Ketulusan William

1.1K 211 24
                                    

"Dia mengabaikanku?" tanya Caroline sembari melihat layar televisi di apartemen mewahnya.

Saat ini Caroline tengah menikmati anggur berkualitas tinggi, sembari melihat berita demi berita mengenai pernikahan William dengan Rachel. Ini adalah pernikahan kedua William, tetapi tidak banyak yang mengetahui hal itu. Karena pernikahan pertama William dengan Lily diadakan dengan sangat sederhana. Mereka berdua menikah di sebuah desa, dan William sama sekali tidak pernah memperkenalkan istrinya ke hadapan publik, sesuai dengan apa yang diminta oleh Lily.

Mungkin, William juga berpikir bahwa hal itu ada baiknya. Karena ia bisa memastikan keamanan sang istri, jika terhindar dari perhatian publik. Namun, pada dasarnya Lily memang bukan pasangan yang cocok untuk William. Karena sebuah insiden, Lily pun memutuskan untuk bunuh diri. Membawa turut serta janin dalam kandungannya. Kisah tragis yang mungkin akan terulang untuk kedua kalinya.

Meskipun kini William tidak lagi menyembunyikan pernikahannya, tetapi Caroline yakin jika tidak banyak yang akan berubah. Karena pada dasarnya tidak ada wanita yang cocok dengan William selain Caroline. Secara alami, para wanita itu satu per satu akan pergi, tanpa menyisakan jejak. Membuat William kembali terluka dan ditinggal dalam kesendirian.

"Seharusnya kau tidak menikahinya, Manuel. Karena pada akhirnya, dia pun akan berakhir seperti Lily. Dia tidak akan bisa bertahan di sisimu untuk selamanya," ucap Caroline sebelum menyesap anggurnya dengan nikmat.

Caroline bersandar dengan nyaman. Namun, siapa pun yang mengenalnya, pasti sepakat jika saat ini Caroline sebenarnya tengah marah. Tinggal menunggu waktu hingga Caroline mengambil langkah yang membuat orang-orang yang telah membuat dirinya marah mengambil bayarannya. Caroline memutar gelas anggur di tangannya dengan gerakan anggun. Ia terlihat berpikir dengan serius, sembari menatap layar televisinya.

"Kali ini, apa yang harus aku lakukan untuk memberikan pelajaran padamu, William?" tanya Caroline pada dirinya sendiri.

Seperti apa yang dinilai oleh William, Caroline adalah versi wanita dari dirinya. Caroline bisa melakukan apa pun dengan kekuasaan yang ia miliki. Ya, semuanya. Hanya satu hal yang tidak bisa Caroline dapatkan hingga saat ini. Hal itu tak lain adalah hati William. Namun, bagi Caroline ini bukan hal yang menyedihkan atau memalukan.

William adalah tantangan yang membuat Caroline tertantang untuk membuat pria itu takluk padanya. Gadis cantik itu pun menyeringai. Dengan gaya anggunnya, ia pun memainkan helaian rambut cokelatnya dan berkata, "Sepertinya aku menemukan cara yang menarik. Tunggu hadiah pernikahan dariku, Manuel."

***

Karena sudah resmi menjadi istri dari William, mau tidak mau Rachel pun harus pindah ke kediaman keluarga Oxley. Kediaman mewah yang bahkan lebih besar skalanya dari kediaman milik keluarga Carter. Ada puluhan pelayan, tukang kebun, hingga pengawal terlatih yang bekerja di sana. Menunjukan betapa rumah itu luas dan butuh penjagaan ketat untuk isinya.

Rachel yang sebenarnya juga berasal dari keluarga berada, masih terlihat canggung ketika para pelayan melayaninya di setiap detail yang ia lakukan. Bahkan jika tidak menolak dengan keras, mungkin para pelayan itu akan membantu Rachel saat mandi dan berpakaian. Membayangkannya saja sudah membuat Rachel malu dibuatnya.

Rachel menghela napas. Semua jadwalnya selama dua bulan dibatalkan. Sesuai dengan apa yang disarakan oleh dokter. Karena kandungan Rachel masih terlalu muda, disarakan untuk tidak terlalu banyak beraktifitas. Terutama aktifitas yang memaksa Rachel untuk berada di luar rumah dalam jangka waktu yang panjang. Alhasil, William secara khusus memberikan perintah agar Rachel tetap di rumah.

Sebagai gantinya, apa pun yang diminta atau dibutuhkan oleh Rachel akan disediakan di dalam rumah. Hingga Rachel sama sekali tidak perlu ke luar dari rumah untuk mendapatkannya. Rachel menatap pelayan yang ditugaskan untuk mengikutinya ke mana pun dan bertanya, "Apa William sudah pulang?"

Pelayan itu pun menjawab, "Tuan sudah tiba di mansion sejak dua jam yang lalu, Nyonya."

Jawaban tersebut tentu saja mengejutkan Rachel. "Dua jam yang lalu? Kenapa dia pulang secepat ini?" tanya Rachel lagi. Karena memang ini belum waktunya William pulang dari kantornya.

Pelayan itu mengulum senyum sebelum menjawab, "Tuan pulang demi menyiapkan sendiri kamar untuk calon penerus, Nyonya."

Tanpa banyak kata, Rachel pun meminta pelayan itu untuk mengantarkannya menuju ruangan yang disebutkan oleh si pelayan sebelumnya. Setibanya di sana, barulah Rachel dibuat terkejut. Ternyata William benar-benar tengah mempersiapkan kamar untuk calon anak mereka. Namun, skala kamar tersebut sangat berlebihan. Kamar tersebut luasnya bahkan setara dengan kamar utama. Dengan dekorasi berwarna biru lembut.

William tampak sibuk merapikan beberapa mainan yang sudah ia beli, dan membuat Rachel menggeleng tidak percaya. "Liam, ini terlalu berlebihan," ucap Rachel sembari mendekat pada William.

William yang melihat istrinya mendekat, segera duduk dengan nyaman di lantai, dan menarik Rachel untuk duduk di atas pangkuannya. "Tidak berlebihan. Aku hanya ingin menyiapkan hal yang terbaik untuk calon anaku."

William lalu menciumi pipi Rachel dengan sayang. Tentu saja tingkah William tersebut membuat Rachel menghela napas. Namun, Rachel sama sekali tidak mendorong William menjauh. Karena rasanya berada di dalam pelukan William terasa begitu nyaman baginya. Hal itu membuatnya enggan untuk beranjak. Rachel pun memutuskan untuk mengedarkan pandangannya dan sadar bahwa ada sebuah pintu lain di ruangan tersebut.

Menyadari pandangan Rachel, William pun berkata, "Di sebelah adalah kamar untuk putri kita."

Mendengar hal itu, Rachel pun membulatkan matanya. "Apa?"

William terkekeh. "Karena kita belum mengetahui jenis kelamin buah hati kita. Rasanya lebih baik aku menyiapkan dua kamar saja. Lagi pula, aku rasa nantinya kamar yang tidak terpakai, pada akhirnya akan terpakai juga. Atau bisa jadi sekarang kau hamil anak kembar," ucap William mengusap perut Rachel yang memang sudah menunjukan tanda-tanda kehamilan.

Rachel pun pada akhirnya bangkit dan beranjak untuk melihat-lihat. Ternyata bukan hanya kamar tidur dan mainan, William juga menyiapkan pakaian-pakaian untuk calon anak mereka. Tentu saja Rachel merasa jika ini terlalu awal. Kehamilan Rachel bahkan baru memasuki usia empat bulan. Masih terlalu awal untuk menyiapkan semua ini. Namun, dada Rachel dipenuhi oleh rasa hangat yang hampir membuat hatinya meleleh.

Rachel merasakan ketulusan William dalam segala hal yang sudah ia persiapkan. Hal yang membuat Rachel mau tidak mau, merasa yakin jika keputusannya untuk tetap di sisi William adalah hal yang tepat. Karena tempat ini memanglah untuknya. Ia di sini bukan untuk menggantikan posisi orang lain, tetapi untuk menjadi dirinya sendiri.

Ketika Rachel mengambil sepasang sepatu bayiyang manis, William memeluk Rachel dari belakang dan berkata, "Aku akan memberikan apa pun untuk kalian, Rachel. Untukmu, dan calon anak kita."




.

.

.

Gimana?
Lanjut?

No More PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang