Bab 21 (black horse)

10.8K 1.2K 52
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

"mau kemana kau?" suara berat seorang pria spontan menghentikan langkah Sabrina. Sabrina menengak ludah susah payah. Tentu ia mengenali dan hafal betul suara milik putra mahkota.

Sabrina menenagkan jantungnya yang berdetak kencang lantaran kaget dengan kehadiran putra mahkota tepat dibelakangnya. Perlahan, Sabrina berbalik sembari menampilkan raut wajah tak berdosa.

"saya mencari master," jawab Sabrina jujur. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri. Jantungnya benar-benar berdetak tak karuan. Sabrina sedikit tidak nyaman dengan keadaannya saat dirinya tertangkap basah seperti ini.

"Morington? Ah... Kalau kau mencarinya ia terlebih dulu pergi karena suatu urusan" jawab putra mahkota dengan santai.

Sabrina membeliak. Baru kali ini tak bisa lagi memendam kekesalannya. Mengetahui Morington pergi terlebih dulu meninggalkan dirinya bersama putra mahkota cukup menguji kesabaran.

Pria tua itu!!!

Sabrina memijat plipisnya. Emosi membuat kepalanya kembali berdenyut, "astaga! Lantas bagaimana caranya aku pulang?" cercanya pada diri sendiri.

Putra mahkota memandang Sabrina. Satu alisnya terangkat menyaksikan wajah Sabrina yang memberengut kesal.

"bukankah sudah kukatakan kau akan pulang bersamaku?"

Sabrina spontan memandang putra mahkota. Mulutnya terbuka sebelum terkatup rapat kembali. Berniat membantah, akan tetapi ia mengurungkat niatan tersebut. Sebaliknya, Sabrina tersenyum manis kepada putra mahkota yang kentara sekali dipaksakan.

"tidak perlu your highness. Saya tidak bisa merepotkan anda lagi," kata Sabrina dengan sopan. Namun, senyumnya mendadak luntur ketika mengingat bagaimana caranya nanti ia akan pulang jika tidak bersama putra mahkota. Tidak mungkin Sabrina berjalan kaki dari sini sampai kediamannyakan? Mengingat jarak Hutan Daintree yang cukup jauh membuat Sabrina bergidik. Saat ini gengsinya kalah penting dari tujuan.

Sabrina tersadar. Buru-buru meralat ucapannya dengan sebuah pertanyaan penegasan "kapan tepatnya anda akan pulang your highness?"

Putra mahkota menatap berkeliling sebelum pandangan tajamnya beralih kepada Sabrina "sekarang"

Sabrina mengangguk paham "baiklah, sepertinya saya tidak ada cara lain untuk pulang selain ikut dengan anda your highness," kata Sabrina diakhiri senyum kecil dan hembusan nafas pasrah.

Putra mahkota hanya mengedikan bahunya tak acuh sebelum kembali melangkah diikuti Sabrina. Seperti biasa wajah putra mahkota yang sangat tampan selalu saja dihiasi ekspresi datar, bahkan ketika beberapa prajurit berhenti untuk memberi hormat kepada putra mahkota, putra mahkota hanya membalas dengan anggukan singkat tanpa respon yang berarti.

Sabrina dan putra mahkota tiba tak jauh dari hadapan seekor kuda berwarna hitam nan gagah yang sedang diikatkan ke sebuah pohon besar. Bulu hitam legam panjangnya nampak mengkilap sekaligus lembut diterpa cahaya matahari siang, dengan sekali lihat Sabrina dapat menaksir harga kuda tersebut tidaklah murah mengingat ras Arabian termasuk ras kuda termahal di dunia. Sabrina sudah menduga jika selera putra mahkota tak pernah main-main. Sabrina tak percaya jika ia akan menunggangi kuda itu nantinya. Mungkin saat ia sudah terbiasa menunggangi kuda seorang diri, Sabrina akan mempertimbangkan membeli kuda sejenis itu.

Seorang pria muda yang Sabrina kenali sebagai ajudan atau asisten pribadi putra mahkota datang menghampiri mereka dengan tergesa-gesa. Mau tak mau Sabrina kembali teringat insiden memalukan di taman istana tempo hari. Pria sialan tersebut sama sekali tidak berniat menolong Sabrina ketika dirinya disudutkan oleh putra mahkota dan meminta pertolongan melalui isyarat mata kepada pria itu. Kekesalan Sabrina kembali bertambah mengingat peristiwa konyol tersebut. Dia membenci semua hal atau orang yang berkaitan dengan putra mahkota.

What the Lady WantsWhere stories live. Discover now