Kepastian

1K 223 12
                                    

"Untungnya, Tuan membawa Nona di waktu yang tepat. Jadi, kondisi Nona bisa segera ditangani," ucap seorang dokter setelah memeriksa kondisi Rachel.

"Jadi bagaimana? Kondisinya tidak berbahaya, bukan?" tanya William sembari mengusap kening Rachel dengan lembut.

William memang bertanya pada dokter itu, tetapi ia bahkan tidak meliriknya sama sekali. Namun, dokter itu tidak tersinggung. Ia tahu jika saat ini yang menjadi fokus William adalah kondisi kekasihnya. "Tidak ada yang perlu dicemaskan. Kondisi Nona dan janinnya baik-baik saja," ucap sang dokter.

William menghela napas lega. Setelah itu ia pun meminta dokter itu pergi. Kini, tinggal Willia, Rachel, dan Sam yang berada di dalam ruang rawat mewah tersebut. "Sam, pastikan jika Caroline tidak mengetahui apa pun yang terjadi malam ini. Termasuk mengenai kehamilan Rachel. Kita harus menyembunyikan masalah kehamilan Rachel, hingga waktu yang tepat," ucap William.

Sam yang mendengar perintah tersebut mengangguk. "Saya mengerti, Tuan. Apa saya perlu menempatkan pengawal?" tanya Sam.

William terdiam. Sebenarnya ia tidak membutuhkan pengawal apa pun. Mengingat dirinya sendiri yang akan menemani Rachel selama di rumah sakit. Namun, untuk mengantisipasi hal terburuk, William pada akhirnya mengangguk. "Tempatkan di sepanjang lorong. Pastikan jika pihak rumah sakit tidak membocorkan apa pun mengenai Rachel," ucap William kembali memberikan arahan.

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya undur diri."

Sam segera pergi setelah mendapatkan izin dari William. Tentu saja William segera fokus terhadap Rachel. Untungnya, kondisi Rachel sudah membaik. Suhu tubuhnya bahkan sudah berangsur-angsur turun. Dokter juga tidak menyebutkan kondisi tertentu yang membuat William cemas. Setidaknya, kini William bisa bernapas lega karena kondisi Rachel dan janinnya baik-baik saja.

Untungnya, William masih memiliki beberapa kamera tersembunyi di dalam apartemen Rachel. Ia bahkan masih bisa mengetahui kode akses apartemen Rachel karena peretas handal yang bisa mengakses kode tersebut. Jadi, William bisa datang tepat waktu dan memerika kondisi Rachel. Karena terkejut, sepertinya hal itu membuat kondisi kesehatan turun dengan drastis.

Semula, William agak panik. Karena sebelumnya William berniat untuk merawat Rachel sendiri di apartemen. Namun, ternyata kondisi Rachel lebih buruk daripada yang ia bayangkan. Suhu tubuhnya terus naik, dan Rachel terus menggigil kedinginan. Melihat kondisi yang tidak memungkinkan itu, William tanpa pikir panjang segera membawa Rachel ke rumah sakit. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

"Baik-baik, ya. Jangan membuat ibumu kesulitan. Jika memang menginginkan sesuatu, minta baik-baik pada ibumu. Papa pasti akan menuruti keinginanmu," ucap William lalu mencium perut Rachel yang masih datar.

Siapa pun bisa menilai, jika saat ini William tengah merasa sangat bahagia. Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. Ia menggenggam salah satu tangan Rachel dan menciuminya dengan lembut. "Kalian miliku," bisik William agak terdengar mengerikan.









***








Rachel kembali mengernyitkan keningnya, saat dirinya tersiksa untuk menguras semua isi perutnya yang sebenarnya hanya berisi air. William berdiri di belakang tubuh Rachel, dan menopan tubuh kekasihnya itu dengan sigap. Ia memijat tengkuk Rachel, untuk membantu Rachel menuntaskan desakan mual pada perutnya. Setelah itu barulah Rachel bersandar sepenuhnya pada dada William. Sementara William sibuk menyeka sisa muntahan pada dagu Rachel dan membersihkan washtafel.

William denga sigap menggendong Rachel untuk kembali ke ranjang rawatnya. Rachel memang belum mendapatkan izin untuk meninggalkan rumah sakit. Selain kondisi Rachel masih belum stabil, hal itu juga sesuai dengan permintaan William. Setelah Rachel bangun dari tidurnya, William terus mengurus keperluan Rachel secara pribadi. Namun, Rachel masih bersikap dingin pada pria itu. Saat ini saja, Rachel memunggungi William, sebelum berusaha untuk tidur.

William hanya menghela napas dan membenarkan letak selimut Rachel. Tentu saja William sama sekali tidak meninggalkan sisi Rachel. Ia tetap duduk di kursi yang berada di dekat tepi ranjang Rachel. William tentu saja tidak hanya diam, ia mengerjakan pekerjaannya. Meskipun sudah memberikan kuasa pada Sam untuk mengambil alih pekerjaannya, tetapi ada beberapa hal yang hanya bisa berjalan jika mendapatkan persetujuan darinya.

William sesekali melirik pada Rachel yang tampak sudah kembali tidur. Suasana hati Rachel memang sangat buruk, apalagi ditambah dengan kondisi kesehatannya yang belum terlalu pulih. Apalagi sekarang Rachel selalu merasa mual. Untungnya, obat yang Rachel minum membuatnya lebih cepat merasa mengantuk. Setidaknya tidur bisa membuat Rachel lebih tenang dan tidak akan tersiksa oleh rasa mual.

William larut dalam pekerjaannya, hingga berjam-jam lamanya. Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, William masih belum berniat untuk beranjak dari posisinya. Ia hanya memeriksa kondisi Rachel. Setelah itu ia merenggangkan badannya sebelum memilih untuk tidur dengan menyandarkan sebagian tubuhnya pada tepi ranjang Rachel. Willaim seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya sama sekali tidak ingin meninggalkan Rachel dan calon buah hati mereka.

William tertidur dengan cukup lelap. Apalagi sebenarnya ia sendiri merasa lelah. Ruang rawat mewah yang sudah dibuat temaram itu terlihat sangat hening. Hanya ada suara detik jam dan tetesan cairan infus. Ah, jangan lupakan helaan napas teratur William dan Rachel. Namun, hal itu tidak bertahan lama. Karena berselang satu jam kemudian, Rachel terbangun.

Ia menatap langit-langit dengan nyalang, sebelum menatap William yang tertidur selayaknya bayi. Pria berambut pirang itu terlihat sangat lelap dalam tidurnya. Rachel menatapnya dalam diam. Namun, tak lama Rachel bergumam, "Apa yang harus aku lakukan? Bertahan di sisimu, atau pergi darimu? Kau membuatku bimbang."

Rachel pun mengubah posisi berbaringnya menjadi menghadap William. Menahan diri untuk tidak mengulurkan tangannya dan memainkan helaian rambut pirang William yang tebal. Ia menatap relief ajah sempurna William, sembari mencoba mengurai benang yang terasa kusut di dalam kepalanya. Namun, hal itu malah membuat Rachel lelah sendiri. Ia menguap dan pada akhirnya kembali jatuh tertidur.

Entah mengapa, berada di sisi William membuat Rachel merasa sangat nyaman. Seakan-akan Rachel mendapatkan kepastian, bahwa ia tidak perlu mencemaskan apa pun yang akan terjadi nantinya. Karena William akan selalu ada di sisinya, melindunginya, dan mencintainya. Tanpa sadar, Rachel pun tidur dengan sebuah senyuman manis pada wajahnya.

Dengan mudah Rachel kembali terlelap dengannyenyaknya. Ia bahkan tidak sadar, saat William terbangun dan kini menatapwajahnya dalam jarak yang begitu dekat. William menyeringai. Ia mengulurkantangannya dan mengusap kening Rachel dengan lembut. "Biar aku jawabpertanyaanmu dengan sebuah kepastian, Rachel. Apa pun yang terjadi nanti, padaakhirnya kau akan memutuskan untuk tetap berada di sisiku, selamanya," bisikWilliam seakan-akan bersumpah akan menjadikan perkataannya menjadi sebuahkenyataan.





.

.

.


Jangan lupa komennya sayanggg

No More PainWhere stories live. Discover now