BAB 14

5.2K 254 4
                                    

Dingdong… dingdong… dingdong

Pak Randy yang sedang berada di depan pintu apartament pak Adam, memencet bel yang berada di samping pintu apartement. Pintupun terbuka, pak Randy masuk ke dalam apartement dan segera duduk di ruang tamu.

“kopi?” tanya pak Adam

“iya boleh dam” jawab pak Randy

Pak Adam membuatkan kopi untuknya dan pak Randy. Dia menaruh kopi diatas meja ruang tamu dan melihat sahabatnya Randy sedang duduk menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“kenapa lagi lo Ran?” tanya pak Adam yang duduk di hadapan pak Randy

“Dam” pak Randy mengangkat kepalanya dan menatap pak Adam dengan sangat serius

“anjir kaget gw! Apaan sih bikin kaget aja lo?!” ucap pak Adam terkejut

“kayanya bener apa kata lo. Gw suka sama Zia” pak Randy menutup lagi wajahnya dengan kedua tangannya

“ya bagus dong akhirnya setelah sekian lama lo bisa jatuh cinta lagi. Tapi kenapa lo malah kelihatan frustasi gitu sih?” tanya pak Adam

Pak Randy membuka wajahnya yang tadi ditutupi oleh kedua tangannya. Dia menghembuskan nafas panjang, menyandarkan tubuhnya di sofa dan menatap langit-langit apartement.

“gw gak tau harus mulainya gimana” jawab pak Randy

“damn it bro! don’t be a coward! Tinggal lo bilang sama Zia kalau lo suka sama dia. Kenapa jadi ribet banget sih lo!” jawab pak Adam kesal

“Zia beda dam. Jalan sama dia aja gw harus cari alasan. Gimana caranya gw bisa ungkapin perasaan gw” tanya pak Randy

Pak Adam menghela nafas dan meletakkan cangkir kopi yang sedari tadi ia pegang. Dia membenarkan posisi duduknya yang tadi bersila diatas sofa dan menurunkan kedua kakinya dari sofa.

“denger ya Ran. Kalau lo udah suka sama cewek, lo harus bisa dapetin hatinya sebelum lo nyesel. Gimanapun caranya. Kalau lo gak bisa ngajak dia jalan, lo bisa ungkapin perasaan lo saat ketemu dia nanti di lapangan. Jangan lo buat semua jadi ribet. Bukan sekali dua kali lo suka sama cewek” ucap pak Adam dengan serius

“gw takut dia nolak gw dan hubungan gw sama dia jadi canggung” ucap pak Randy

“itu adalah konsekuensi saat kita ungkapin perasaan kita ke cewek. Lo harus siap kalau dia nolak dan hubungam kalian akan canggung. Walaupun begitu gw yakin Zia akan tetap profesional jadi caddy lo” ucap pak Adam

“Zia mungkin bisa profesional, gak yakin dengan gw. Apa bisa gw liat Zia tetap jadi caddy gw kalau dia nolak perasaan gw” ucap pak Randy

“astaga! What’s wrong with you bro! belum apa-apa lo udah takut ini dan itu. Jangan banyak menebak-nebak hal yang belum tentu terjadi Ran. Lo tunjukin usaha lo dong buat dapetin hati Zia” ucap pak Adam

“gw rasa gw cuma butuh waktu lebih lama” ucap pak Randy

“whatever Ran!” ucap pak Adam kesal

Pak Randy hanya terdiam, sesekali ia menghelakan nafasnya. Tak biasanya pak Randy seperti itu. Sebelumnya dia selalu berani menyatakan perasaannya lada wanita yang ia suka. Zia memang berbeda, bisa membuat dirinya tak karuan seperti ini.



Hari demi hari sudah berlalu. Ini adalah tahun terakhir Zia kuliah. Zia mulai disibukkan dengan skripsinya. Semua berjalan seperti biasanya, setiap Rabu Zia akan menjadi caddy pak Randy. Semenjak malam itu, Zia tak pernah bertemu dengan pak Randy di luar lapangan. Zia merasa sangat lega karena tak lagi harus bertentangan dengan prinsipnya untuk tidak bertemu dengan pemain golf di luar lapangan.

Drrrt…drrrt…drrrt… ponsel Zia bergetar. Zia mengambil ponsel yang ia letakkan diatas meja di samping tempat tidurnya. Nama kakaknya Tiara muncul di layar ponselnya.

“halo mba” sapa Zia saat mengangkat teleponnya

“Zi, besok kerjanya libur gak?” tanya mba Tiara

“gak mba. Ada apa mba?” tanya Zia

“ada hal penting yang mau mba sampein ke kamu” jawab mba Tiara

“aku besok kuliahnya libur sih. Pulang kerja aku bisa ketemu mba deh” ucap Zia

“yaudah besok pulang kerja kamu kesini ya kerumah ayah” ucap mba Tiara

“iya mba” jawab Zia

Zia menutup teleponnya mengira-ngira apa yang akan mba Tiara sampaikan padanya hingga dia harus pulang kerumah ayah. Zia sebenarnya juga sudah sangat rindu dengan ayahnya, namun kesibukannya membuat dia terpaksa tidak pulang kerumah dan menemui ayahnya selama hampir enam bulan lamanya. Kebetulan besok Zia memiliki waktu luang, dia akan pulang kerumah menemui ayahnya. Zia merebahkan dirinya diatas tempat tidur dan segera memejamkan matanya.

Siang itu, Zia baru saja selesai turun ke lapangan. Zia duduk menyandarkan punggungnya pada dinding ruang istirahat caddy. Ria yang melihat Zia sedang duduk bersandar kemudian menghampirinya.

“Zi, main yuk” Ria mengajak Zia untuk bermain karena Ria juga sudah lama tak bermain dengan Zia yang sibuk dengan tugas kuliahnya

“sorry Ri, gak bisa. Gw mau pulang kerumah ayah sore ini” ucap Zia

“ngapain? Kangen sama ayah?” tanya Ria

“semalem mba Tiara telepon nyuruh gw pulang katanya ada yang mau dia sampein ke gw. Ya… gw juga kangen sih sama ayah udah lama banget gak pulang kerumah” jawab Zia

“oh gitu. Yaudah kalau gitu next time aja kita mainnya” ucap Ria

Tepat jam 3 sore, jam pulang kerja. Zia memasukkan semua barang-barang miliknya ke dalam loker. Zia juga mengganti pakaiannya dengan celana jeans dan t-shirt polos berwarna hitam. Zia memakai jaketnya dan berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya. Saat baru saja tiba di parkiran, ponsel Zia bergetar.

Zi, jadi pulang kan? Mba tunggu ya. Isi pesan dari mba Tiara

Iya jadi mba. Zia baru selesai kerja. Ini mau pulang mandi dulu, baru berangkat kesana. Jawab Zia

Yaudah kalau gitu. Hati-hati nanti berangkatnya. Pesan mba Tiara
Iya mba. Jawab Zia

Zia menaiki motornya dan melajukan motornya pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Zia bergegas mandi dan mengganti pakaiannya. Beberapa menit bersiap, Zia lalu berangkat untuk pulang kerumah ayahnya di kota Depok.

“Assalamu’alaikum” Zia mengucapkan salam setelah berada di depan gerbang rumah ayahnya

“Wa’alaikumsalam” terdengar suara mba Tiara yang duduk di teras rumah menunggu kedatangan Zia

Mba Tiara membukakan gerbang rumah, menyambut kedatangan Zia dengan senyum bahagia. Mba Tiara dan Zia masuk kedalam rumah. Terlihat ayah dan ibu tirinya sedang duduk di ruang tamu dengan pakaian yang sangat rapih seperti sedang menunggu seorang tamu. Zia menghampiri mereka dan mencium punggung tangan mereka satu persatu. Mba Tiara menyuruh Zia duduk bersama ayah dan ibu tirinya.

“gimana kabar kamu Zi?” tanya ayahnya

“baik ayah. Ayah gimana?” tanya Zia balik

“baik. Kuliah kamu lancar?” tanya ayahnya

“lancar ayah” jawab Zia singkat

“sekarang udah tahun terakhir kan? Berarti sekarang lagi nyusun skripsi ya?” tanya ayahnya

“iya ayah. Makanya Zia jarang pulang kerumah, maaf ya ayah” Zia yang sedari tadi menundukkan pandangannya kini memandang ayahnya. Terlihat dari ujung matanya bagaimana ibu tirinya menatap Zia dengan tatapan sinis namun Zia berusaha tidak menghiraukannya

“mau ada tamu ya ayah?” tanya Zia

“kakak kamu gak bilang sama kamu?” tanya ayahnya, Zia menggelengkan kepalanya

“pacar kakak kamu mau datang sama keluarganya” lanjut ayahnya

Zia sangat terkejut mendengar jawaban dari ayahnya. Rasa bahagia yang Zia rasakan begitu besar hingga membuat mata Zia dipenuhi oleh air mata. Namun Zia berusaha menahan air mata itu agar tidak jatuh membasahi pipinya. Zia menatap mba Tiara, kedua mata mereka saling bertemu. Mba Tiara menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Zia. Melihat kebahagiaan pada wajah kakaknya membuat Zia tak bisa lagi menahan air matanya. Zia pergi ke kamar mandi agar orang tua dan kakaknya tidak melihatnya menangis.

Zia paham maksud kedatangan kekasih mba Tiara beserta orang tuanya pasti berencana untuk melamar mba Tiara. Zia sangat bahagia karena sebentar lagi kakaknya akan pergi bersama suaminya dan meninggalkan rumah ini, rumah yang seperti penjara bagi Zia dan mba Tiara.

Tak lama setelah Zia kembali duduk bersama kedua orang tuanya dan juga mba Tiara. Terdengar salam dari luar rumah. Ayah dan ibu tirinya menuju gerbang untuk membukakan gerbang rumah. Zia melihat mba Tiara yang sedang gugup. Zia memegang tangan mba Tiara dan menenangkannya. Ayah mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk kedalam rumah. Satu lelaki muda beserta kedua orang tuanya memasuki rumah dan duduk di ruang tamu. Ayah dan kedua orang tua dari lelaki itu kemudian mengobrol dengan sangat akrab. Sampai beberapa menit kemudian ayah dari lelaki itu memberitahukan pada ayah apa maksud kedatangan mereka kerumah. Melamar mba Tiara. Mendengar itu, Zia kembali terharu dan bahagia. Zia sangat berterimakasih pada lelaki itu yang tetap mencintai mba Tiara walau keadaan keluarganya yang tidak harmonis.

Setelah mereka makan malam bersama, mas Anton kekasih mba Tiara beserta kedua orang tuanya pamit untuk kembali pulang kerumahnya. Zia merapihkan meja ruang tamu dan mencuci semua piring kotor yang dipakai saat makan malam tadi. Karena Zia anggota termuda yang sedang berada dirumah itu, maka Zia membiarkan dirinya mencuci semua piring kotor. Mba Tiara menawarkan bantuan namun Zia menolak, karena tak ingin mba Tiara lelah.

“bawa lauk sana Zi” ucap ayahnya saat Zia berpamitan untuk pulang kerumah kontrakannya. Zia melihat kearah ibu tirinya yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam

“gak usah ayah. Zia masih kenyang, besok juga masuk kerja takut gak kemakan malah jadi mubazir nanti” jawab Zia

Zia tahu bahwa ibu tirinya tak ingin Zia membawa lauk yang masih tersisa banyak. Makanan enak seperti itu sudah pasti akan ia simpan untuk anaknya, jadi Zia sudah tak kaget lagi melihat ibu tirinya yang menatapnya dengan tajam tadi. Zia mengendarai motor maticnya dan kembali kerumah kontrakannya. Tepat jam 9 malam Zia tiba di rumah kontrakannya dan segera beristirahat tidur.

Pagi hari, Zia beserta semua anggota group B1 standby di teras gedung caddy menunggu para pemain datang. Ria yang tadi berdiri di dekat ruangan caddy master menghampiri Zia yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

“jadi, gimana kemarin Zi? Ketemu ayah?” tanya Ria

“iya ketemu Ri” jawab Zia singkat

“ngomong apa aja ayah lo?” tanya Ria

“nanya kabar sama kuliah” jawab Zia

“dia gak nanya gimana biaya kuliah lo? Gak ada niat buat bantu biaya kuliah lo? Skripsi butuh uang banyak loh Zi. Masa ayah lo gak tau? Kan mba Tiara juga waktu skripsi pasti ngeluarin banyak uang” ucap Ria sedikit kesal

“gw punya tabungan kok. Uang ayah biar buat kebutuhan lain aja” ucap Zia

“nambahin biaya kuliah lo gak akan bikin dia jatuh miskin Zi” ucap Ria

“mba Tiara sebentar lagi nikah Ri, uang yang ayah punya lebih baik untuk biaya pernikahan mba Tiara daripada untuk biaya kuliah gw. Lagian gw punya tabungan dan biaya kuliah masih bisa gw cover sendiri kok” jelas Zia

“hah? Mba tiara mau nikah?” tanya Ria yang terkejut mendengar ucapan Zia. Zia membalasnya dengan anggukan kepala

“kapan?” tanya Ria

“bulan depan” jawab Zia

“Oh my God! Gw seneng banget dengernya. Akhirnya mba Tiara bisa keluar dari neraka itu!” ucap Ria bahagia

“gw harap lo bisa segera nyusul mba Tiara” lanjut Ria

“gw kan udah gak tinggal dirumah ayah lagi Ri. Jadi gw udah bebas dong” ucap Zia

“terus walaupun lo udah bebas dari rumah itu emang lo gak mau nikah?!” tanya Ria

“ya mau. Tapi nanti, masih lama lah” ucap Zia

“whatever” ucap Ria

Zia dan Ria kemudian mendapatkan jatah mereka untuk turun ke lapangan. Mereka membawa tas golf kebelakang club house. Dan memulai pekerjaannya sebagai caddy. Selama hampir enam jam, Zia menyelesaikan pekerjaannya dan kembali ke gedung caddy untuk beristirahat.

Caddy, I Love You [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora