AKSARA 10

6.3K 476 2
                                    

Mata Amara perlahan terbuka. Ruangan serba putih menjadi objek pertama yang dia lihat saat membuka matanya. Dia sedang di uks. Dia tidak mengingat kejadian apapun.

Tangannya memegangi kepalanya yang terasa sangat berat. Dia menyentuh keningnya sendiri dan merasakan panas. Tubuhnya terasa sangat lemah.

"Kok gue bisa di sini?" tanya Amara pada seseorang yang kini duduk di salah satu kursi di dalam uks.

"Tadi kakak pingsan. Terus ada kakak laki-laki yang bawa kakak kesini," jawab orang itu.

"Minum dulu kak," ucap Dini yang kebetulan saat ini bertugas menjaga uks. Dia menyerahkan air mineral untuk Amara.

"Siapa yang bawa gue kesini?" tanya Amara.

Dini menggelengkan kepalanya tidak tahu karena jujur dia saja masih kelas sepuluh dan tidak mengenal nama-nama kakak kelasnya. Dia juga anak yang lebih sering di kelas jadi tidak terlalu mengenal nama-nama kakak kelasnya.

"Aku nggak tahu kak. Tapi dia ganteng," jawab Dini jujur.

Amara memijit kepalanya yang pusing. Dia harus mengucapkan terima kasih kepada orang yang sudah menolongnya. Dia adalah tipe orang yang tidak ingin berhutang budi kepada orang lain. Tetapi dia sendiri tidak tahu siapa orang yang telah menolongnya itu.

Amara kembali memejamkan matanya. Kepalanya pusing dan perutnya lapar. Dia menjadi teringat jika tadi dia belum mengisi perutnya dengan makanan. Dia hanya minum saja.

Pintu uks dibuka oleh seseorang membuat Amara dan Dini terkejut. Ada Malven di sana dengan raut wajah cemasnya. Dia segera berjalan untuk menghampiri Amara yang masih rebahan.

"Lo udah sadar? Astaga gue panik gila! Kenapa pakai acara pingsan segala sih?" tanya Malven sambil menaruh tangannya di dahi Amara.

"Gue nggak papa. Nggak usah cemas. Lo yang angkat gue kesini ya? Maaf ya jadi ngrepotin," ucap Amara pada Malven.

Malven sendiri mengerutkan keningnya binggung. Bukan dia yang mengangkat Amara kemari. Bahkan dia saja tidak mengetahui kalau Amara pingsan hingga tadi Tata mengabarinya.

"Sans aja gapapa. Nggak ngrepotin kok," jawab Malven dengan senyuman di wajahnya. Dia berbohong kepada Amara.

"Nggak bisa gitu! Kapan-kapan gue traktir lo deh!" ucap Amara.

"Ya ampun Ra. Kayak sama siapa aja sih lo," jawab Malven sembari tekekeh.

Dini yang dari tadi memperhatikan interaksi mereka berdua hanya diam saja. Padahal bukan kakak kelasnya yang itu yang menolongnya. Dia masih ingat muka tampannya.

"Lo ada yang sakit nggak?"

"Perut gue sakit karena lapar," jawab Amara jujur.

"Biar gue beliin makanan. Tungguin," ujar Malven langsung bergegas keluar dari uks untuk menuju kantin.

Cukup lama Amara menunggu Malven hingga akhirnya orang itu sampai juga. Malven membelikan Amara bubur ayam.

"Mau gue suapi?" tawar Malven.

"Bisa sendiri kok," sahut Amara sembari tersenyum. Dia mulai menyendokkan bubur itu ke mulutnya. Walaupun terasa hambar, dia tetap memaksakan makan.

"Gue ngrepotin lo terus deh. Maaf ya," ujar Amara di tengah-tengah makannya.

"Enggak ngrepotin sama sekali, Ra."

Amara telah menyelesaikan makannya. Dia lalu meminum obat yang tadi sudah diambilkan oleh Dini.

"Makasih," kata Amara tulus. "Gue mau ke kelas."

Amara lalu memakai sepatunya. Dia mengikat tali sepatunya kemudian berdiri tegap. Walaupun kepalanya cukup pusing, tapi tidak apa-apa dia bisa pura-pura kuat.

AKSARA Where stories live. Discover now