"Kok ketawa?"

"Gemesin tau gak! Aku cubit boleh?"

"Maunya cium."

***

"Gue gak bisa Bang."

"Kenapa?"

"Gue gak mau ganggu hubungan mereka."

Seorang lelaki dengan seragam putih abu tengah memajamkan mata sambil bersandar di sofa. Rasanya sangat sakit jika mencintai seseorang yang sudah dimiliki orang lain. Ingin digapai, rasanya tak mungkin tercapai. Ingin menyerah, namun tak ingin pasrah. Jadi harus bagaimana?

"Lagian, itu cuma masa lalu. Kenapa lo gak ikhlas aja sih? Buang-buang waktu tau gak! Jangan sampe lo berbuat hal nekat kayak waktu itu. Kasian Papa. Untung lo gak di penjara."

Lelaki itu terdiam sesaat. Memandang adiknya dengan tatapan tak bisa diartikan.

"Gue mundur, Bang."

"Mereka gak mungkin bisa dipisahkan dengan mudah."

***

"Ayolah, An."

"Kenapa?"

"Malam ini ya? Please?"

"Gak bisa Azhar. Aku harus ikut Mama."

"Yaudah."

Azhar menghela nafas pelan. Niatnya untuk jalan-jalan bersama Arani jadi gagal. Memang masih bisa lain waktu. Tapi nanti malem kan, malam minggu! Malam di mana para remaja apel dengan para doi nya. Kalo jomblo, cuma bisa rebahan sambil baca wattpad dipojok kamar.

"Maaf ya. Gak papa?"

"Gak papa kok." Azhar mencoba tersenyum.

Amira memperhatikan interaksi keduanya. Dalam hati ia tersenyum geli. Arani kalo lagi sama doi, agak beda, Bund! Kayak alim-alim gimana gitu. Sangat berbeda jika sedang bersama Amira.

"Amir,"

"Iya?"

"Angkasa sakit tuh."

"Sakit?" Refleks Amira langsung berdiri dari duduknya, "Dimana dia, dimana?" Amira bertanya tergesa kepada Agharna.

"Di kelas. Gih samperin. Katanya lagi pusing."

Amira mengangguk. Dengan cepat ia berjalan menuju kelas Angkasa. Amira tersenyum sekilas pada siswi yang menyapanya. Amira berjalan memasuki kelas, pandangannya berkeliling dan terjatuh pada satu manusia yabg tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja. Dia, Angkasa. Amira sebenarnya heran. Perasaan tadi pagi, dia baik-baik aja.

"Angkasa,"

Amira menepuk pelan pundak Angkasa. Angkasa hanya berdehem, dia mengangkat kepalanya. Wajah Angkasa memang agak pucat. Amira sebenarnya sangat khawatir, dia menempelkan punggung tangannya di dahi Angkasa. Memang panas.

"Kamu sakit? Kok gak bilang? Tadi pagi kan kamu gak usah berangkat. Istirahat aja di rumah."

"Gak papa." Angkasa tersenyum tipis.

Amira berdiri. Hendak keluar kelas untuk mengambil obat di UKS, namun langkahnya terhenti saat Angkasa menahan tangannya.

"Jangan pergi."

"Aku cuma mau ambil obat kok. Bentar doang, ya?"

"Jangann!"

Mulai kan, mulai. Angkasa kalo lagi sakit manjanya ngalahin bayi dugong baru lahir. Amira menghela nafas pelan, bisa gawat ini.

"Angkasa,"

Angkasa berdehem.

"Aku mau ambil obat ya? Bentar aja."

"Gak mau! Kan obat aku, kamu."

"Ish! Diem gak!"

"Sini duduk."

Angkasa menarik tangan Amira agar duduk di sampingnya. Keadaan kelas memang sangat sepi. Hanya ada mereka berdua. Amira menuruti keinginan Angkasa. Namun tiba-tiba saja ada seorang perempuan yang memasuki kelas Angkasa. Amira sempat heran melihat perempuan itu, kenapa dia seolah tak melihat dirinya?

"Angkasa, kamu sakit? Sakit apa?" Mina datang dengan tergesa dan langsung mendekati Angkasa. Angkasa hanya berdecak melihat itu. Tak peduli dengan kehadiran Mina, Angkasa malah menyenderkan kepalanya di pundak Amira. Tentu saja hal itu mengundang tatapan tak percaya dari Mina. Kenapa Angkasa sedekat itu dengan Amira!

"Heh! Ngapain nempel-nempel gitu!" Mina refleks menarik Amira agar bangun dari duduknya. Amira sempat terkejut, namun ia kembali terduduk saat Angkasa menarik kembali tangannya.

"Ngapain lo di sini?"

"Kamu ngapain di sini?"

"Ketemu Angkasa, lah! Pergi lo!"

Amira jadi kesal lama-lama. Dia menatap Mina dengan wajah tertekuk, emang dia siapanya Angkasa? Penyuka dalam diam aja kok bangga!

"Kenapa gak lo aja yang pergi?" Angkasa merangkul Amira di hadapan Mina. Yaampun! Mina sangat ingin berada di posisi itu! Ingin rasanya ia mendorong Amira agar menjauh dari Angkasa. Namun ia tak ingin jika Angkasa malah semakin tak menyukainya. Mina menghentakan kaki, kesal. Dia berjalan keluar kelas dengan wajah cemberut.

"Kamu jangan gitu! Kasian dia."

"Emang lo gak kesel di gituin? Gue aja kesel liatnya. Benalu."

"Angkasa!"

"Apa?" Angkasa memeluk Amira dari samping. Namun hanya bertahan beberapa detik sebelum Amira meleaskannya paksa. Ini lagi di kelas! Kalo ada yang liat, gimana?

"Inget tempat, Angkasa!"

"Pusing, Mir!" Angkasa menarik tangan Amira agar memijit kepalanya. Amira tersenyum kecil. Kasian juga. Mau ambil obat, tapi Angkasa ngelarang. Sepertinya Amira akan mengizinkan Angkasa setelah ini. Soalnya jam pulang sekolah masih lama.

"Makannya, jangan kelayapan terus setiap malam! Jangan begadang! Kan kalo udah gini, kamu sendiri yang sakit. Aku izinin pulang deh ya? Gak enak kalo dikelas gini. Kalo tiba-tiba ada yang masuk, gimana?"

"Langsung balik aja."

"Izin dulu!"

"Azhar udah izinin. Sama lo juga."

"Ambil tas dulu,"

"Gak usah. Ani bentar lagi kesini."

Tok-tok!

"PAKET!"

Amira menatap Arani dengan wajah polos. Namun hal itu justru membuat Arani kesal. Kenapa Amira tidak menjawab!

"PAKET!"

"Masuk aja, Ni."

"PAKETT!"

"Masuk aja."

"PAKETT!!"

"Dia kenapa sih?"

"PAKETT--- LO JAWAB ASYIAP! GITU BEGO! Akhh gak asik ah! Nih tas lo!" Arani menatap Amira kesal. Dia melirik Angkasa sekilas, "Kalo mau dimanja bilang aja, Ang. Kode mau disayang istri, kan?"

"Tuh paham."

"Bacot! Males gue ngurusin rumah tangga orang."





























Tbc.

Kayaknya mau ganti judul deh. Biar agak nyambung😭

ANGKASA [END]Where stories live. Discover now