Bab 9 (the ball- part 1)

14.1K 1.4K 10
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

Sabrina menatap gaun-gaun rancangan Madam Laurel dengan ekspresi senang yang dibuat-buat. Bertingkah bodoh untuk menipu Madam Laurel bukanlah hal yang sulit baginya.

Harus Sabrina akui jika gaun-gaun rancangan Madam Laurel yang sudah menjadi langganan keluarga Duke of Avondale sejak dulu cukup menarik dan cantik. Akan tetapi Sabrina menyadari jika gaun-gaun yang diperlihatkan kepadanya saat ini sudahlah ketinggalan zaman. Sepertinya Duchess of Avondale yang tidak lain ibu tiri Sabrina sengaja menyuruh Madam Laurel untuk membawakan gaun model lama dengan niat mempermalukannya di pesta besar nanti. Sungguh wanita yang sangat licik.

Jika Sabrina sekarang masilah Sabrina yang dulu. Wanita itu pasti dengan mudah dijadikan sasaran perundungan dan penipuan karena sifatnya yang naif serta bodoh. Menerima apapun yang diberikan kepadanya tanpa rasa curiga, kurang lebih seperti itulah Sabrina Melville yang dulu. Sayangnya kali ini Duchess of Avondale benar-benar telah salah memilih lawan.

"gaun rancangan anda sungguh cantik Madam Laurel. Saya merasa tidak pantas memakai gaun-gaun seindah ini" dalam hati Sabrina tertawa menyaksikan wajah Madam Laurel yang terlihat puas. Sepertinya wanita itu menganggap Sabrina adalah orang bodoh seperti dikatakan kebanyakan pelayan dan kesatria kediaman duke.

"tidak My Lady. Semua gaun yang ada disini layak untuk anda kenakan" Madam Laurel tersenyum meremehkan.

Huh! Yang benar saja! Memikirkan dirinya harus menggunakan gaun kuno tersebut ke pesta istana membuat Sabrina jengah setengah mati. Sabrina dapat membayangkan hinaan seperti apa yang akan dia terima dari kalangan ton. Kehidupan bangsawan memang penuh akan gosip dan saling menjatuhkan.

Sabrina tersenyum riang "sangking cantiknya gaun-gaun rancangan anda membuat saya berniat untuk meletakannya dengan rapih sebagai koleksi di lemari pakaian"

Senyum senang Madam Laurel perlahan luntur "apa My Lady bermaksud untuk tidak memakai gaun saya dan berniat hanya menyimpannya sebatas pajangan di lemari? Tolong katakan jika saya salah"

"apa saya berkata seperti itu tadi? Bukankah Madam Laurel sendiri yang mengatakannya. Saya hanya berniat baik dengan menjaga gaun yang di desain Madam Laurel" sangkal Sabrina.

Ekspresi Madam Laurel terlihat sedikit kesal. Wanita itu tentu tidak bisa sembarangan bersikap lancang kepada Sabrina yang merupakan seorang putri duke. Walaupun ibunya berasal dari kalangan rakyat jelata, Sabrina tetaplah darah daging duke. Mau tak mau Madam Laurel harus menjaga perilakunya. Menghina Sabrina sama dengan menjelekan bangsawan dan itu suatu kesalahan yang fatal.

Tidak lama kemudian Sabrina berhasil mengajukan suatu penawaran yang disetujui oleh Madam Laurel dengan sangat terpaksa dan teramat kesal.

Sore hari menjelang malam di taman belakang kediaman duke, Sabrina kembali menyempatkan diri berlatih pedang. Berniat untuk sedikit merenggangkan tubuh sekaligus menghabiskan waktu menunggu segala persiapan pesta di istana nanti malam.

Sabrina kembali mengingat rencana yang ia miliki. Malam ini dia akan menemui seorang janda yang namanya cukup terkenal dan di segani kalangan ton. Pemilik casino terbesar di ibu kota sekaligus seorang bangsawan bergelar Countess. Mewarisi semua harta kekayaan dari mendiang suaminya, Earl of Salisbury yang telah wafat 2 tahun yang lalu.

Menurut Sabrina, seseorang yang bisa mengelolah casino peninggalan suaminya dengan baik bahkan mengembangkannya sekaligus, tentu saja bukanlah wanita sembarangan. Kehadiran Countess of Salisbury adalah sesuatu yang langka.

Setelah merasa cukup, Sabrina mulai menghentikan kegiatan berlatihnya. Mengelap keringat diwajahnya sebelum menengak habis minuman dingin yang dibawakan Matilda.

What the Lady WantsWhere stories live. Discover now