Teror

1.6K 288 14
                                    

Rachel mengikat rambutnya tinggi-tinggi dan mulai bergerak untuk menata dan membersihkan apartemen miliknya. Untungnya, Rachel memang memiliki sebuah apartemen atas namanya sendiri, hingga dirinya tidak pusing saat harus angkat kaki dari rumah orang tuanya. Sekarang, Rachel benar-benar harus hidup mandiri. Namun, ini bukan hal yang aneh bagi Rachel. Karena sebelumnya pun, ia selalu sendiri.

Setelah membersihkan semua sudut hingga bersih tanpa d ebu, Rachel pun memeriksa dapur mini di sudut apartemennya. Ia memeriksa semua peralatan dapur dan isi lemarinya. Semuanya masih lengkap dan masih bisa digunakan. "Aku hanya perlu mengisi lemari pendingin," ucap Rachel lalu mulai mencatat barang-barang yang akan ia beli nanti.

Di tengah kegiatannya tersebut, tiba-tiba Rachel mendapatkan pesan. Ia melirik ponselnya yang tergeletak di dekat kertas catatannya. Ternyata itu pesan dari David. Tanpa pikir panjang, Rachel menghapus pesan tanpa mengintip isinya sama sekali. Lalu memblokir semua nomor orang yang tidak ingin ia temui lagi. Dimulai David, Julia, hingga Ivan, sang ayah.

Rachel menghela napas panjang. "Padahal aku tengah berusaha untuk melupakannya," gumam Rachel merasa frustasi.

Rachel memang berupaya menyibukan diri sendiri, demi melupakan semua hal yang membuat dirinya tertekan dan sedih. Hal tersebut tentu saja tidak lain adalah masalah mengenai hubungannya dengan David, serta mengenai karirnya. Belum lagi kesalahan semalam yang ia lakukan saat mabuk. Semuanya terjadi bertubi-tubi membuat Rachel sangat stress.

Apalagi saat mengingat bahwa David, pria yang ia cintai telah mengkhianatinya. Terlebih dengan kakaknya sendiri. Rachel termenung. "Apa ini rasanya patah hati?" tanya Rachel sembari menyentuh dadanya sendiri.

Orang bilang, rasanya dikhianati oleh kekasih itu sangat menyakitkan. Seakan-akan kita merasakan kekecewaan yang bertubi-tubi karena kehilangan orang yang kita cintai. Namun, entah mengapa Rachel tidak merasakan hal tersebut. Hal yang saat ini Rachel rasakan malah kemarahan, serta kehampaan. Seakan-akan David hanya menyandang status sebagai kekasihnya, padahal Rachel sendiri tidak memiliki apa yang dinamakan cinta untuk pria itu.

Rachel terkekeh pelan. "Aku bahkan tidak mengenal arti kata cinta," ucap gadis satu itu sembari memejamkan mata dan bersandar nyaman pada sandaran kursi makan.

"Untuk apa aku memikirkan para bajingan itu? Lebih baik aku memikirkan apa yang harus aku pikirkan," ucap Rachel lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya dan membaca beberapa dokumen mengenai kontraknya dengan agensi.

Setelah membacanya dengan saksama, Rachel pun yakin. "Aku hanya perlu menunggu dua bulan, dan aku bisa pindah agensi," ucap Rachel terlihat antusias.

Rachel memang sudah memutuskan untuk pindah agensi. Ia tidak mau lagi berhubungan Julia, David, dan rekan-rekannya lain yang berada di agensi yang sama. Karena Rachel tengah berusaha untuk memulai semuanya dari awal. Dan Rachel yakin, bahwa ia harus memutuskan hubungannya dengan sumber kesialannya. Ia harus menghindari kesialan, demi hidup tenang dan bahagia.

"Mereka adalah sumber kesialan bagiku," gumam Rachel sembari mengernyitkan kening tidak suka saat mengingat wajah teman-teman yang tidak bisa ia hubungi, setelah meninggalkan dirinya dalam keadaan mabuk. Hingga Rachel harus berakhir tidur dengan pria berambut pirang keemasan itu.







***







Tepat jam delapan malam. Rachel ke luar dari apartemennya dengan memakai pakaian yang nyaman. Berupa kaos polos dan hotpans yang hampir tertutup sepenuhnya oleh kaos yang ia kenakan. Rachel menggerai rambut cokelat madunya begitu saja, membuat kecantikan alaminya menguar begitu saja. Jika melihat penampilannya ini, rasanya sangat mustahil bagi Rachel tidak menjadi aktris yang terkenal. Padahal bakat dan penampilannya mendukung. Sayangnya, itu adalah kenyataan pahit yang harus Rachel tanggung.

Rachel ke luar dari apartemennya ternyata untuk berbelanja. Ada sebuah mini market yang tidak terletak jauh dari apartemen miliknya. Jadi, Rachel tidak merasa takut harus ke luar ketika malam seperti itu. Toh, jalanan di sana tidak pernah sepi. Itu kota mode, di mana orang-orang terus berputar mencari inspirasi serta hiburan. Menurut Rachel, mustahil ada orang gila yang mau melukainya.

Begitu tiba di mini market yang sebenarnya menyiadakan hampir semua kebutuhan produk pangan yang lengkap, Rachel segera memilih apa yang ia butuhkan. Rachel berniat untuk membeli stok untuk sebulan. Selama ia belum terikat dengan agensi baru, ia harus sehemat mungkin. Walaupun sebelumnya pun, Rachel lebih banyak membawa bekal yang ia masak sendiri, daripada makan di luar. Selain harus menjaga makanan yang ia santap, itu juga lebih hemat.

Rachel mengernyitkan keningnya dan menoleh ketika dirinya tengah memiliki keju kemasan. Entah mengapa, semenjak memasuki mini market tersebut, Rachel merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Namun, tidak ada siapa pun yang memperhatikannya. Orang-orang yang berada di sana, tengah sibuk memilih belanjaan mereka. Rachel yang sudah merasa tidak nyaman, memilih untuk segera menyelesaikan acara belanjanya. Setelah membayar belanjaannya, Rachel segera beranjak untuk kembali ke apartemennya.

Ketika dalam perjalanan pulang, Rachel semakin merasa terancam. Seakan-akan ada yang mengejarnya, Rachel mulai mempercepat langkahnya, hingga napasnya mulai memburu. Selain karena lelah, Rachel juga mulai tercekik oleh rasa takut. "Sial, ke mana semua orang?" tanya Rachel hampir memekik.

Hal itu terjadi, karena jalanan yang biasanya ramai, tiba-tiba berubah sepi bak kota tak berpenghuni. Hal yang sangat langka di kota tersebut. Rachel hampir menangis saat dirinnya benar-benar merasakan seseorang berlari mengejarnya. Rachel yang panik, tiba-tiba tersungkur saat dirinya menabrak sesuatu. Semua belanjaan Rachel tercecer dan tubuh Rachel bergetar. Air mata mulai mengalir deras tanda jika Rachel memang tengah benar-benar ketakutan. Hingga dirinya tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Nona? Tolong tenanglah, apa yang terjadi?"

Untungnya, pertanyaan yang berulang kali terulang tersebut membuat Rachel tersadar. Seketika Rachel menangis kencang saat dirinya melihat seorang polisi yang memang betugas untuk berpatroli di sekitar area tersebut. Polisi tersebut terkejut dan berusaha untuk menenangkan Rachel. "Tolong tenang, Nona. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya polisi itu.

Rachel menjawab dengan nada bergetar, "Ada yang mengikutiku."

Dengan jawaban tersebut, tentu saja polisi tersebut segera mengedarkan pandangannya. Namun, tidak ada satu pun orang yang mencurigakan. Karena itulah, ia segera merapikan barang belanjaan Rachel dan dengan hati-hati mengawal Rachel untuk segera beranjak memasuki apartemennya. Rachel masih setengah ketakutan, ketika dirinya tiba di unit apartemennya. Polisi itu segera pergi setelah mengatakan jika dirinya akan berpatroli di area tersebut dan meminta Rachel untuk tidak cemas.

Rachel memilih untuk meletakkan semua belanjaannya begitu saja di meja makan. Ia mencuci wajahnya sebelum beranjak menutup gorden. Berpikir jika dirinya harus segera bersih-bersih dan beristirahat. Namun, Rachel menemukan sesuatu yang mengejutkan dan menjerit penuh ketakutan saat dirinya melihat seseorang yang berpakaian serba hitam serta menyembunyikan wajahnya, berdiri di seberang apartemennya. Pria itu melambaikan tangan dan memberikan isyarat yang membuat Rachel merinding bukan main.

"Sialan! Sebenarnya apa yang terjadi?!" teriak Rachel ketakutan.





.

.

.

Kira2 siapa yg neror Rachel ya?
Jangan-jangannnnn
Wkwk siapa ya?

No More PainWhere stories live. Discover now