Mata Axel membulat dan mencerna segala informasi yang ia dengar.

Cucu Ratu. Manusia.

Berarti yang dihindari oleh hantu-hantu ini adalah seorang manusia?

"Kita bukan takut sama manusianya Yul, kita takutnya sama yang jagain dia, kamu enggak lihat auranya? Memanglah Tuyul ini, otakmu dimana sih?"

Tuyul yang tak terima dipertanyakan otaknya pun menangis ke sang mama, si hantu toilet.

"Dari banyaknya sekolah di kota ini kenapa cucunya Ratu pindah ke sekolah ini? Gue bisa depresot karena tekanan kalau gini terus..." keluh perempuan yang berpakaian serba putih, dia adalah primadona sekolah ini, tentunya di kalangan hantu.

Axel beranjak dari duduknya, pergi keluar kelas tanpa sepatah kata pun.

Axel tidak tahan, kondisi kelas sangatlah ramai. Rasanya seperti semua hantu sekolah berkumpul di kelas itu. Axel merasa dadanya sesak.

"Eh! Kok lo keluar tanpa bersuara sih? Mau ke ma-" seru Eros yang menyusul dari belakang, Eros berhenti berbicara saat Axel membalikkan badannya.

"Atap."

"Gak ke kantin? Lo gak la— wajah lo pucat kali!" Ghevan terperangah melihat kondisi Axel yang terlihat tidak baik-baik saja.

Axel berjalan pergi. Dirinya tak nafsu makan setelah melihat puluhan hantu, tangan yang ada di dalam saku celananya sekarang bahkan bergetar.

Eros dan Ghevan bertukar pandang, tak perlu lagi mereka tanya. Jika kondisi Axel sudah separah ini, berarti Axel habis melihat sesuatu yang menakutkan.

"Ya udah, ayo." Eros berjalan menyusul Axel, begitu juga dengan Ghevan.

Selama perjalanan ke atap, Axel terus berpikir dan berusaha menenangkan dirinya. Andai saja mama Axel ada di sini, sudah pasti Axel berlari memeluk sang mama.

Saat menuju atap, mereka tak sengaja berpas-pasan dengan Shavira dan Valetta.

"Shavira!" sapa Eros, wajahnya terlihat cerah.

Shavira tersenyum dan membalas sapaan Eros, "Eros enggak ke kantin?"

Eros menggeleng, "Kamu?"

Oh udah pakai aku-kamu sekarang, batin Valetta dalam hati. Padahal kemarin masih lo-gue, sekali dapat restu dari Valetta langsung ngegas.

"Aku baru balik dari kantin, ini mau ke kelas," sahut Shavira.

"Lexa tumben enggak sama kalian, dia di mana?" tanya Ghevan.

Valetta memicingkan matanya, "Lo peduli?"

"Iya, kenapa?" balas Ghevan, seperti lupa kalau tadi pagi baru saja ia diancam Valetta.

"Lucu ya, lo pedulinya sekarang. Tiga tahun yang lalu lo ke mana? Ingat sama apa yang lo lakuin sebelum Lexa pergi?" sarkas Valetta tersenyum kecut.

"Ayo, Shav, kita balik." Valetta menarik tangan Shavira pergi.

"Bye, Eros!" pekik Shavira tersenyum lebar.

"Bye, Shavira!" balas Eros melambaikan sebelah tangannya.

Aduh berbunga-bunga, batin Eros.

Eros membalikkan badannya, menatap Ghevan dan Axel.

Ghevan terlihat depresi, kepalanya tertunduk. Sedangkan Axel?

Eros mengikuti arah pandang Axel. "Valetta? Lo kenapa lihatin Valetta sampai segitunya?"

Indigo Tapi Penakut | ENDМесто, где живут истории. Откройте их для себя