49. Tidak baik-baik saja

285 37 0
                                    

Setelah pulang, Reana melemparkan dirinya ke kasur yang empuk. Ia memberontak tidak karuan di sana. Jika saja orang melihatnya, mungkin akan mengira kalau wanita itu sudah gila.

Reana mengeluarkan rangkaian rumput yang di buat menyerupai cincin itu dengan hati yang berdebar.

Apa ini benar-benar bukan mimpi?

Plak.

Ia nekat menampar diri sendiri.

"Awssshhh... Sakit bangettt!!!!" ia mengelus pipinya yang sudah memerah akibat ulahnya sendiri. Tapi tidak lama ia terbangun. Lalu melompat kesenangan di atas kasur. "YA! INI BUKAN MIMPI!!!!" ia tertawa bahagia.

Ayolah, siapa saja tolong hubungi organisasi kejiwaan karena sepertinya Reana sudah benar-benar gila.

Krek.

Pintu terbuka, dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang melongo melihat tingkah Reana sekarang. Ya, itu adalah Nenek Reana.

"Kamu ngapain kayak gitu?" tanya Bu Siska keheranan.

Reana hanya nyengir tidak berdosa. Sejujurnya ia sangat malu. Sungguh.

Reana turun dari kasur dan menghampiri Neneknya dengan rasa malu yang belum hilang.

"Nenek kok nggak ngentuk pintu dulu sih kalau mau masuk. Kalau ketahuan kayak tadi, kan, Reana jadi malu sendiri."

Bu Siska tertawa. "Tadi juga Nenek udah ketuk pintu, tapi kamu aja yang nggak ada nyaut-nyaut. Yaudah deh, Nenek masuk aja. Nggak tahunya kamu malah loncat-loncat."

Reana yang mendengar memanyunkan bibir. Sepertinya karena asik dengan dunianya sendiri, Reana jadi tidak ingat dengan hal sekitarnya. Ah! Jatuh cinta memang membuat orang-orang jadi gila sungguhan.

"Kelihatannya cucu Nenek yang cantik ini lagi seneng banget. Ada apa nih?" goda Bu Siska.

"Ayo! Tebak! Tadi Reana ketemu sama siapa?"

Bu Siska mulai berpikir. "Adara?" Reana menggeleng. "Terus siapa dong?"

Reana mendekat, dan membisikkan sesuatu di kuping Neneknya. Mendengar hal tersebut membuat Bu Siska kaget. "Serius kamu?!" serunya. Reana lagi-lagi hanya mengangguk.

"Beneran Erik temen masa kecil kamu? Terus Erik yang kamu ceritain sama Nenek itu juga?"

"Iya, Nek."

"Tiba-tiba dilamar?"

"Iya... Nenek sayang...."

"Kamu terima?" Reana membalas dengan anggukan malu-malu kucing.

"Ekhemm!!! Duh, cucu Nenek sekarang udah dewasa, ya. Ah... Padahal baru kemarin sore deh rasanya Nenek lihat kamu nangis."

Reana memeluk Neneknya. "Mau Reana dewasa atau masih kecil. Reana tetep cucu Nenek yang paling Nenek sayang!"

Bu Siska melepaskan pelukannya. Menatap Reana cukup lama.

"Kenapa, Nek?" tanya Reana bingung.

"Terus Nak Rigel gimana?"

Mendengar itu, sontak Reana mengerutkan kening. "Maksud Nenek apa?"

"Bukannya Nak Rigel suka sama kamu?"

Reana tertawa renyah. "Hahaha! Nggak mungkinlah, Nek! Kita, kan, cuma teman."

Bu Siska menghela nafas. "Astaga! Ternyata saya punya cucu yang kurang peka." Bu Siska menggeleng kecewa. Bagaimana bisa wanita yang karirnya bagus, cantik seperti Reana tidak bisa melihat keadaan dan perasaan seseorang. Padahal Reana dan Rigel cukup dekat.

Beautiful Girl [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon