Bab 32

10.2K 1.1K 78
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

"Untuk apa mengejar kematian sedangkan kematian sendiri yg akan mendatangiku nanti"

Sabrina berada di hamparan padang rumput yang luas. Berjalan kesana-kemari dengan bebas. Menjelajahi tempat tersebut tanpa merasa ada beban yang dipikulnya. Semua terasa lepas dan indah. Sabrina tidak memikirkan dimana gerangan dirinya berada saat ini. Sejauh mata memandang hanya ada rumput setinggi mata kaki yang bergoyang ditiup angin. Tidak ada orang lain kecuali dirinya. Sabrina sendirian tapi ia sama sekali tak merasa kesepian.

Sabrina mendengar namanya dipanggil. Tubuhnya spontan berbalik demi melihat siapa sosok orang yang memanggilnya.

Matanya mendapati sosok seorang wanita dengan iris mata berwarna hijau berdiri tepat menghadapnya. Sabrina tidak asing dengan visual wajahnya yang luar biasa cantik.

"siapa kau? Bagaimana kau tau namaku?" tanya Sabrina heran.

"aku adalah kau dan kau adalah aku," jawab wanita cantik tersebut.

"apa maksudmu?" Sabrina tidak mengerti jawaban wanita itu.

"kau sekarang adalah Sabrina Melville dan kau tidak seharusnya berada di sini," jelasnya kembali.

"Sabrina Melville?" ulang Sabrina. Nama itu terdengar tak asing baginya.

"mari aku tunjukan beberapa memori yang kau lupakan. Aku rasa sudah saatnya kau mengetahui siapa gerangan dirimu." wanita cantik itu mengulurkan kedua tangannya, menunggu Sabrina menyambutnya. Ragu-ragu Sabrina mengenggam tangan wanita itu.

Secepat itu pula segala memori merangsek memasuki dan memenuhi isi kepala Sabrina. Baik itu memori bahagia maupun memori yang menciptakan trauma tersendiri. Sabrina menyaksikan itu semua bak film yang diputar dengan durasi cepat. Menyeluruh tanpa ada satu bagianpun yang terlewat.

Sabrina tak kuasa menahan air mata ketika mengenang sosok ibu kandung Sabrina Melville. Kini Sabrina tau bagaimana akhir dari perjalanan hidup ibunya itu.

Sabrina melepas pegangan tangannya. Sekarang ia telah mengingat bagaiamana bisa ia berakhir di tempat ini. Sabrina baru saja terkena anak panah di pesta pertunangan Grand Duke of Leinster yang menyebabkan ia tak sadarkan diri. Apa saat ini ia telah mati?

"kau bebas menjalani hidupmu Sabrina. Aku tidak ingin kau berakhir seperti aku yang memutuskan mengakhiri hidupku sendiri"

"tunggu? Apa kau Sabrina Melville si pemilik tubuh?" kini Sabrina menatap tajam wanita di depannya.

Wanita itu tersenyum. Sungguh senyuman yang cantik dan indah "aku tidak akan meminta maaf karena telah menarikmu kemari. Aku yakin kau bisa menciptakan happy ending untuk dirimu sendiri mulai saat ini"

Sabrina tak mengerti akan jalan pikir wanita didepannya. Selain egois wanita itu juga sangat menyebalkan.

Sabrina berjalan mendekat. Tangannya terangkat, seakan-akan mempersiapkan diri untuk menampar wanita di depannya. "percayalah. Aku ingin sekali memukulmu saat ini juga karena kebodohan dirimu yang telah menempatkan aku dalan situasi sekarang. Kau harus tau betapa tersiksanya aku di tempat asing yang bahkan tidak seorangpun aku kenali, akan tetapi, berada ditubuhmu dan menjalani kehidupanmu membuatku sedikit banyak paham penderitaan yang kau alami selama ini" dada Sabrina naik turun. Sabrina mengepalkan tangannya. Mengurungkan niatnya untuk menampar Sabrina Melville si pemilik tubuh sebelumnya. Sabrina memahami betul bagaimana rasanya berada di posisi wanita itu.

Sabrina Melville si pemilik tubuh tak mengubris "aku tau aku bodoh. Maka dari itu aku menempatkanmu untuk menjalani kehidupanku. Aku tidak sehebat dan secerdas dirimu. Aku bahkan begitu saja mempercayai Elizabeth yang jelas-jelas ingin melenyapkanku. Itulah perbedaan diriku dan dirimu. Aku tidak bisa menilai tujuan sebenarnya orang-orang mendekatiku. Sedangkan kau pandai menilai situasi dengan baik. Lagipula bukankah kehidupanmu sekarang jauh lebih baik dari kehidupanmu dulu?"

What the Lady WantsWhere stories live. Discover now