah fashion ya, bukan majalah flora fauna. Yang paling penting, dia juga memberi atensi penuh pada lawan bicaranya. Sepertinya perempuan suka diperhatikan.

Coba saja Rahmat, ditatap sebentar sudah buyar fokusnya. Memang memandangi Maia lama-lama menyenangkan, tapi sekalinya fokus Maia berbalik padanya, ia tidak tahu harus bagaimana. Jadi, sulit untuknya benar-benar mendengarkan tanpa jeda. Menurutnya harus diimbangi dengan istigfar terus menerus kalau mau berlama-lama dengan Maia.

Sejujurnya Rahmat salut sekali Wisnu bisa tahan berteman lama dengan dua manusia serupa Maia dan Sally. Yah—meski ujungnya ternyata Wisnu manusia biasa, yang khilafnya sebesar dunia. Tetap saja, berteman dengan perempuan itu tantangan. Bagaimana caranya ekspresi Wisnu bisa setenang itu, sepanjang waktu?

Tidakkah jantungnya cenat-cenut barang sebentar saja? Dimintai pendapat oleh gadis-gadis semenarik Sally atau Maia? Apa semua orang di sekitarnya secantik bidadari, jadi untuknya biasa saja bersentuhan dengan perempuan menarik? Atau Wisnu itu hatinya dari batu?

Yang tidak kalah jelas malam itu, bagaimana cara Maia menatap Wisnu dan Sally. Ada kerinduan tapi juga sesal. Rahmat sebagai orang luar saja menyadari itu, apakah Wisnu dan Sally menutup mata? Atau mereka sudah biasa dengan cara Maia menguraikan sudut pandangnya? Sorot tatapan Maia ketika terarah pada Wisnu, menyadarkan Rahmat, gadis itu sangat mementingkan Wisnu, pada akhirnya.

Apa pun yang terlontar dari bibirnya hanyalah dusta. Dan semua itu menuju pada satu titik yang menurutnya terbaik. Kebahagiaan Maia mungkin masih samar, tapi semua pengorbanan berliku ini untuk menjamin masa depan kedua sahabatnya. Sebegitu besarnya keinginan Maia agar Sally mendapatkan haknya.

Namun apakah Sally dipastikan bahagia, menghabiskan sisa hidup bersama Wisnu? Kalau yang sejak tadi dicuri pandang oleh Wisnu adalah Maia? Meskipun di atas kertas Wisnu lelaki yang bertanggung jawab, mungkin Sally sendiri menyadari tingkat afeksi Wisnu sedikit lebih condong kepada Maia.

Rahmat baru mengenal Sally beberapa jam, tapi perempuan itu adalah salah satu orang paling ramah yang pernah ia kenal. Terlebih dia bukan dari kalangan orang biasa. Dibandingkan Maia saja, attitude Sally jauh lebih menyenangkan dan humble. Dia bahkan sangat sopan pada pelayan.

ElevateWhere stories live. Discover now