Bab 34

9.9K 1.1K 60
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

"siapa gerangan yang akan anda pilih My Lady?" pertanyaan dengan suara rendah dari Matilda sukses membuat atensi Sabrina teralihkan. Tidak biasanya orang kepercayaan Sabrina terlihat salah tingkah seperti sekarang.

Sabrina menatap tanpa ekspresi Matilda melalu pantulan kaca. Saat ini Sabrina tengah bersiap untuk menghadiri pembukaan festival berburu musim panas. Matilda sendiri sedang menyisir lembut rambut panjang Sabrina sekaligus sedikit menatanya. Sabrina mengenakan terusan dress berwarna merah maroon dengan sebuah tali melingkar. Menghasilkan lekukan sempurna pada pinggang Sabrina. Kulit putihnya semakin terlihat bercahaya dalam balutan gaun panjang tersebut. Simpel, namun juga memikat.

Sabrina bukan tidak tau maksud dari pertanyaan Matilda. Ia hanya tak percaya jika Matilda berani menanyakan hal demikian padanya.

Setelah Matilda menyaksikan Sabrina yang dipeluk seenaknya oleh pangeran kedua. Matilda tak henti-hentinya memberondong Sabrina dengan beragam pertanyaan. Mulai dari pertanyaan penting hingga pertanyaan-pertanyaan tak penting lainnya. Sukses membuat kepala Sabrina pusing karenanya.

"saya melihat bagaimana interaksi para pangeran dan Grand Duke saat bersama anda My Lady. Mereka semua menyukai anda. Meskipun Grand Duke sendiri sempat bertunangan dengan kakak anda, tapi saya yakin jika hatinya hanya milik anda My Lady" Matilda balas menatap Sabrina melalui pantulan kaca.

Sabrina menghembuskan nafas keras. Kepalanya menengadah, menatap lamat langit-langit di atasnya. Sabrina tidak lagi menetap di kediaman Grand Duke Cavendish. Sabrina telah kembali ke kediaman utama Duke of Avondale. Kediaman Duke of Avondale hampir selesai diperbaiki sepenuhnya.

Sabrina masih mengingat jelas bagaimana ekspresi Nigel saat mengantarkan Sabrina kembali ke kediamannya. Pria itu tentu saja tak rela dan juga menyesal. Seminggu belakangan ini Nigel memang disibukkan dengan aktivitas pulang pergi ke istana. Sangat jarang Sabrina dan Nigel memiliki waktu untuk bertemu walaupun mereka tinggal di tempat yang sama. Sepertinya urusan pemberontak tempo hari sedikit banyak menyita waktu Nigel.

Mengenai pertanyaan Matilda, Sabrina tau jika cepat atau lambat ia harus segera memilih. Niat awal Sabrina mendekati mereka semua tentu saja sebagai salah satu bagian dari rencananya. Memiliki sekutu dengan jabatan dan kekuasaan tinggi adalah hal paling menguntungkan. Tapi, siapa sangka jika semua pria itu akan menaruh minat padanya. Sabrina dapat dikatakan berhasil dan juga tidak.

Sabrina menatap tajam kaca di depannya. Sabrina Melville memang memiliki jenis kecantikan langka dan aura yang sungguh memikat. Wajar apabila pria-pria dengan mudah bertekuk lutut dihadapannya. Bola mata emerald yang tampak sayu. Garis wajah halus bak wanita lemah lembut. Bibir ranum kemerahan yang sungguh menggoda serta kedua pipinya yang selalu merona. Di tambah, proporsi tubuh dan tinggi badannya yang sangat pas untuk seorang wanita. Membuatnya semakin menonjol dari segi penampilan. Sabrina Melville persis boneka porselen hidup. Sungguh kecantikan tak wajar bagi seorang manusia.

Sampai sejauh ini hanya Nigel yang dapat Sabrina nilai. Pria itu tulus mencintai Sabrina Melville tanpa ada motif di baliknya. Untuk putra mahkota dan pangeran kedua Sabrina tidak sepenuhnya yakin jika mereka tulus menyukai Sabrina. Orang-orang istana memiliki cara tersendiri untuk bertahan hidup. Bisa saja keduanya bersaing mendapatkan Sabrina sebagai batu loncatan menggapai ambisi mereka akan posisi.

"saya sarankan untuk ikuti kata hati anda My Lady" saran Matilda.

Mengikuti kata hatinya? Sabrina bahkan ragu jika ia masih memiliki hati atau tidak. Setelah ia sadar dari komanya Sabrina menjadi pribadi yang lebih pendiam. Semua itu terjadi karena Sabrina selalu terbayang kisah tragis kematian ibu kandungnya. Ingatan Sabrina Melville yang kembali seluruhnya bagai mencekik lehernya kuat. Ia tidak lagi bisa berpikir jernih, yang ada dikepalanya hanya ada badai kemarahan dan amukan. Setiap Sabrina berusaha menenangkan dirinya rasa sesak itu selalu datang menghantuinya.

What the Lady WantsWhere stories live. Discover now