AKSARA 16

5.8K 486 3
                                    

Ujian matematika setelah upacara bendera, bisa kalian bayangkan rasanya bagaimana? Hasil belajar mereka tadi malam saja langsung menguap ke udara saat melihat angka-angka yang bertaburan di kertas. Tadi sebelum masuk sudah disuguhi dengan pemandangan yang membuat dirinya patah hati, dan kini dia disuguhi dengan soal-soal yang langsung membuat dirinya menguap lebar.

Amara menopang dagunya dengan satu tangannya. Ujian kali ini posisi duduk mereka diacak. Rencana awalnya ingin menyontek Cici kini tidak bisa ia lancarkan akibat Bu Sandra sepertinya sudah bisa membaca taktiknya. Melihat soal yang ada di depannya saja Amara tidak berselera sama sekali.

Amara memang tidak terlalu pandai dalam bidang matematika. Bukan tidak terlalu pandai, namun dirinya memang tidak pandai! Dia tidak menyukai pelajaran yang mengandung hitung-hitungan di dalamnya ini. Hei, memang ada yang menyukai pelajaran ini?

Waktu pengerjaan soal tinggal sebentar lagi. Amara dengan cepat menggunakan jurus cap cip cup yang biasa dia gunakan. Dirinya sudah sangat frustasi. Amara hanya berharap semoga keberuntungan ada di pihaknya.

"Selesai tidak selesai silahkan dikumpulkan! Hasil ujian akan ibu bagikan pada pertemuan yang akan datang," tutur Bu Sandra.

Amara tersenyum senang saat berhasil menyelesaikan soalnya. Walaupun dengan ilmu ngawur, prinsipnya yaitu yang penting selesai. Amara kembali ke tempat duduk semulanya. Dia langsung mengambil kipas portabel milik Diandra dan menghadapkan langsung ke wajahnya.

"Sialan itu guru emang sengaja nyuruh tempat duduknya ngajak biar kita nggak bisa nyontek kayaknya," protes Diandra sambil menggeret kursi di samping Amara.

"Kayak nggak tau Bu Sandra aja lo."

"Gue yakin nilai gue jelek. Lah gue aja nggak paham materi sama sekali anjir," sahut Tata yang kini sudah membalikkan kursinya menghadap meja Amara dan Diandra.

"Lo pikir gue paham materi? Semua pelajaran juga gue nggak paham materinya," ujar Amara.

"Makannya belajar. Sambat mulu lo semua," celetuk Cici yang dari tadi mendengarkan ocehan sahabatnya itu. Memang benar kata orang-orang kalau cuma Cici yang waras dia antara mereka berempat.

"Ga mau males."

Cici langsung menoyor kepala Amara pelan. "Dasar."

"Amara mana mau belajar, orang tiap harinya mengharap yang enggak pasti mulu," ejek Tata.

"Daripada belajar mending gue ngebucinin Aksara aja."

"Gila lo," sahut Cici sambil menggelengkan kepalanya. Otak sahabatnya itu sepertinya hanya dipenuhi oleh Aksara saja.

Mengingat tentang Aksara, kejadian di kantin tadi mendadak terputar di otak Amara. Dia menjadi kesal sendiri kepada Nabila. Padahal setahunya, dulu saat kelas 10 dan kelas 11 anak itu anteng-anteng saja dan tidak memiliki masalah dengannya. Tapi mengapa akhir-akhir ini Nabila selalu memancing emosinya.

Jika dibandingkan dengan Nabila, Amara mengakui jika dia kalah telak. Dirinya saja tidak mempunyai prestasi apapun. Semua mata pelajaran tidak dia kuasai. Benar-benar sangat berbanding terbalik dengan Nabila yang terlihat seperti murid ambis.

"Ngelamunin apaan lo?" tanya Diandra binggung dengan Amara yang mendadak diam. Pasalnya anak itu biasanya akan sangat cerewet.

"Aksara sama Nabila pacaran nggak sih?" tanya Amara frustasi. "Kenapa akhir-akhir ini mereka deketan terus."

"Kalau menurut gue sih kayanya nggak pacaran. Lihat aja tadi pas di kantin Aksara aja kayak kelihatan risih gitu nggak sih, Ra?" jawab Tata.

"Kalau nggak pacaran kenapa Aksara nggak ngusir dia? Sedangkan Aksara aja selalu marah-marah ke gue kalau gue nyentuh dia sedikit aja."

AKSARA Kde žijí příběhy. Začni objevovat