BAB 2

9.9K 483 2
                                    

Pagi pun tiba, Zia sudah tiba diruangan caddy jam 5.45 pagi dan memasukkan kartu absen miliknya kedalam mesin absen. Zia kemudian bersiap-siap menunggu kedatangan flat pak Adam. Walaupun kesal Zia tetap profesional dan akan memandu dengan baik permainan golf hari ini. Zia mulai memakai tabir surya pada tangan dan wajahnya, lalu merias wajahnya. Setelah selesai merias wajahnya, Zia kemudian memakai sepatu golfnya dan menuju ke teras ruangan caddy untuk menunggu pemain yang sudah disiapkan oleh bu Desi kemarin. Yang sedang standby adalah group C1 yang terkenal berisi caddy-caddy yang genit pada pemain tapi jutek pada sesama caddy. Namun tiga caddy yang bukan group C1, terlihat sedang ikut standby.

“lo nunggu siapa?” tanya Ana dengan nada jutek. Ana adalah caddy dari group C1 yang juga merupakan caddy senior yang sudah 5 tahun menjadi caddy

“flatnya pak Adam ka” jawab Zia

“flatnya pak Adam main hari ini?” tanya Ana

“iya ka” jawab Zia singkat

“lo bookingan apa disuruh bawa?” tanya Ana masih dengan nada jutek

“disuruh ka” jawab Zia

“mau aja disuruh-suruh. Gimana caddy lain bisa berkembang kalau pemain-pemain bagus cuma dikasih buat caddy pilihan kaya lo” ucap Ana kesal. Padahal Zia tahu, sebenarnya Ana kesal bukan karena caddy lain yang tak bisa berkembang tapi karena dia tak punya kesempatan untuk menjadi caddy pak Adam atau teman pak Adam

“saya juga gak mau ka, tapi bu Desi maksa” jawab Zia

“alasan” ketus Ana yang kemudian pergi meninggalkan Zia

Zia sebenarnya tau bahwa Ana sedang cemburu. Karena memang pak Adam terkenal oleh seluruh caddy sebagai pemain perfect. Pak Adam masih muda, kaya, tidak pelit, tidak genit, dan humoris. Pak Adam juga selalu menyapa caddy yang dia kenal dan banyak caddy yang mencoba menggoda pak Adam agar menjadi dekat dengannya atau agar diberi uang olehnya. Tapi tidak dengan Zia. Zia bukan tipe caddy genit yang senang menggoda pemain demi mendapatkan tips besar. Zia benar-benar ingin mematahkan pandangan orang lain terhadap caddy. Zia ingin membuktikan bahwa caddy juga adalah pekerjaan yang patut untuk dihormati.

“Zia nih bagnya” ucap Pak Agus seorang porter yang bertugas menurunkan tas golf para pemain

Zia  menghampiri pak Agus dan membuka tas golfnya, Zia mengecek semua stick golf nya dan menulis jumlah stick serta namanya di kertas kecil seperti biasanya. Terlihat diatas kertas itu nama pemainnya. Randy. Nama pemilik tas golf itu yang juga teman pak Adam yang akan bermain golf dalam satu flat. Setelah Zia selesai mengecek semua, Zia menuju kebelakang gedung utama bersama dengan Sisi. Sisi adalah caddy tetap pak Adam. Sisi adalah caddy yang sudah bekerja enam bulan lebih lama dari Zia dan berusia satu tahun lebih tua dari Zia.

“ini semua teman baru pak Adam jadi gw gak tau gimana sifat mereka jadi jangan tanya ke gw ya Zi” ucap Sisi yang memberikan penjelasan tanpa tanya dari Zia

“iya” jawab Zia sambil menginjak pedal gas cart golf dan menuju belakang gedung utama

“hari ini mainnya bertiga tapi gak tau satu lagi siapa yang bawa. Gw Cuma tau lo yang bakal satu flat sama gw jadi gw ajak lo bareng aja” ucap Sisi

“iya gw juga gak tau siapa satu lagi yang disuruh bu Desi” jawab Zia

Zia dan Sisi duduk dalam cart yang sama sambil menunggu pak Adam dan pak Randy datang menghampiri mereka. Sisi meminta Zia untuk tidak perlu khawatir dan tidak perlu gugup bertemu dengan pak Adam karena pak Adam pemain yang easy going dan tidak banyak menuntut. Zia tidak pernah gugup atau khawatir saat turun kelapangan karena hal itu akan membuatnya menjadi tak fokus. Zia hanya merasa tak enak dilihat banyak caddy yang cemburu karena Zia akan bertemu pak Adam yang memiliki wajah tampan.

Setelah tiga puluh menit menunggu, jam menunjukkan pukul 6.30 pagi. Pak Adam datang bersama dua orang temannya yang juga terlihat muda dan tak kalah tampan dengan pak Adam. Terlihat senyum ramah pak Adam pada semua orang yang dia lihat. Semua caddy menatap pak Adam terlihat kekaguman dari mata para caddy akan ketampanan pak Adam. Menurut Zia, pak Adam memang tampan tapi ketampanannya bukan hal yang harus dikagumi karena lelaki dengan wajah tampan adalah hal yang biasa menurut Zia.

“Sisi” pak Adam menghampiri cart dan menyapa Sisi dengan sangat bahagia

“Halo pak Adam” jawab sisi yang juga dengan nada bahagia

“Sisi hari ini saya berdua sama kamu aja. Randy sama Ben satu cart” ucap pak Adam yang kemudian Sisi mengangkat tas golf milik pak Adam dan meletakkannya keatas golf cart yang kosong. Alya datang membawa tas golf dan meletakkannya disamping tas golf milik pak Randy yang dibawa oleh Zia. Terlihat di atas kertas yang tergantung pada tas golf itu sebuah nama dari pemiliknya, Ben.

“kenalan dulu dong sama caddy yang lain biar enjoy mainnya” pak Adam menghampiri cart Zia dan Alya

“siapa nama kamu?” pak Adam mengulurkan tangannya agar bisa berjabat tangan dengan Zia dan Alya

“nama saya Zia pak” Zia mengulurkan tangannya pada pak Adam

“saya Alya pak” Alya mengulurkan tangannya setelah Zia melepaskan tangan pak Adam

“oke yuk berangkat. Mulai dari palm course dulu ya” ajak pak Adam

Mereka kemudian berangkat menuju lapangan yang dituju, dituntun oleh cart milik pak Adam dan Sisi yang berada di depan cart milik Zia dan Alya. Setelah sampai pada tee box hole 1 di palm course. Seperti biasa Zia memperkenalkan dirinya pada pak Randy, pemain yang akan dia pandu pagi ini. Pak Randy dan pak Ben memiliki paras tampan sama seperti pak Adam, namun sifatnya sedikit berbeda dari pak Adam. Pak Randy terlihat lebih dingin diantara pak Adam dan pak Ben.

Walaupun pak Randy dingin pada Zia namun Zia tetap berusaha ramah dan memandu pak Randy dengan baik. Padahal dalam hatinya, Zia kesal karena harus bertemu dengan pemain dingin seperti pak Randy. Namun pak Adam selalu mencairkan suasana dan membuatnya lebih hangat. Itu membuat Zia dan Alya sedikit terhibur. Pak Randy tak pernah mengajak Zia berbincang selama 9 hole, pak Randy hanya bertanya pada Zia tentang jarak pukul, arah green hole, kearah mana hembusan angin dan bagaimana kondisi green hole. Pak Ben masih sesekali mengajak Alya berbincang walaupun tak sehangat pak Adam dengan Sisi. Zia berharap segera keluar dari tumpukan es yang mengelilinginya.

“nama kamu siapa tadi?” tanya pak Randy tiba-tiba saat sedang menunggu antrian di hole pertama wood course

“Zia pak” Zia turun dari cart agar sejajar dengan pak Randy yang berdiri disamping cart. Pak Randy mengangguk mendengar jawaban Zia

“kalian jangan salah paham ya. Teman saya yang satu ini gak galak ko. Dia cuma terlalu kaku aja” pak Adam menghampiri cart Zia dan Alya dan menaruh satu tangannya di bahu pak Randy

“iya gw mau lihat sifat caddy gw” ucap pak Randy yang membuat Zia dan Alya saling bertatapan

“jangan salah paham ya Zi, saya cuma gak mau ketemu caddy genit seperti caddy-caddy Adam sebelumnya. Jadi saya bersikap dingin ke kalian karna mau lihat kalian genit atau gak” jelas pak Randy

“dia nih paling anti sama cewe genit, jadi maklumin aja ya” ucap pak Adam

“saya sudah banyak bertemu berbagai macam pemain golf pak, jadi gak masalah buat saya kalaupun bapak dingin bahkan galak sama saya” ucap Zia yang menutupi perasaan kesalnya

Tiba giliran flat pak Adam memulai pukulannya. Permainan golf ini mulai hangat karena pak Randy dan pak Ben kini bisa menyeimbangi pak Adam yang humoris dan bisa menghangatkan suasana. Pukulan pertama dari tee box bola golf milik pak Randy berada lebih jauh dari bola golf milik pak Adam dan pak Ben. Saat tiba di tengah lapangan, jarak dari bola golf pak Randy ke green hole adalah sekitar 160 m. Pak Randy turun dari cart tanpa bicara meminta dibawakan stick apa. Zia yang termasuk caddy pintar sudah mempelajari pukulan pak Randy selama sembilan hole pertama. Dan Zia membawa stick iron 8 dan 9 karena Zia tahu pak Randy memiliki pukulan yang cukup jauh.

“berapa jaraknya Zi?” tanya pak Randy saat tiba di dekat bola golf miliknya

“160 meter pak” ucap Zia sambil menyodorkan tiga stick yang dia bawa

“wow. Hebat kamu bisa tau stick apa yang saya pakai. Biasanya caddy lain bakal bawa 6,7 sama 8” ucap pak Randy

“saya tau pukulan bapak jauh, sudah saya amati di sembilan hole pertama” ucap Zia yang kemudian pak Randy mengambil stick bernomor 9

Pak Randy kemudian memukul bola golfnya setelah pak Adam dan pak Ben memukul terlebih dahulu karena bola milik mereka berada di belakang bola milik pak Randy. Pukulan pak Randy membuat bola golfnya jatuh di dalam green hole. Zia kemudian kembali menuju cart dan Alya melajukan cartnya ke green hole. Zia, Alya dan Sisi kemudian tiba di green hole dan menandai bola masing-masing pemain dengan marker. Bola golf kemudian dibersihkan menggunaman towel atau handuk kecil yang wajib dimiliki seorang caddy. Bola milik pak Ben berada lebih jauh dari bola milik pak Randy dan Pak Adam. Pak Ben kemudian memukul terlebih dahulu bolanya.

“umur kamu berapa Zi?” tanya pak Randy sambil menunggu gilirannya memukul bola

“menuju 22 tahun pak” jawab Zia

“udah lama kerja jadi caddy disini?” tanya pak Randy

“dua tahun pak. Setelah lulus SMA saya langsung kerja disini” jawab Zia yang kemudian memberikan bola golf milik pak Randy yang sudah dibersihkan

Pak Randy meletakkan bola golf itu didepan marker milik Zia dan mulai memukul bolanya. Setelah dua kali pukulan di dalam green hole, pak Randy mendapatakan par. Pak Randy kemudian mengangkat tangannya kearah Zia mengajak Zia untuk melakukan high five. Zia menyambut tangan pak Randy dan melakukan high five dengan pak Randy.

Hampir tiga jam kemudian Zia selesai melakukan tugasnya. Seperti biasa, Zia kembali kebelakang gedung utama dan membersihkan semua stick serta bola golf milik pak Randy. Juga mengecek ulang semua stick milik pak Randy. Pak Randy kemudian menghampiri Zia dan memberikan tips pada Zia. Zia terkejut menerima tips dari pak Randy yang terlihat banyak lembaran uang seratus ribu rupiah.

“maaf pak, sudah dicek ulang nominal tipsnya?” Zia terlihat bingung dengan uang tips pemberian pak Randy

“sudah saya cek berkali-kali, gak salah ko. Makasih ya Zi” ucap pak Randy

“nomor kamu Zi” pak Randy menyodorkan ponsel nya pada Zia dan Zia mengambil ponsel milik pak Randy serta mengetik nomor telepon miliknya

“nanti kalau saya main golf lagi, kamu jadi caddy saya ya” pak Randy mengambil ponsel yang disodorkan kembali oleh Zia setelah Zia selesai mengetik nomor teleponnya

“baik pak” ucap Zia

Pak Adam kemudian mengucapkan terimakasih kepada Sisi, Zia dan Alya. Pak Adam, Pak Ben dan Pak Randy kemudian berjalan memasuki gedung utama meninggalkan para caddy. Setelah para caddy selesai mengecek seluruh stick dan cart, mereka pun menuju depan gedung utama dan memberikan tas golf itu kepada porter lalu menuju ruangan caddy.
“gimana bawa flatnya pak Adam?” tanya Ria yang sudah menunggu kedatangan Zia.

“biasa aja ko. Ya banyak tawa aja sih soalnya pak Adam banyak bercanda” jawab Zia

“terus pemain yang lo bawa?” tanya Ria dengan penuh rasa penasaran

“awalnya dingin banget tapi jadi akrab” jawab Zia

“minta nomor telepon gak?” tanya Ria yang membuat Zia melirik kearahnya

“iya” jawab Zia singkat

“udah gw duga. Siapa gitu yang bakal lepasin caddy cantik dan pintar kaya lo” ucap Ria

“biasa aja Ri. Bukan masalah cantik dan pintar. Tergantung pemain cocok atau gak sama caddy kan” jawab Zia

“iya terserah gimana pandangan lo yang pasti gw punya pandangan beda. Okay” ucap Ria sedikit kesal

Zia kemudian menuju kantin untuk makan siang setelah beristirahat merebahkan tubuhnya di ruang istirahat selama sepuluh menit. Setelah makan siang Zia kembali keruang istirahat dan menunggu waktu pulang kerja jam 2 siang.
Walaupun Zia baru menginjak dua tahun bekerja ssbagai caddy di Diamond Golf Course, namun Zia sudah dikenal banyak orang. Mulai dari caddy, caddy master, porter, marshall, security hingga para pekerja yang bertugas merawat lapangan golf. Zia dikenal cantik dan juga ramah pada semua orang yang dia temui. Walaupun Zia tidak mengenal orang yang dia temui, dia akan menyapanya. Namun diantara para caddy, justru banyak yang tidak menyukainya. Kebanyakan dari mereka cemburu pada Zia dan sering menganggap Zia sering menyogok caddy master agar menjadi caddy pemain yang royal. Padahal pada kenyataannya, Zia justru tidak suka jika caddy master memerintahkannya untuk menjadi caddy pemain golf yang bukan jatahnya.

Caddy, I Love You [Completed]Where stories live. Discover now