AKSARA 39

7.1K 544 30
                                    

Hujan deras mengguyur jalanan ibukota malam hari ini. Rintik hujan seakan tidak mau berhenti untuk turun membasahi bumi. Cuaca dingin benar-benar membuat semuanya ingin pergi ke kamar guna membungkus tubuhnya.

Malam ini, seorang laki-laki terlihat cemas di rumahnya. Tangannya bergerak untuk berkali-kali menghubungi nomor yang sudah sedari tadi sore tidak aktif. Entah mengapa, malam ini dia benar-benar dilingkupi rasa cemas.

Aksara sedari tadi duduk tidak tenang di sofa yang yang berada di ruang keluarganya. Ekspresi cemas tercetak jelas di wajah tampan laki-laki yang kini membalut tubuhnya dengan kaos hitam pendek sebahu. Tangannya tidak berhenti mencoba menghubungi nomor Amara.

Mata Aksara melihat ke luar jendela. Hujan seperti tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Laki-laki itu berpikir sejenak. Jika dia terus berada di rumah seperti ini, rasa cemasnya tidak akan kunjung sirna, lebih baik dia memastikan langsung keadaan Amara dengan mengunjunginya.

Berdiri dari duduknya, Aira yang baru saja kembali dari dapur dengan secangkir cokelat panas di tangannya langsung menatap putra pertamanya itu dengan bingung, "Mau kemana?" tanyanya penasaran.

"Ke rumah Amara," jawab Aksara yang sudah bersiap pergi. Laki-laki itu sudah menyambar kunci mobil yang berada di meja.

"Malam-malam gini? Amara kenapa emangnya?"

"Amara dari tadi enggak bisa dihubungi, Bun. Aku takut dia kenapa-napa soalnya tadi dia juga bolos sekolah. Dia lagi ada banyak masalah. Aksara takut kalau dia bertindak yang aneh-aneh," jelas Aksara.

Raut wajah Aira langsung berubah menjadi cemas, "Tapi Amara enggak kenapa-napa, kan?"

"Doain aja semoga enggak ada apa-apa. Aksara berangkat dulu," pamit Aksara.

Aira mencekal lengan anaknya, "Pakai jaket dulu. Di luar hujannya masih deras. Walaupun pakai mobil, tapi kamu juga harus tetap pakai lengan panjang."

Aksara melihat penampilannya. Laki-laki itu memang hanya menggunakan kaos hitam pendek yang dipadukan dengan celana jeans pendek berwarna senada. Dengan segera laki-laki itu berlari menuju kamarnya guna mengganti pakaiannya.

Pikirannya benar-benar dipenuhi oleh Amara, Amara, dan Amara. Gadis itu benar-benar berhasil membuat dirinya cemas seperti saat ini. Aksara hanya takut jika Amara berbuat hal di luar nalar. Gadis itu termasuk gadis yang sangat nekat.

Aksara kini sudah siap dengan balutan jaket berwarna hitam dan dengan celana jeans berwana hitam pula. Dengan langkah cepatnya, Aksara kini menuruni tangga rumahnya dan berlari kecil untuk pamit kepada bundanya.

"Hati-hati ya. Nanti kalau ada apa-apa kabari bunda," ujar Aira sembari mengelus pipi putranya.

Aksara menganggukkan kepalanya. Laki-laki berlari cepat menuju ke parkiran rumahnya. Menaiki mobil berwarna hitam yang biasa digunakan oleh ayahnya, Aksara kini mulai melajukan mobil tersebut meninggalkan area rumahnya.

Entah mengapa, sedari tadi dia berfirasat buruk. Dia benar-benar takut Amara kenapa-napa. Jika mengingat tadi siang saat Amara menyuruh dirinya untuk menjauhi gadis itu, jelas saja Aksara sedikit sakit hati. Laki-laki itu benar-benar kecewa dengan sifat Amara yang malah mengalah dengan sahabat bangsatnya itu.

Sampai kapanpun juga, Aksara tidak akan pernah menyukai Cici yang merupakan mantan sahabat Amara itu. Gadis bermuka dua yang mempunyai sifat seperti iblis.

Ponsel Aksara bergetar. Laki-laki itu meliriknya sejenak. Nama Diandra terpampang di sana. Diandra, gadis itu sepertinya sudah berada di tim Amara lagi. Setelah mengetahui fakta bahwa Cici adalah dalang di balik ini semua, gadis itu langsung dibuat tidak percaya.

AKSARA Where stories live. Discover now