Bab 2 (Nigel Cavendish)

25.8K 2.7K 35
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

Sabrina tidak tau jika sejak tadi Grand Duke Cavendish memperhatikan raut wajah Sabrina yang berada disampingnya. Raut Sabrina yang terlihat sedih sukses membuat Grand Duke Cavendish mengerutkan alis lantaran kebingungan.

Sabrina yang sebelumnya sempat merasa patah hati buru-buru merubah ekspresinya. Dia tidak mau jika ada orang lain yang mendapati dirinya bersedih atas pengumuman mengenai pertunangan kakaknya itu. Sialnya, tanpa Sabrina sadari Grand Duke Cavendish terlebih dulu menangkap raut sedih dari wajah Sabrina.

"apa kau baik-baik saja Sabrina?" suara ayah Sabrina berhasil membuat Sabrina mendadak menjadi pusat perhatian. Tanpa terkecuali kedua saudara tiri beserta ibu tirinya yang menatap tidak suka.

Sabrina tersenyum lemah "maafkan saya ayah, mendadak saya tidak enak badan. Apa saya boleh pamit untuk beristirahat?" tanya Sabrina dengan lembut.

Willham yang melihat wajah putrinya sedikit pucat mendadak khawatir "Tentu... Tentu saja kau boleh ke kamarmu Sabrina, biar Matilda yang akan mengantarmu" ayah Sabrina dengan cepat memanggil Matilda. Kekhawatiran yang tersirat jelas diwajah tua Duke Melville membuat orang-orang tak percaya. Banyak kabar yang beredar jika Duke Melville tidak mempedulikan putri bungsunya sama sekali.

Sabrina membungkukan badan ala kadarnya sebelum berbalik meninggalkan meja makan yang mulai gaduh karena melihat interaksi ayah dan anak yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam hati Sabrina tertawa penuh ironi. Andai saja semu sikap baik Duke Melville dapat dia tunjukan kepada Sabrina Melville yang telah tiada, bukan kepada Sabrina yang entah beruntung atau sial mengisi raga Sabrina Melville sekarang.

Sesampainya di kamar, Sabrina segera melemparkan diri ke atas kasurnya yang nyaman, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Tanpa bisa dicegah air mata yang sejak tadi ditahannya luruh seketika. Sabrina menangis tanpa suara. Cukup hari ini Sabrina membiarkan dirinya menangis, tidak untuk besok. Bagaimanapun pertahanan Sabrina tidak boleh melemah hanya karena seorang pria.

"anda baik-baik saja my lady?" tanya Matilda khawatir.

"keluarlah" pinta Sabrina lemah. Suaranya serak akibat tangis. Matilda semula ragu untuk menuruti perkataan nonanya akan tetapi melihat kondisi nonanya yang seperti membutuhkan waktu untuk menyendiri membuat Matilda menuruti perkataannya.

"jika ada yang anda butuhkan, tolong jangan sungkan untuk memanggil saya my lady" pesan terakhir Matilda sebelum pergi meninggalkan Sabrina seorang diri.

Sabrina tidak membenci kondisinya yang sekarang. Sabrina Melville berhak untuk menangis. Tapi hanya untuk kali ini... Ya, hanya untuk kali ini.

Entah berapa lama Sabrina menangis dan setelahnya jatuh tertidur karena lelah. Saat Sabrina terbangun langit diluar sana sudah berubah menjadi gelap. Lilin-lilin yang menyala menjadi pertanda jika malam telah tiba. Sabrina bangun dengan perlahan. Kepalanya berdenyut, efek dari terlalu banyak menangis.

Sabrina memanggil Matilda dengan suara serak. Untungnya Matilda masih bisa mendengar panggilannya.

"tolong siapkan aku air dingin untuk mandi" kepalanya benar-benar sakit dan sepertinya mandi air dingin bisa meredakan semua itu.

Matilda menatap khawatir nonanya sebelum menjawab "anda yakin My Lady? Sekarang sudah malam. Anda bisa jatuh sakit jika mandi air dingin sekarang"

Sabrina tidak peduli yang dia butuhkan saat ini ialah mengguyur tubuhnya dengan air dingin "lakukan saja apa yang ku pinta Matilda" suara Sabrina pelan, tanda ia malas berdebat.

What the Lady WantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang