Bab 38

8.7K 993 58
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

Sabrina sudah memikirkan baik-baik sebelumnya. Mendatangi pesta yang diadakan istana dan menjadi pasangan Grand Duke Cavendish adalah pilihan yang paling menguntungkan. Setidaknya itulah yang Sabrina percayai. Nyatanya, Sabrina melakukan itu semua karena dorongan hatinya yang tak tega membiarkan Nigel datang sendiri ke sana. Kurang lebih Sabrina-lah penyebab utama Nigel kehilangan pasangannya. Terlepas dari Sabrina yang mengetahui persis bagaimana perasaan pria itu pada Isabella.

Pria macam apa yang terlihat santai di saat tunangannya sendiri sedang menjadi terdakwa atas kasus pengkhiantan? Tentu saja pria itu hanya Nigel Cavendish seorang.

Semua prasangka dan juga dugaan Sabrina mengenai perasaan Nigel terhadap Isabella sudah diperjelas oleh Ayah Sabrina beberapa hari yang lalu.

Sampai detik ini Sabrina hanya tak mengetahui alasan sebenarnya Nigel menjadikan Isabella sebagai tunangannya, disaat pria itu sendiri tak memiliki perasaan pada Isabella. Balas dendam kah? Tapi kepada siapa? Kepada Isabella ataukah Sabrina sendiri?

"Sabrina?" suara Nigel yang memanggilnya lembut refleks membuyarkan pikiran Sabrina mengenai alasan Nigel menjadikan Isabella tunangannya.

"ya?" tanya Sabrina. Saat ini Sabrina dan Nigel sedang berada di dalam kereta kuda yang sama. Duduk tenang saling berhadapan.

Semula, Ayah Sabrina marah saat Sabrina memberi tahu ayahnya jika Grand Duke Cavendish meminta secara langsung menjadi pasangannya di pesta istana. Tetapi, Sabrina yang telah memutuskan menerima ajakan Grand Duke Cavendish, tidak kehilangan akal demi mendapakan izin ayahnya tersebut.

Pada akhirnya pria paruh baya itu tau jika ia tak akan pernah bisa menolak permintaan putri bungsunya. Kondisi ayahnya yang terbaring lemah di ranjang karena sakit menjadi alasan lain mengapa ayahnya mengizinkan begitu saja Sabrina pergi bersama Nigel. Ayah Sabrina tentu tak akan membiarkan Sabrina pergi sendirian ke pesta besar seperti itu tanpa kehadiran dirinya.

"ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu" raut wajah Nigel yang serius membuat Sabrina mau tak mau berusaha menebak apa kiranya yang ingin Nigel sampaikan.

Sabrina menunggu. Diam-diam memperhatikan keseluruhan penampilan Nigel yang selalu tampan dan gagah disetiap keadaan. Berbeda dari putra mahkota yang memiliki rambut keemasan yang selalu tertata rapih. Nigel memiliki rambut hitam yang sengaja dibiarkan berantakan.

Malam ini Nigel mengenakana busana resmi seorang grand duke terhormat. Jubah mantel gothic dengan sulaman benang emas lambang keluarga penerus Leinster tersampir pas di bahu kokohnya. Dibalik jubah tersebut, Nigel mengenakan pakaian dengan warna senada seperti gaun pesta yang Sabrina pakai. Suatu kebetulan yang tak disengaja. Sabrina tak bermaksud menyamakan pakaian mereka. Tetapi tak ayal malam ini mereka berdua nampak serasi satu sama lain.

"tidak lama setelah permasalahan yang bersangkutan dengan kakakmu selesai aku berniat mengunjugi sekaligus memantau sendiri wilayah kekuasaanku" ujar Nigel gamblang.

"benarkah?" Sabrina tentu tidak pernah lupa jika Nigel adalah seorang pria dengan gelar Grand Duke of Leinster. Tanggungjawabnya akan Wilayah Leinster sudah menjadi suatu kewajiban serta prioritas utama yang harus ia emban. Keberadaan pria itu di ibukota guna membantu baginda raja dalam mengusut pemberontakan sampai batas waktu putra mahkota disahkan menjadi raja baru Imperium Delacroix.

"apa kau merindukan kampung halamanmu Sabrina? Tempat dimana kau tumbuh besar dengan bahagia karena diasuh oleh mendiang Madam Callista yang tak lain ibu kandungmu?—" Nigel segaja memberi jeda pada pertanyaannya. Mata gelapnya menelusuri dan menangkap jelas semua perubahan pada raut wajah Sabrina.

What the Lady WantsDove le storie prendono vita. Scoprilo ora